Bab 4

161 37 3
                                    

Suasana ruangan terasa lega, namun tidak sepenuhnya menyenangkan bagi para pekerja magang. Sebagai magang baru, mereka harus menyelesaikan tugas akhir—mendapatkan tanda tangan dari setiap arsitek senior. Masalahnya, tanda tangan tidak akan diberikan dengan mudah. Ada saja hal yang harus dilakukan untuk mendapatkannya. Jika kurang satu tanda tangan, konsekuensinya adalah mengulang program magang di tahun berikutnya.

Arletta duduk di meja kerjanya, melirik Kinara yang duduk di sebelahnya. "Udah dapet berapa tanda tangan, Ra?"

Kinara yang sedang mengistirahatkan tangannya dari menulis, mengeluh lemas. "Baru sembilan, lo sendiri?"

"Baru tujuh," jawab Arletta sambil tersenyum miris. Dia tahu betapa melelahkannya tugas ini.

"Gue udah capek banget. Senior-senior itu bikin kita kelimpungan," tambah Kinara. "Tapi gue takut banget kalau harus minta tanda tangan Zarra."

Arletta mengangguk pelan. Zarra adalah salah satu senior yang selalu mencari masalah dengannya. "Gue sih bukan takut, tapi males aja. Dia suka berasa kayak artis besar."

Kinara tertawa kecil, ia tahu betul apa yang dimaksud Arletta. Zarra memang selalu punya alasan untuk mempersulit hidup Arletta, meski tanpa sebab yang jelas. Semua ini bukan pertama kalinya terjadi.

"Kalo tanda tangan Elang, gue yakin lo pasti lebih mau minta, deh. Gimana? Kan dia selalu jadi pahlawan buat lo," goda Kinara dengan senyuman nakal.

Arletta tertawa getir. "Justru Elang yang paling gue hindari sekarang. Feeling gue nggak enak hari ini."

"Kenapa?"

Arletta mengangkat bahunya, tidak mau terlalu memikirkan firasat aneh itu.

Kinara mendesah panjang. "Elang itu ganteng, Let. Aura dinginnya bikin orang ngeri, tapi malah makin bikin penasaran. Lo bener-bener nggak tertarik?"

Arletta hanya memutar mata. "Cowok kayak gitu lo puji-puji, yang ada dia malah makin nyebelin."

Kinara tersenyum penuh arti. "Nanti kebalik, lo malah suka beneran."

Arletta berdiri dan menggelengkan kepala. "Gue nggak tertarik topik itu. Itu cuma cerita di sinetron atau novel percintaan lo."

Dengan langkah cepat, Arletta berjalan menuju area tengah kantor, melewati meja-meja rekan magang lainnya. Dia harus segera menemukan para senior untuk menyelesaikan tugas tanda tangan ini sebelum hari berakhir.

Kinara mengekor di belakang Arletta, masih dengan rasa penasaran yang belum terpuaskan. Mereka berdua mulai berjalan menyusuri setiap sudut kantor, berharap menemukan para arsitek senior yang mungkin sedang bersembunyi di ruangan kerja mereka. Biasanya, senior yang menghindar justru yang paling mudah memberikan tanda tangan.

"Lo denger suara itu?" tanya Kinara tiba-tiba, menghentikan langkahnya di depan ruangan arsip. Suara-suara aneh terdengar samar dari balik pintu kayu.

Arletta berhenti dan memasang telinga. Suara tersebut terdengar seperti suara desahan, membuat keningnya berkerut heran. "Apaan sih?" gumam Arletta sambil mencoba mengintip ke balik pintu.

Kinara mendadak pucat. "Jangan-jangan ini hantu di kantor," bisiknya sebelum berlari pergi meninggalkan Arletta sendirian di depan pintu.

Arletta yang kini sendirian, merasa penasaran. Dia memutar gagang pintu dan membukanya perlahan.

Saat masuk, Arletta kaget melihat dua orang berdiri di pojok ruangan arsip. Sosok itu adalah Elang dan Zarra, yang tampaknya sedang terlibat percakapan sengit. Tubuh Elang membelakangi Arletta, sehingga tudak langsung terlihat siapa lawan bicaranya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang Rasa (Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang