Pagi itu, Laut terbangun dengan perasaan campur aduk. Sebuah mimpi indah tentang balapan dan kebebasan terlintas di dalam benaknya, tetapi kenyataan yang menanti di luar kamarnya terasa berat. Dia mengingat kembali pertemuannya dengan Sofia dan balapan malam sebelumnya, tetapi bayang-bayang Tito dan tekanan dari keluarganya membuatnya merasa terjebak.
Setelah berbenah diri, Laut melangkah keluar dari kamarnya. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara, dan suara percakapan mengalun dari ruang makan. Dia tahu bahwa Raka dan ayah mereka sudah menunggu di meja. Dengan langkah ragu, Laut menuju ke sana, berusaha menyiapkan mental untuk apa yang akan terjadi.
“Selamat pagi, Laut,” sapa Maria, ibu mereka, sambil tersenyum. Wajahnya yang lembut selalu menjadi sumber ketenangan dalam keluarga yang penuh dengan ketegangan ini. Maria adalah wanita yang selalu berusaha menjaga keharmonisan dalam keluarga, meskipun di tengah badai yang mengelilingi mereka.
“Pagi, Bu,” jawab Laut, berusaha terdengar ceria. Dia duduk di meja, melihat Raka yang sudah menyiapkan sarapan. Namun, wajah kakaknya tampak serius, seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
“Laut, kita perlu berbicara,” kata Raka, menghentikan sendoknya di tengah jalan. Laut merasakan ketegangan di udara. “Ayah ingin kita berbicara tentang musuh keluarga kita.”
“Apa itu penting?” tanya Laut, berusaha menyembunyikan rasa enggan. Dia tidak ingin berbicara tentang urusan mafia atau musuh, terutama setelah malam yang menyenangkan dan menjanjikan yang baru saja dia alami.
“Ini penting. Kita perlu bersiap. Musuh kita sudah mulai bergerak, dan kita tidak bisa membiarkan mereka mengambil alih. Ayah berharap kamu bisa bersikap lebih bertanggung jawab,” jawab Raka, nadanya tegas.
Don Rafael, yang duduk di ujung meja, mengangguk. “Keluarga adalah segalanya, Laut. Kamu perlu memahami bahwa setiap keputusan yang kita ambil akan mempengaruhi masa depan kita. Kami semua memiliki peran dalam keluarga ini.”
Laut terdiam, merasakan beban di pundaknya. Dia ingin berteriak, ingin mengungkapkan bahwa hidupnya bukan hanya tentang menjalani warisan keluarga. Dia ingin menjadi dirinya sendiri, mengejar impian dan kebebasan yang selama ini dia inginkan. Namun, dia tahu, melawan ayahnya bukanlah pilihan yang bijaksana.
“Baik, Ayah. Aku akan berusaha,” jawab Laut dengan suara pelan. Meskipun dia tidak sepenuhnya setuju, dia tahu bahwa dia tidak bisa melawan. Dia harus menemukan cara untuk menjalani dua dunia yang berbeda — dunia mafia keluarganya dan dunia balap yang dia impikan.
Setelah sarapan, Laut memutuskan untuk pergi ke garasi. Dia perlu merenung dan meresapi semua yang baru saja dibicarakan. Mobil balapnya menunggu, dan dia merasa terhubung dengan mesin itu lebih dari apapun. Di dalam garasi yang dingin, Laut mulai mengecek mesin, membersihkan beberapa bagian, dan merasakan ketenangan yang dia butuhkan.
Sofia tiba-tiba muncul di pikirannya. Senyum dan semangatnya membuat Laut merasa ada harapan. Dia ingin berbagi pemikiran dan perasaannya dengan Sofia. Dia tahu bahwa gadis itu juga merasakan tekanan dari keluarganya, dan mungkin mereka bisa saling mendukung.
Setelah beberapa jam di garasi, Laut akhirnya memutuskan untuk menghubungi Sofia. Dia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan:
> “Hai Sofia! Apa kamu ada waktu untuk bertemu? Aku ingin berbicara.”
Tak lama kemudian, pesan balasan dari Sofia masuk:
> “Tentu! Kita bisa ketemu di kafe dekat sirkuit. Jam 3?”
Laut merasa senang dan bersemangat. Dia merapikan diri, mengenakan kaos favoritnya dan celana jeans. Berharap pertemuan ini bisa memberi sedikit pelarian dari semua tekanan yang ada.
Ketika Laut tiba di kafe, suasana di dalam terasa hangat dan ramai. Dia melihat Sofia sudah menunggu di sudut, mengaduk kopi sambil tersenyum. Laut merasa hatinya berdebar ketika melihatnya. Sofia selalu memiliki aura positif yang membuatnya merasa nyaman.
“Hai, Laut! Senang kamu datang,” sapa Sofia ceria.
“Hai, Sofia. Terima kasih sudah mau bertemu. Aku butuh seseorang untuk diajak bicara,” Laut menjawab, merasa beban di pundak sedikit berkurang.
Mereka duduk dan memulai percakapan. Laut menceritakan tentang tekanan yang dia rasakan dari keluarga, terutama dari ayahnya dan harapan yang dibebankan padanya. Sofia mendengarkan dengan seksama, sesekali memberikan komentar dan saran.
“Aku mengerti perasaanmu. Keluargaku juga mengharapkan banyak hal dariku, terutama ketika datang ke balapan. Tapi aku percaya, kita punya hak untuk menentukan jalan hidup kita sendiri,” kata Sofia, wajahnya serius namun penuh pengertian.
“Aku ingin melakukannya, Sofia. Aku ingin balapan, merasakan kebebasan. Tapi aku merasa terjebak,” Laut mengungkapkan perasaannya dengan tulus.
“Jangan menyerah, Laut. Kamu bisa melakukan keduanya. Kamu bisa menghormati keluargamu dan tetap mengejar impianmu. Mungkin kamu bisa membuktikan pada mereka bahwa kamu mampu,” Sofia memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan oleh Laut.
Percakapan mereka berlanjut, dan Laut merasa semangatnya kembali menyala. Sofia tidak hanya menjadi teman, tetapi juga sumber inspirasi. Mereka berbagi impian, harapan, dan ketakutan masing-masing, dan Laut merasa terhubung dengan gadis itu lebih dari sebelumnya.
Setelah beberapa jam, Laut pamit dan kembali ke rumah. Namun, kali ini, dia merasa lebih kuat dan lebih yakin. Pertemuan dengan Sofia memberinya harapan dan keinginan untuk tidak menyerah. Dia tahu, meskipun jalan yang dia pilih tidak akan mudah, dia tidak akan melakukannya sendirian.
Sesampainya di rumah, Laut merasakan ketegangan di udara. Raka dan Don Rafael sedang terlibat dalam diskusi serius. Laut menahan napas dan mendengarkan.
“Aku sudah bilang, kita perlu mempersiapkan diri. Mereka tidak akan berhenti hingga kita hancur,” suara Don Rafael terdengar tegas.
“Dan aku bilang, kita perlu bertindak cepat. Tapi kita juga perlu melindungi Laut. Dia masih terlalu muda untuk terlibat dalam semua ini,” Raka menjawab, nada suaranya menunjukkan kekhawatiran.
Laut merasa tersentuh. Kakaknya berjuang untuk melindunginya, tetapi dia juga tahu bahwa Raka tidak bisa menghalangi nasib yang sudah ditentukan. Dia bertekad untuk menunjukkan kepada keluarganya bahwa dia bisa menjadi bagian dari mereka tanpa kehilangan mimpinya.
Ketika malam tiba, Laut berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit dengan penuh harapan. Dia tahu bahwa perjalanan ini akan penuh dengan tantangan, tetapi dia tidak akan mundur. Dia akan berjuang untuk dirinya sendiri, untuk mimpinya, dan untuk orang-orang yang dia cintai.
Dengan tekad baru dan semangat yang menggebu, Laut berjanji pada dirinya sendiri: dia akan menemukan jalannya, meskipun itu berarti menghadapi tekanan dari keluarganya dan melawan semua rintangan yang ada di depannya. Dia akan menjadi Laut Alvarez Monic yang dia inginkan, dan tidak ada yang bisa menghentikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUT ALVAREZ
Teen FictionDi tengah gemuruh mesin balap dan hiruk-pikuk dunia mafia, Laut Alvarez berjuang untuk menemukan identitasnya. Sebagai anak bungsu dari keluarga Alvarez yang terkenal, Laut terjebak di antara harapan keluarganya untuk menjadi pemimpin mafia dan has...