2

10 4 0
                                    

Matahari terbenam di balik gedung-gedung tinggi, menandakan bahwa malam akan segera tiba. Laut Alvarez  berdiri di luar garasi kecil yang terletak di belakang rumah, melihat mobil balap klasik yang menjadi kebanggaannya. Mobil itu, sebuah Ford Mustang berwarna merah dengan cat yang sedikit pudar, adalah hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun.

Setiap goresan dan dent yang ada di bodi mobil adalah cerita, dan setiap detik yang dihabiskan bersamanya adalah momen berharga.

Sore itu, Laut tidak hanya bekerja pada mobilnya, tetapi juga merasakan kerinduan yang mendalam untuk balapan. Ketika suara mesin yang meraung dari kejauhan terdengar semakin dekat, jantungnya berdebar.

Dia tahu, malam ini ada balapan di sirkuit ilegal, dan dia ingin sekali menjadi bagian darinya. Namun, bayang-bayang keluarganya dan tanggung jawab yang diberikan ayahnya membuatnya ragu.

Tiba-tiba, suara derap langkah kaki menghampirinya. Laut menoleh dan melihat Raka mendekat, wajahnya tampak serius. “Laut, kamu harus berhati-hati. Ayah tidak ingin kamu terlibat dalam balapan malam ini,” kata Raka, nada suaranya tegas.

“Aku tidak ingin terjebak dalam urusan mafia, Raka. Aku hanya ingin merasakan kebebasan, merasakan adrenalin saat balapan!” jawab Laut dengan semangat, meski ada rasa takut di dalam hatinya.

“Ini bukan tentang kebebasan, adikku. Ini tentang keluarga. Kita tidak bisa menunjukkan kelemahan di hadapan musuh,” Raka menjelaskan, tetapi Laut bisa melihat bahwa kakaknya sendiri merasa tertekan.

Mereka berbicara sebentar sebelum Raka memutuskan untuk pergi. Laut kembali ke mobilnya, merasakan kemarahan dan kekecewaan. Sambil mengusap kap mobilnya yang dingin, ia bertekad untuk pergi ke balapan malam ini, terlepas dari peringatan Raka.

Saat malam tiba, Laut mengenakan jaket kulitnya dan melangkah keluar dari rumah dengan hati-hati. Dia tahu ayahnya tidak akan senang jika tahu dia pergi, tetapi dia merasa harus melakukannya. Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya dalam bayang-bayang keluarga yang selalu menuntut.

Sesampainya di lokasi balapan, Laut terpesona oleh suasana di sekelilingnya. Lampu-lampu neon berkilauan, dan suara mesin balap mengisi udara. Kerumunan orang berkumpul, meneriakkan nama-nama pembalap, dan suasana terasa elektrik. Laut merasakan getaran di dalam tubuhnya, perasaan yang tidak pernah dia alami sebelumnya.

Ketika dia berjalan lebih jauh, matanya tertuju pada seorang gadis yang sedang berdiri di dekat mobil balap. Gadis itu memiliki rambut panjang berwarna cokelat, dan wajahnya yang cantik terlihat percaya diri. Laut tidak bisa mengambil matahari dari gadis itu, seolah ada magnet yang menariknya. Dia tahu dia harus mengenalnya.

Dengan langkah ragu, Laut mendekati gadis itu. “Hai, aku Laut,” katanya, berusaha terdengar santai meskipun hatinya berdebar.

“Laut? Nama yang menarik. Aku Sofia,” jawab gadis itu dengan senyuman manis. “Kamu datang untuk balapan?”

“Ya, aku ingin mencoba. Tapi ini pertama kalinya aku,” Laut mengakui, sedikit gugup.

Sofia mengamati Laut dengan seksama. “Kamu terlihat seperti seseorang yang memiliki semangat. Jangan khawatir, semua orang di sini juga pernah merasakan hal yang sama.” Dia menunjuk ke arah mobilnya yang berwarna biru dengan stiker balap yang mencolok. “Ini mobilku. Siap untuk balapan malam ini.”

