01

178 34 15
                                    

⋆⋆⋆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Bel pulang telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Para siswa berhamburan keluar dari kelas, memenuhi lorong-lorong dengan suara riuh canda tawa dan obrolan. Langit sore memancarkan sinar keemasan, mewarnai halaman sekolah yang mulai ramai. Sepertinya hari ini tidak akan turun hujan, hanya saja semilir angin bertiup sedikit kencang, menggoyang pepohonan.

Diantara keramaian ada Swara yang sedang berjalan menuju ke gapura depan. Membelah lautan siswa yang terburu ingin pergi dari sana, entah kemana tujuannya. Langkah kakinya terasa berat, bahkan raut mukanya terlihat begitu suram. Lagi-lagi dia pulang sendiri hari ini — sama seperti hari-hari sebelumnya. Pranala yang awalnya sudah berjanji untuk pulang bersama ternyata berakhir mengingkari.

 Pranala yang awalnya sudah berjanji untuk pulang bersama ternyata berakhir mengingkari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat sudah sampai di dekat gerbang, Swara mendengar seruan namanya. Terlihat Pranala sedang berlari ke arahnya, sedikit senyum muncul di bibir Swara. Dia berfikir mungkin saja kakaknya tidak jadi latihan dan bisa pulang bersamanya. Ketika Pranala semakin dekat, antusiasnya juga meningkat. Namun semua itu pupus saat melihat Pranala menyerahkan payung biru miliknya.

"Adek hari ini pulang naik taksi aja ya. Pakai uang kakak, sebagai gantinya ngga bisa pulang sama kamu. Terus payungnya kamu bawa, buat jaga-jaga nanti kalau hujan." Swara menatap datar kakak keduanya itu. Tangannya tidak berniat menerima yang diberikan.

Pranala mengerti arti tatapan si bungsu. Namun mau bagaimana lagi, dia juga tidak bisa menolak permintaan sang guru. Dia memilih langsung menarik tangan si bungsu agar memegang payung serta memasukkan uang ke dalam saku Swara. Setelahnya ia bergerak mengusap pipi bulat adik bungsunya, menatapnya dengan penuh penyesalan. "Kakak sungguhan minta maaf Ra, besok kakak janji kita pulang bersama."

"Ngga usah janji lagi, lagian kakak akhirnya cuma ngingkarin." Pranala seketika terdiam, hingga terdengar sebuah panggilan yang diperuntukkan untuknya mengalihkan perhatian keduanya.

"NALA AYOK! Udah ditunggu Bu Sarah."

Swara langsung memilih pergi dari hadapan Pranala tanpa mengucap kata. Pranala yang awalnya berniat menahan, memilih tetap terdiam. Perasaannya sungguh tidak nyaman, lagi-lagi dia mengecewakan adiknya. "Nala ayo!" Lagi-lagi panggilan itu menariknya.

Segitiga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang