Prolog

328 34 7
                                    

Malam itu, lorong apartemen yang panjang dan sunyi dikejutkan oleh langkah-langkah goyang seorang pria dengan wajah pucat. Tubuhnya menggigil hebat seolah terpapar dingin yang membekukan. Setiap langkahnya terpaksa, seakan-akan setiap gerakan memerlukan perjuangan besar.

Ketika ia akhirnya mencapai pintu apartemennya, ia hampir tidak mampu membuka kunci. Pintu itu terbuka dengan desakan yang berat, dan pria itu terjatuh di atas lantai marmer yang dingin.

Apartemen yang luas dan cukup bagus sepertinya tidak bisa menawarkan perlindungan dari kehampaan yang menyelimutinya. Dia berusaha merangkak menuju kamarnya, langkahnya yang terseok-seok menunjukkan betapa parah kondisinya.

Di dalam kamar laki-laki itu, tampak berbagai alat-alat medis berserakan, bersanding dengan jas putih dokter yang kini menjadi saksi bisu penderitaannya. Tubuhnya tidak mampu lagi menahan beban, dan dengan batuk-batuk hebat, dia muntah di lantai.

Pandangannya tertuju pada sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di atasnya terdapat sebuah bingkai foto. Dalam bingkai itu terpotret sekelompok dokter berpose, tersenyum dengan bangga.

BRAK! Orang itu kehilangan keseimbangan lalu terjatuh dan kepala belakangnya membentur ujung meja. Darah mulai mengalir, membasahi lantai yang dingin, membentuk genangan merah yang kian meluas.

Malam itu, dinginnya lantai apartemen dan genangan darah yang membentang di sana meninggalkan sebuah pertanyaan besar yang menggantung di udara: Apa yang sebenarnya terjadi di balik pintu kamar ini?

The Blood Flu | ENHYPEN x IVE | 2024Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang