Chapter 19

97 14 10
                                    


Jang Wonyoung berjalan dengan tenang menyusuri lorong Seoul Forensic Center, langkahnya mantap meskipun hari sudah larut. Tas kerja tergantung di tangan kanannya, terasa sedikit berat, tetapi tidak mengganggunya. Pekerjaannya untuk hari itu sudah selesai, dan dia berencana untuk segera pulang. Namun, pikiran tentang pertemuan dengan Lee Heeseung malam itu masih melintas di benaknya.

Saat ia hampir mencapai pintu keluar, terdengar bunyi getaran dari ponselnya. Sebuah panggilan masuk. Wonyoung menghentikan langkahnya, merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. Ketika layar ponsel menyala, tertulis nama yang cukup familiar, 'Park Sunghoon is Calling.'

Wonyoung menekan tombol jawab dan menempelkan ponsel ke telinganya.

"Ah, Jang Wonyoung!" suara Sunghoon terdengar di seberang. "Aku sudah sampai di depan kantormu..."

"Aku sedang berjalan keluar," jawab Wonyoung yang terus berjalan menuju pintu keluar, berusaha untuk menyelesaikan percakapan secepat mungkin.

Namun, Sunghoon tampak ragu-ragu, terdengar menelan ludah sebelum akhirnya berkata, "Sebelum kita ke rumah Lee Heeseung... apakah kau lapar?"

Wonyoung, yang baru saja melangkah keluar dari gedung, menghentikan langkahnya sejenak. "Lapar?" tanyanya, bingung. Pandangannya beralih ke arah tempat Sunghoon berdiri, beberapa meter di depannya, sambil masih menempelkan ponsel di telinganya.

Sunghoon mulai melambaikan tangan dengan canggung ke arah Wonyoung. Mungkin dia ingin mencairkan suasana, tetapi rasa canggungnya justru semakin terlihat jelas.

Namun, apa yang seharusnya menjadi momen ringan mendadak berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih mengerikan.

Tiba-tiba, dari sudut matanya, Wonyoung melihat kilatan cahaya kecil berwarna merah menyala, menembus malam. Cahaya itu lurus, terarah, dan langsung mengenai tubuhnya. Mata Wonyoung menyipit, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Butuh beberapa detik baginya untuk menyadari bahwa cahaya itu bukan sembarang kilatan, itu adalah sinar laser, tepatnya laser pembidik senjata.

Sunghoon, yang awalnya tersenyum, kini wajahnya memucat. Senyumnya perlahan memudar ketika ia menyadari adanya cahaya laser merah itu. Rasa ngeri merambat di sepanjang tulang punggungnya. Detik-detik yang terasa begitu lambat membuatnya semakin sadar akan bahaya yang mengintai Wonyoung.

Wonyoung menoleh, pandangannya mengikuti arah datangnya cahaya laser merah itu. Wajahnya berubah seketika, dari yang semula tenang menjadi tegang dan waspada. Dia tahu betul apa arti dari sinar laser itu. Hal itu bukan hanya ancaman, tetapi juga sesuatu yang bisa membunuhnya dalam sekejap.

Sunghoon tidak berpikir dua kali. Begitu suara tembakan pertama terdengar, tubuhnya langsung bereaksi. Ia berlari sekuat tenaga, seakan-akan jarak di antara mereka tidak lagi relevan. Langkah-langkahnya terasa begitu berat, namun dorongan untuk melindungi Wonyoung mengalahkan rasa takut dan keraguan.

Wonyoung, yang masih terdiam di tempat, melihat Sunghoon berlari ke arahnya. Pandangannya tertuju pada wajah Sunghoon yang dipenuhi kepanikan dan determinasi. Sebelum ia sempat memproses apa yang terjadi, Sunghoon sudah meraih kedua lengannya.

Dengan cepat, Sunghoon menariknya kuat-kuat, tubuh mereka jatuh berguling ke tanah bersama. Terdengar suara angin deras yang mengiringi pergerakan mereka.

DOR! Sebuah tembakan menggema di udara, tetapi untungnya, peluru itu tidak mengenai siapa pun. Dentuman suara itu memecah kesunyian malam.

Wonyoung terengah-engah, jantungnya berdetak kencang, belum sepenuhnya memahami apa yang baru saja terjadi. Sementara Sunghoon, meskipun masih dalam posisi terjatuh, dengan cepat menoleh ke arah sumber tembakan. Matanya menyipit, berusaha menemukan siapa atau apa yang baru saja mencoba menyerang mereka.

The Blood Flu | ENHYPEN x IVE | 2024Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang