Chapter 18

162 24 3
                                    

🔞Ada adegan dewasa di akhir😌

Sebulan telah berlalu tapi kondisi Jisung masih sama. Chenle yang sebulan lalu mendapat kabar bahwa Jisung koma sempat syok dan pingsan. Kondisi Chenle ikut memburuk dan terbaring. Untungnya tak ada masalah serius dan besoknya ia kembali tenang bahkan menjenguk Jisung setiap hari. 2 minggu yg lalu Chenle telah di pulangkan dari rumah sakit, ia kembali ke kediamannya.

Menghadapi mual setiap pagi Chenle kewalahan dan merasa pahit di hatinya. Jika saja Jisung ada di sisinya, ia bisa bersandar dan bermanja padanya. Ia bisa meminta hal-hal aneh pada Jisung dengan alasan anaknya. Hal random ketika wanita tengah mengandung ia ingin mencobanya bersama Jisung. Ia hanya bisa duduk di sofa menatap televisi berlayar hitam dengan tatapan kosong. Tidur lalu pergi ke rumah sakit, setelahnya pulang untuk mandi, makan membawa baju ganti untuk Jisung. Rutinitasnya monoton dan rasa rindunya mencekik. Ia ingin Jisung hadir, ia ingin Jisung menemaninya, ia ingin....

Duduk di sisi ranjang rumah sakit Chenle menggenggam tangan besar Jisung yg kini tampak kurus dan pucat. Ia membuka bibirnya yang sedikit gemetar mencoba berkomunikasi dengan Jisung untuk menstimulasi alam bawah sadarnya agar ia cepat bangun.

"Hari aku merasa mual lagi.. Anakmu sangat merepotkan" suara Chenle tercekat dan ia menghirup nafas dalam-dalam mencoba menenangkan diri.

"... Tidak bisakah kamu bangun sekarang dan bantu aku.. Marahi dia karena membuatku susah.. Kamu.. "

Tak tahan lagi ia menempelkan punggung tangan Jisung ke dahinya dan mulai terisak lagi. Berapa kali pun ia tetap tak bisa menahannya ia akan runtuh seketika.

Hembusan angin di luar begitu kencang dan dinginnya membekukan. Suaranya bergemuruh terdengar sampai ke dalam membuat Chenle tersentak menatap keluar.

Bagai salju yg mencair dan hangatnya mentari yang menyinari. Mata Chenle melebar seketika berbalik ke arah Jisung, ia menunduk menatap tangan Jisung menyentuh dan bergerak di telapak tangannya. Pupil di balik kelopak matanya bergerak menunjukan bahwa mata itu akan segera terbuka. Chenle antusias bergerak mendekat.

"Jisung?... Bisakah kamu mendengar ku?"

"..."

"Jisung... "

Perlahan namun pasti mata itu bergerak terbuka namun sedikit linglung. Senyum Chenle langsung cerah dan semua fokusnya terarah ke Jisung. Ia menunggu Jisung tersadar sepenuhnya sambil terus menekan tombol di atas ranjang untuk memanggil dokter.

🐭🐬🐭

Jisung menaikan posisi ranjang agar ia bisa bersandar kemudian menatap Chenle yang tengah duduk di samping ranjang rumah sakit sambil menunduk entah memikirkan apa.

Jisung masih sedikit kesulitan bergerak apalagi mengangkat tangannya, jadi hanya bisa menatap dalam diam juga berbicara seadanya.

"Chenle.. " panggil Jisung pelan. Untungnya ruangan itu sunyi jadi suara sekecil apapun pasti terdengar.

"...."

Tak ada tanggapan Jisung merasa berat di hatinya dengan mengumpulkan seluruh kekuatannya Jisung berusaha mengangkat tangannya ingin menyentuh wajah Chenle. Jemari kurus dan pucat itu gemetar di udara, terangkat sedikit demi sedikit tanpa menyerah. Mata Chenle melirik itu, menyaksikan kesulitan Jisung dan hatinya tenggelam. Segera air matanya jatuh dengan cepat menggenggam tangan itu untuk ia bawa ke samping pipinya. Tangan itu me jadi basah oleh air mata Chenle tapi Jisung tidak membencinya, raut wajahnya justru khawatir.

"Kenapa kamu menangis?" tanya Jisung dengan suara pelan, ibu jarinya yang kurus mengusap pipi yang tadinya bulat kini berubah tirus.

Chenle menggelengkan kepalanya masih terus menangis sambil menatap Jisung. Dalam hatinya penuh dengan keluhan dan kesedihan. Ia ingin mengadu pada Jisung saat ini namun hanya tangisan yg keluar.

Jisung tak tahan lagi kemudian merentangkan tangannya mengundang Chenle untuk masuk ke dalam pelukannya. Tanpa menunggu Chenle langsung menerjang tubuh lemah itu dengan pelukan erat. Meski Jisung merasa sedikit sakit di dadanya ia tetap mendekap Chenle dengan erat menutupi tubuh gemetarnya dengan kedua lengannya. Mengubur wajah sedihnya di dadanya yang masih kokoh. Jisung menghirup aroma tubuh Chenle dengan rakus. Ingin merasakan tubuh itu di sekitarnya, ingin membuat Chenle menempel padanya.

Ribuan kata ingin Jisung ucapkan. Memberitahunya, menjelaskan padanya, membujuknya dan menenangkannya. Dirinya ingin orang dalam pelukannya tenang, "Maaf" namun hanya itu yang bisa ia ucapkan sekarang.

🐭🐬🐭

Seminggu kemudian tubuh Jisung mulai membaik, tubuhnya bisa bergerak meski terbatas. Perlahan ototnya kembali bekerja, dengan terapi rutin ia bisa berjalan tanpa hambatan.

Pintu terbuka Chenle masuk dengan kantung makanan dari restoran kesukaan Jisung. Berjalan masuk Chenle tak bisa menemukan Jisung di kasur, ternyata lelaki itu tengah berdiri di dekat jendela dengan tatapan kosong. Pikiranya tidak di tempat sampai tak sadar seseorang masuk dan mendekat.

Sebuah tangan menyelinap ke pinggang nya membuat Jisung tersentak namun segera mengetahui siapa pemilik dari tangan itu.

"Kamu sedang memikirkan apa?"

"Banyak hal. Apa aku bebas? Apa aku bisa bersamamu lagi? Apa aku bisa menghadapi kehidupan baruku?"

Chenle terdiam ikut memikirkan apa yang di pikiran Jisung

Jisung melepaskan tangan Chenle lalu berbalik menghadap padanya. Tangan besarnya merangkul pinggang ramping itu, tangan satunya mengelus perut Chenle yang sedikit membuncit.

"Apa kamu mengalami mual lagi?"

"Tidak lagi. Semenjak kamu sadar, dia berhenti membuat ulah"

Jisung terkekeh lalu berlutut di depan perut Chenle, mengecup perut itu sekilas.

"Jadilah baik" bisik Jisung di dekat perut Chenle

Hati Chenle menghangat melihat pemandangan ini. Ini adalah rutinitas yg ia bayangan terjadi setiap hari, hari-hari damai tanpa masalah besar. Bibirnya tersenyum lebar lalu mengulurkan tangan untuk mengelus rambut Jisung yang masih berlutut.

".. Jika kamu baik, daddy akan mengunjungi mu nanti" lanjut Jisung berbicara pada janin yang belum terbentuk sempurna dengan nada jahil membuat pipi Chenle memerah dan tubuhnya kaku sejenak.

Melihat ini Jisung tertawa pelan mendongak untuk melihat wajah seperti apa yg tengah di buat oleh Chenle. Sekarang ia puas telah membuat Chenle bingung dan salah tingkah.

"Aku merindukan si kecil. Apa kamu mengijinkan ku untuk masuk dan berkunjung?"

Meski wajahnya sudah merah sempurna tapi Chenle tak bisa mempungkiri jika dia juga merindukan sentuhan Jisung. Chenle mengangguk memberinya izin.

Dalam sejekap Jisung berdiri menarik tubuh Chenle ke pelukannya lalu mendaratkan ciuman pada bibir Chenle. Awalnya itu adalah ciuman lembut berubah menuntut dan sedikit kasar. Keinginan Jisung tak bisa di bendung menguat di setiap detiknya, hasrat untuk orang di depannya membuncah seakan ingin tubuh mereka menyatu menjadi satu.

"Buka mulutmu" bisik Jisung di sela ciuman, suaranya berat dan nafasnya semakin cepat di penuhi keinginan.

Erangan demi erangan bergema di kamar VIP milik Jisung. Di ikuti suara cabul lainya atmosfer semakin panas, bau khas dari kegiatan mesum itu membuat keduanya kehilangan akal dan gila.

"Ah.. "

"Apakah ini nyaman? Kamu ingin lebih?" suara berat dengan sedikit serak menambah kesan seksi pada lelaki itu

Dengan malu-malu Chenle mengangguk membuat Jisung menyeringai puas, tangan besarnya mencengkram pantat bulat nan montok milik Chenle agar ia bisa masuk lebih dalam dan menggempur tubuh Chenle tanpa ampun.

"T-tungu.. Jisung AKH"

TBC

Ups gantung hehe 

akhirnya.. 1 chapter menuju ending... Semoga kalian tetap setia menunggu

Sampai jumpa sayang-sayangku

Rere

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dive Into You || JiChenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang