Bab 3

327 55 21
                                    

"Laptop udah. Proposal udah. Maket proyek udah. Kartu nama udah. Apalagi ya?"

Arletta berdiri di tengah kamarnya yang super berantakan, memeriksa ulang semua barang yang perlu dibawanya untuk hari penting besok. Hari pertamanya sebagai Arsitek junior magang di perusahaan arsitek terkenal. Dia harus datang tepat waktu, terlihat rapi dan membawa semua persiapan dengan lengkap. Terlebih, dia tahu Zarra, senior di kantor itu, akan terus mengawasinya. Sejak hari pertama magang, Zarra dan geng-nya sudah menunjukkan ketidaksukaan terhadap Arletta.

"Ah!" seru Arletta, tiba-tiba teringat sesuatu. Dia berlari ke arah meja kerja kecilnya, mengeluarkan sketchbook yang tertinggal. "Nah ini dia, nggak boleh ketinggalan."

Arletta menghela napas lega, sejenak menatap langit-langit kamar. Dia bertekad untuk tidak memberi Zarra dan geng-nya alasan lagi untuk merendahkannya. Hari ini harus sempurna, pikirnya.

Cklek!

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Karel, kakaknya, berdiri di ambang pintu dengan wajah santai dan gaya khasnya—memasukkan kedua tangan ke saku celana.

"Gue mau ke luar, ya. Lo baik-baik aja di sini," katanya sambil mengamati Arletta yang tampak sibuk.

"Mau ke mana lo malem-malem gini?" tanya Arletta heran. Walau Karel sering ke luar malam, Arletta selalu penasaran tentang kegiatan kakaknya yang misterius.

"Ngelakuin hal yang biasa dilakuin cowok. Santai aja," jawab Karel sambil terkekeh, seolah kegiatan itu sangat normal dan wajar.

"Kayak lo cowok aja," ejek Arletta, tidak menahan tawa.

Karel tertawa kecil sambil melirik jam di pergelangan tangan, lalu mengangguk pada adiknya sebelum menutup pintu kamar dengan pelan.

Arletta hanya menggelengkan kepala, tersenyum kecil. Kakaknya memang suka pergi tanpa banyak penjelasan. Setelah itu, dia kembali fokus pada pikirannya tentang hari esok. Perusahaan tempatnya magang, Architectura One adalah salah satu firma arsitek terbesar di kota. Dia tahu, banyak tantangan yang menantinya, terutama dari Zarra, senior yang tidak suka padanya sejak hari pertama masuk.

***

Keesokan paginya, Arletta melangkah masuk ke gedung Architectura One dengan perasaan percaya diri. Meskipun masih pagi, ruangan kantor sudah mulai ramai. Desain modern dengan dinding kaca besar dan sentuhan kayu minimalis membuat kantor ini terasa terbuka dan profesional. Suara keyboard, mesin printer dan obrolan para karyawan memenuhi udara.

"Hai, Arletta!" sapa seorang rekan magang dari meja sebelah.

Arletta menoleh dan tersenyum tipis. Rekan itu adalah Kinara, satu-satunya teman dekatnya selama masa magang. "Pagi, Kinara."

Saat hendak duduk di meja kerjanya, Arletta mendengar suara lain dari belakang. "Eh, lo bener adeknya Karel, ya?" Suara cowok dari departemen marketing yang kebetulan melewati ruangan itu, terdengar penasaran.

Arletta mengangguk tanpa banyak bicara, meskipun di dalam hatinya bertanya-tanya mengapa Karel begitu dikenal di kalangan orang-orang ini. Namun, dia tidak mau lama-lama menghabiskan waktu untuk basa-basi.

"Gue duluan ya, banyak kerjaan," katanya sambil beranjak ke workstation-nya, menyiapkan laptop dan file-file penting untuk presentasi hari itu.

BRAK!

Langkah Arletta terhenti. Tubuhnya terhuyung ke belakang saat seseorang menabraknya dengan cukup keras. Begitu mengangkat kepala, wajah datar Elang, seniornya yang terkenal dingin dan jarang tersenyum, sudah menatapnya tajam.

"Jalan tuh liat ke depan, bukan ke bawah," tegur Elang dengan nada rendah, matanya menelusuri wajah Arletta yang tampak terkejut.

Arletta merasakan amarahnya mulai naik. Pagi-pagi begini, sudah ada saja yang membuat mood-nya jelek. "Lo tuh ya, bukannya minta maaf udah nabrak gue," balas Arletta sinis.

Tentang Rasa (Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang