Seluruh mata memandang, yang bisa Clem lihat hanyalah pohon-pohon besar yang menjulang tinggi serta kabut yang mulai menyelip di antara celah paling kecil, mengaburkan penglihatan. Sudah berapa belas menit dia berjalan bersama seorang pria bertudung dan berpakaian serba hitam bernama aneh, Sleep, tapi dia tidak kunjung menemukan ujung dari pemandangan hutan yang mencekam di sekitarnya. Sebenarnya, seberapa besar hutan yang mengelilinginya itu?
Sleep, ternyata tipe orang---Clem tidak tahu harus menyebutnya orang atau makhluk---yang cukup pendiam, tidak banyak bicara. Sehabis menanyakan namanya, Sleep tidak mengatakan apa pun lagi. Sesekali dia berucap 'hati-hati', 'awas', atau 'menunduk'. Tapi hanya itu saja, tidak lebih. Dengan patuh, Clem mengikuti apa yang dia ucapkan. Dia berhati-hati ketika melangkahi tanah penuh batu, dia menunduk ketika harus melewati ranting-ranting yang menghalangi.
Tanah yang menggumpal di sela jari kakinya semakin bertambah buruk, rasanya sekarang tanah-tanah itu membentuk sepatu di kakinya. Rasa sakit di lututnya pun kembali terasa setiap kali dia menekukkan kaki untuk melangkah menerjang rintangan. Darah yang semula menetes kini perlahan mengering, membuat sensasi aneh di permukaan kulitnya seiring dia bergerak.
Hampir setiap waktu pandangan Clem lurus ke depan, tapi terkadang dia menoleh ke belakang. Sesekali dia melihat ke batang pohon, mencari simbol kepala rusa yang membuat perasaannya resah. Bayang-bayang tentang sekelompok orang gila berpenutup mata merah yang pernah mengejarnya masih menghantui dengan jelas. Bagaimana kalau selama dia berjalan, ada orang seperti mereka yang mengikutinya diam-diam? Bagaimana kalau ternyata dia masih diincar?
Berbagai pertanyaan 'bagaimana' terus bermunculan dalam benak dan tidak kunjung berhenti. Meskipun Sleep berjalan di depan, melindunginya bagai tameng, dan menggenggam tangannya lembut, Clem tidak bisa menghapuskan perasaan tidak menyenangkan yang masih menumpuk dalam hatinya. Bohong kalau dia bilang dia sedang baik-baik saja sekarang. Dia tidak baik-baik saja. Dia ingin pulang, dia merindukan Dad, terutama kasurnya yang hangat dan penuh boneka.
Sampai akhirnya, Sleep tiba-tiba menghentikan langkah kaki. Clem, yang semula menunduk dan memperhatikan lutut serta kakinya yang menyedihkan, sontak mendongak. Pria itu sempat memandang ke arahnya, tapi kemudian dia memalingkan kepala, melihat sesuatu di depannya.
"Di sini aku tinggal," ucap Sleep. Dengan hati-hati, dia melepaskan genggaman tangannya.
Clem tertegun saat dia merasakan kehangatan yang ada di tangannya hilang, udara yang dingin kembali menyelimuti. Tapi tidak perlu waktu baginya untuk mendongak dengan mata yang melebar, tidak berkedip memperhatikan bangunan yang berdiri menjulang di hadapannya.
Itu adalah sebuah rumah besar bertingkat dua dengan cat hitam yang tersembunyi di tengah lebatnya hutan, dikelilingi pohon dan semak liar. Modelnya tidak terlalu kuno, tapi juga tidak terlalu modern. Modelnya hampir sama seperti model rumah pada umumnya, hanya saja dengan sentuhan jaman dulu. Rumah besar itu tampak kokoh, terbuat dari kayu jati tua yang warnanya sudah memudar disertai pondasi berlumut, membuatnya terkesan dimakan usia. Ada sebuah tangga kayu pendek yang menuntun ke arah pintu, jendela-jendela besar dengan kaca buram dan tirai usang, serta lampu gantung yang sedikit retak di bagian depan. Di lantai dua, ada sebuah jendela berukuran lebih kecil yang tertutup rapat serta cerobong asap yang usang.
Sleep berjalan ke depan pintu dan mendorongnya terbuka. "Ikuti aku," katanya sambil melambaikan tangan, mengisyaratkan gadis itu untuk melangkah masuk bersamanya.
Clem mengangguk. Sehabis menggosokkan kakinya ke batu terdekat, dia berjalan mengikuti.
Begitu masuk ke dalam, dirinya langsung disambut oleh sebuah ruangan yang terasa suram. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mengamati satu per satu yang ada di sana. Ruangan itu hanya diterangi cahaya redup yang berasal perapian batu yang diapit oleh rak buku kayu tua di kedua sisinya. Rak buku tersebut tampak berantakan, barang-barang seperti buku setebal jari atau hiasan kecil yang masih tersimpan di sana jatuh dan tidak tersusun. Salah satu rak terlihat miring, beberapa kayu penyangganya rusak, mungkin rapuh atau rusak karena dimakan usia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sink Your Teeth
FantasíaClem, yang masih mengenakan gaun prom-nya, tiba-tiba terbangun di dunia yang tidak dia kenali. Begitu membuka mata, dia mendapati dirinya diburu oleh sebuah sekte gila yang mengincar nyawanya. Beruntung, seorang pria misterius berpenampilan serba hi...