Laut tidak bisa menahan senyumnya. “Keren! Mobilmu terlihat hebat. Apa kamu sering balapan?”

“Cukup sering. Tapi ingat, balapan bukan hanya tentang kecepatan. Ini juga tentang keberanian dan kepercayaan diri,” jawab Sofia, nada suaranya penuh semangat.

Mereka berbincang lebih lanjut, dan Laut merasa nyaman berada di samping Sofia. Dia menyukai cara gadis itu berbicara tentang balapan dan hidupnya. Sofia memiliki semangat yang sama, keinginan untuk bebas dan berjuang melawan batasan yang ada. Mereka bercerita tentang mimpi dan harapan masing-masing, dan Laut merasa seolah dia telah menemukan seseorang yang mengerti dirinya.

Tiba-tiba, suara teriakan dari kerumunan membuat mereka berdua menoleh. Balapan pertama malam itu akan segera dimulai. Laut merasakan adrenalin mengalir dalam tubuhnya. “Aku harus ikut,” katanya, penuh semangat.

“Bersiaplah, kamu pasti bisa! Tapi ingat, jangan biarkan siapapun menghalangimu,” jawab Sofia, memberi semangat padanya.

Laut melangkah ke arah mobilnya, merasakan campuran antara ketakutan dan kegembiraan. Dia memasuki mobil balapnya, menyalakan mesin, dan mendengar suara deru yang membuatnya bersemangat. Saat dia menuju garis start, dia melihat Sofia melambai, memberikan dukungan yang sangat dia butuhkan.

Ketika balapan dimulai, Laut merasa seolah dunia berputar lebih cepat. Dia membalap dengan penuh semangat, melawan angin yang menerpa wajahnya dan suara sorakan penonton yang menggema. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, merasakan setiap detik yang berlalu. Dalam momen itu, dia merasa bebas, terlepas dari semua beban yang ada di pundaknya.

Namun, saat dia melintasi garis finish, sesuatu yang tak terduga terjadi. Mobilnya terhenti mendadak, dan Laut melihat seorang pria mendekat, wajahnya tampak familiar. Itu adalah Tito, rivalnya, dan wajahnya menunjukkan ekspresi yang tidak ramah.

“Apa yang kamu lakukan di sini, Laut? Ini bukan tempat untuk anak-anak seperti kamu,” katanya dengan nada mengejek, membuat Laut merasakan ketegangan di udara.

“Siapa yang bilang aku tidak bisa?” Laut menjawab, berusaha menunjukkan keberanian meskipun hatinya bergetar.

Tito tertawa sinis. “Keluarga kamu mungkin berkuasa, tetapi kamu tidak akan pernah bisa mengalahkanku. Keluarga kita adalah musuh, dan aku akan memastikan kamu tahu tempatmu.”

Dengan perasaan marah dan frustrasi, Laut menyadari bahwa balapan ini bukan hanya tentang kecepatan, tetapi juga tentang melawan stigma dan ekspektasi yang dibebankan kepadanya. Dia tidak akan membiarkan Tito atau siapapun menghalangi jalannya.

Malam itu, Laut meninggalkan sirkuit dengan perasaan campur aduk. Dia baru saja merasakan kebebasan yang luar biasa, tetapi juga menyadari bahwa jalan di depannya tidak akan mudah. Dalam hati, dia tahu bahwa pertemuan dengan Sofia adalah awal dari sesuatu yang lebih besar, dan dia bertekad untuk tidak menyerah pada impiannya.

Setelah malam yang penuh dengan ketegangan dan semangat, Laut berjanji pada dirinya sendiri: dia akan terus berjuang, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk membuktikan kepada semua orang, termasuk Tito, bahwa dia bisa menjadi lebih dari sekadar anak dari keluarga Alvarez.

LAUT ALVAREZ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang