Bab 1

32 5 15
                                    

Rasanya seperti terbangun sehabis menandaskan beberapa botol alkohol.

Clem mengerang ketika kesadarannya perlahan kembali ke permukaan. Kelopak matanya terasa berat, kenyataan seolah menahannya untuk bangun. Saat dia hendak beringsut, kepalanya tiba-tiba berdenyut hebat, menimbulkan rasa sakit yang tidak menyenangkan. Rasa sakit itu mirip dengan migrain yang dideritanya hampir setiap minggu, membuatnya enggan bangun ataupun membuka mata. Selama beberapa saat, dia terdiam, mencoba mengingat apa yang terjadi.

Sebenarnya, apa yang sudah kulakukan?

Sejauh yang bisa gadis berambut merah bergelombang itu ingat, kemarin teman-temannya mengundangnya untuk menghadiri prom terakhir yang diselenggarakan sekolah sebelum mereka lulus. Sejujurnya, dia tidak terlalu suka pesta atau acara yang dipenuhi banyak orang seperti itu. Tapi teman-temannya yang gemar bersenang-senang memohon padanya dengan mata memelas, membuatnya tidak bisa menolak dan akhirnya memutuskan untuk ikut.

Sebuah dugaan terlintas di benak Clem. Mungkin saja mereka terlalu larut dalam kesenangan hingga meminum terlalu banyak alkohol, atau wine, atau jenis minuman enak apa pun yang mereka sediakan di sana, jadi dia tidak bisa mengingat apa-apa. Bukan satu atau dua kali teman-temannya melakukan hal tidak berguna seperti ini. Masa muda hanya sekali, katanya.

Clem menghirup udara yang dingin dalam-dalam. Dia dapat merasakan aroma unik hujan yang membasahi bumi di hidungnya yang perih serta sensasi lembap yang terasa di permukaan kulitnya yang kering. Dia seketika tersadar, tidak hanya kepalanya saja yang terasa buruk, tubuhnya pun terasa pegal seolah dia tidak bergerak dari posisinya selama beberapa jam. 

Sayangnya, pasrah di sini tidak akan membawanya ke mana pun. Dia harus pulang, menelan obat untuk meredakan rasa sakit, dan beralasan pada Dad kalau dia tidak pernah berniat untuk meminum alkohol sebanyak itu. Ya, rencana yang sempurna. Dad pasti akan mempercayainya.

Clem menggulingkan tubuh ke samping, bertelungkup. Tapi, yang dia rasakan dengan telapak tangan dan bagian depan tubuhnya bukanlah kasur yang empuk atau lantai marmer yang dingin, melainkan sesuatu dengan permukaan yang kasar, keras, dan tidak beraturan. Telapak tangannya terasa sakit saat menumpu berat tubuhnya. Selama ini, di mana dia tertidur?

Memaksakan diri, Clem membuka matanya yang terasa rapat bagai disatukan lem perekat.

Objek pertama yang terlihat tepat di hadapannya adalah tanah subur yang dipenuhi rumput hijau rimbun. Tanah itu melumuri jari-jarinya, menciptakan sensasi yang menggelikan tapi juga sejuk dan menjijikkan di saat yang bersamaan. Dia menunduk ke arah pakaian yang masih dikenakannya, gaun prom mahal berwarna merah marun itu kotor dan kusut, nyaris sobek.

Cepat-cepat Clem bangkit berdiri, tidak lucu kalau ada seseorang yang melihatnya pingsan di taman bagai orang hilang akal yang baru saja melarikan diri dari rumah sakit jiwa. Tidak hanya gaunnya, dia juga yakin kalau rambut panjangnya ikut berantakan, berbanding terbalik dengan penampilan rapi saat pertama kali dia turun dari mobil dan berjalan menuju hiruk-pikuk prom. Ditambah lagi, high heels-nya pun hilang entah kemana. Sekarang dia bertelanjang kaki. Hebat.

Clem mendongakkan kepala yang tidak lagi berdenyut, kemudian mengedarkan pandangannya yang sedikit buram untuk memperhatikan keadaan sekitar. Alangkah kagetnya dia begitu mendapati pohon-pohon raksasa yang menjulang tinggi puluhan meter di atas kepalanya.

"Di mana aku ...?" gumam Clem tanpa sadar. Suaranya serak, tenggorokannya kering.

Ternyata dugaannya salah. Dia tidak berada di taman, dia berada di hutan.

"Mungkin hutan kecil di pinggiran kota," lirihnya, harap-harap cemas.

Cahaya matahari menembus sebagian kecil celah dedaunan yang lebat, menciptakan bayangan gelap di tanah. Suara-suara alam yang entah datang dari mana terdengar di telinganya. Kicauan burung, hembusan angin, serta cabang pohon yang berderak. Di beberapa sudut, akar-akar kayu merambat bagai tentakel, menjerat tanah yang lembab. Beberapa bunga berkelopak kelam mekar dengan takut dan malu-malu, mencoba bertahan hidup di tengah alam liar.

Sink Your TeethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang