Arunika: Penghargaan Ayah Bunda

206 29 5
                                    

⋆⋆⋆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Swara terlihat rapi dengan setelah kaos jersey berwarna biru dan rok putih selutut. Dia sedang berdiri di sisi pintu ruang tamu, menunggu orang tuanya yang masih bersiap. Hari ini mereka akan mendatangi pertandingan si sulung. Netranya masih terpaku pada pesan singkat yang dikirim untuk kakak keduanya, mengela nafas kecil ketika menyadari sudah satu jam lamanya pesan itu tidak kunjung mendapat jawaban.

"AYAH BUNDA AYO BERANGKAT, NANTI KITA TERLAMBAT," teriakannya menggema ke seluruh sisi rumah. Mereka berencana berangkat pukul satu, sedangkan sekarang sudah hampir setengah dua. Tadi sang bunda sedikit terlambat karena beberapa urusan di rumah sakit yang belum usai.

Terdengar langkah kaki terburu dari balik tangga, sang ayah muncul setelah beberapa menit berada di alam ruang penyimpanan. Ditangannya sudah terdapat kamera kesayangannya, yang entah bagaimana ada di dalam sana. Kamera itu tidak boleh tertinggal saat ada ada momentum berharga.

"Akhirnya kamera ayah ketemu juga," ucap Dana sembari berjalan menuju putri bungsunya. Melihat ke atas, sepertinya istrinya masih bersiap.

"Lagian ayah bisa-bisanya lupa taruh kameranya dimana. Ini bunda lama banget sih, nanti kita engga dapat duduk di depan kalau terlambat." Dana terkekeh melihat putrinya yang tampak kesal dengan pipi yang menggembung lucu. Netranya tidak sengaja melirik pada layar ponsel di tangan putrinya yang belum padam.

"Kak Nala belum balas pesannya?"

"Iya, mungkin kakak masih sibuk. Tapi kegiatan apa sih yang lebih penting dibanding perlombaan Kak Aru? Padahal ini momentumnya." Dana mengusap surai legam putri bungsunya. Sepertinya Swara marah-marah bukan karena keterlambatannya dan Bunga, tetapi karena menginginkan kehadiran kakak keduanya.

"Mungkin kegiatannya udah diumumkan lebih dulu dibanding Kak aru yang baru kasih tau satu minggu yang lalu Dek." Terlihat sang bunda menuruni tangga, membalas ucapan si bungsu yang masih menujukkan raut muka cemberutnya.

"Memang kegiatannya apa sih?"

Bunga saling menatap dengan Dana yang juga menunggu jawabannya. "Bunda lupa deh, nanti kita tanya waktu Kak Nala pulang ya?" Yang kemudian diangguki oleh Swara.

"Nah, udah siap kan. Yuk berangkat kesayangan ayah!"

୨———୧


Sorakan sorai dan tepuk tangan terdengar dari seluruh sisi penjuru lapangan ketika panah terakhir menembak tepat pada titik tengah. Poin bertambah 10, yang mana kemenangan dapat diraihnya. Wasit memberi tanda bahwa pertandingan sudah selesai, kedua pemain di area saling memberi penghormatan.

Arunika berjalan ke area tunggu, meletakkan busurnya di sana. Netranya mengedar ke area penonton, senyuman kecil muncul di rupanya. Menemukan kedua orang tua serta si bungsu yang melambaikan tangan ke arahnya. Sang ayah terlihat memegang kamera dengan kacamata yang bertengger di hidungnya, sang bunda yang tampil sederhana tidak mau kalah mengeluarkan ponsel miliknya. Sedangkan si bungsu tampak penuh semangat mengangkat balon tangan dengan namanya.

Segitiga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang