Bab 2

15 4 5
                                        

Meskipun Clem bukan tipe gadis yang mudah panik, siapa pun pasti akan merasa panik dalam situasi seperti ini. Saat ini, dia tidak tahu apakah dia harus bersyukur karena high heels-nya hilang atau tidak, tapi dia belum pernah berlari secepat ini sebelumnya, dan ternyata kakinya yang telanjang justru memudahkannya melewati hampir segala rintangan yang ada.

Dari balik pepohonan yang menjulang tinggi serta dedaunan yang berdesir tertiup angin, Clem dapat mendengar enam pasang kaki yang semakin menghentak tegas dan penuh tenaga di belakangnya. Suara langkah kaki itu menggema di udara, merangsang setiap jengkal dari rasa takut yang dimilikinya. Tidak hanya terdengar langkah kaki, ada pula beberapa geraman aneh yang lolos. Keenam orang itu menggeram seolah mereka berinsting liar dan sedang lapar.

Tidak ada waktu untuk berpikir. Gadis itu hanya tahu satu hal: dia harus lari.

Clem berlari secepat mungkin, kakinya menghantam tanah hutan yang lembek dan berlumpur. Tanah menyelip di sela-sela jari kaki, keringat bercucuran deras di dahi, dan matanya sedikit kabur. Tapi dia tidak peduli. Sensasi lengket sekaligus lelah yang dia rasakan hampir di sekujur tubuh tidak bisa menandingi rasa takut yang mencengkeram erat dadanya hingga sesak.

Langkah kaki sekelompok orang berpenutup mata itu semakin cepat, semakin mendekat dari arah belakang. Erangan itu terdengar kian jelas di telinga, membuat bulu kuduknya meremang.

Kumohon, ini pasti hanya mimpi. Pasti! batinnya dalam hati.

Clem sama sekali tidak mengerti kenapa mereka tiba-tiba mengejarnya, dia juga tidak habis pikir kenapa orang-orang itu berpenampilan aneh. Tapi fakta bahwa mereka masih bisa terus berlari menggunakan penutup mata membuat bulu kuduknya merinding. Bagaimana mungkin mereka tidak tersandung, sementara dirinya hampir terjatuh berkali-kali? Mereka pasti sudah lama terbiasa dengan seluk beluk hutan ini, dan mereka jelas bukan orang baik yang berniat membantunya---orang baik tidak akan mengejar seorang gadis yang tampak kebingungan di tengah hutan dengan gaun kotor penuh tanah seperti ini. Mereka pasti orang gila.

Mungkin mereka berusaha membunuhnya karena gadis itu tanpa sengaja masuk ke sebuah daerah terlarang. Atau mungkin mereka ingin membunuhnya hanya karena mereka bisa.

Layaknya seekor domba yang dikejar oleh kerumunan serigala lapar yang ingin menyantap setiap inci daging segarnya, Clem berlari secepat mungkin meskipun kakinya mulai lecet dan mati rasa. Sesungguhnya, dia tidak tahu ke mana harus pergi untuk meminta bantuan. Tidak ada waktu untuk memusingkan hal itu. Dia akan memikirkannya nanti, setelah nyawanya terjamin selamat. Yang paling penting sekarang adalah melarikan diri, pergi sejauh mungkin dari sekelompok orang aneh berpenutup mata merah yang mengejarnya bagai kesetanan.

"Apa!?"

Clem sontak menghentikan langkah kaki dan memekik histeris begitu sebuah anak panah menancap di batang pohon tua yang hanya berjarak beberapa sentimeter tepat di sebelah kepalanya. Melesat sedikit saja, mungkin yang menjadi korban adalah matanya. Dengan jantung yang bertalu-talu, dia menoleh ke arah belakang. Mata hazelnya melebar saat melihat keenam orang itu tidak hanya menggenggam busur, tapi juga pedang yang mengkilap di tangan.

Mereka benar-benar mencoba membunuhnya.

Clem berlari bagai tiada hari esok. Setiap kali dia merasakan panah meluncur di udara, dia menyembunyikan diri di balik pohon, berlindung dari serangan yang berdatangan lalu lanjut berlari. Dia tidak bisa berhenti berpikir kalau dia bisa mati kapan saja, dan sekarang hanya keberuntungan lah yang membuatnya tetap bertahan sejauh ini. Setiap detiknya, ketegangan yang dia rasakan semakin terasa menyesakkan di dada, membuatnya sulit bernapas.

Bruk!

Kakinya tiba-tiba tersandung sebuah akar besar yang merabat di tanah. Gadis berambut merah itu terhempas kuat ke depan, tubuhnya terjatuh dengan cukup keras ke atas tanah. Rasa sakit seketika menjalar di lututnya yang tergores serta telapak tangannya yang membentur tajamnya bebatuan. Clem mengutuk dirinya sendiri, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

Sink Your TeethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang