Chapter 1

3 0 0
                                    

**Bab 1: Kegelapan di Rumah Cho**

---

Malam itu, hujan turun dengan deras di kota Seoul, menambah kesuraman suasana di rumah keluarga Cho. Langit yang gelap di luar jendela besar rumah tersebut seolah mencerminkan ketegangan yang menyelimuti setiap sudut rumah. Di dalam kamar tidur Kyuhyun, suara detak jam dinding yang monoton dan lembut bergema, seolah mengingatkan setiap orang akan waktu yang terus berlalu, tetapi tidak untuk Kyuhyun.

Kyuhyun, terbaring di atas ranjangnya yang dikelilingi oleh bantal-bantal lembut, menatap langit-langit kamar dengan mata kosong. Pipa-pipa kecil dari alat bantu pernapasan terhubung ke hidungnya, mengeluarkan suara hening setiap kali udara berhembus. Sekilas, terlihat sebuah ukulele kecil yang terletak di samping ranjangnya—hadiah dari ibunya yang kini menjadi satu-satunya pelarian dari kegelapan yang menyelimutinya.

Di luar kamar, di ruang keluarga yang luas, suasana menjadi lebih mencekam. Jungsoo, si sulung, duduk di sofa dengan tatapan yang jauh. Ada kemarahan yang tersembunyi di balik matanya, dan raut wajahnya menunjukkan betapa lelahnya ia menghadapi konflik yang tak berkesudahan dalam keluarga mereka. Setiap kali suara hujan membasahi atap rumah, rasa frustrasinya tampak semakin memuncak.

Siwon, yang baru saja pulang dari universitas, mencoba untuk mencari ketenangan di ruang tamu. Ia duduk dengan teliti, membaca buku teks kedokteran yang tampaknya tidak dapat mengalihkan pikirannya dari kenyataan pahit di rumah. Meski berusaha untuk profesional, keputusasaannya terhadap kondisi Kyuhyun tidak bisa disembunyikan. Ia memandang ibu mereka, yang duduk di sudut ruang tamu dengan ekspresi kaku.

Ibu mereka, yang dulunya penuh kasih, kini tampak jauh dan dingin. Raut wajahnya mencerminkan ketidaksenangan yang mendalam terhadap Kyuhyun. Setiap kali ia memikirkan anak bungsunya, kemarahan dan rasa frustrasinya semakin memuncak. Pada malam itu, dia hanya duduk diam, matanya kosong dan penuh kebencian, mengingat semua harapan dan impian yang hancur akibat penyakit Kyuhyun.

Donghae, dengan rambut yang sedikit berantakan dan mata yang tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, berdiri di dekat pintu kamar Kyuhyun. Ia memerhatikan Kyuhyun yang terbaring lemah, berusaha menenangkan adiknya dengan senyum lembut dan kata-kata yang penuh kasih sayang. Donghae berusaha keras untuk mengabaikan ketegangan yang ada di luar kamar, fokus sepenuhnya pada Kyuhyun yang berusaha keras untuk tetap tegar.

Ketika waktu berlalu, ketegangan di rumah semakin terasa. Konflik internal antara anggota keluarga semakin mencuat, masing-masing dengan cara mereka sendiri. Suasana malam yang dingin dan hujan yang terus mengguyur menjadi saksi bisu dari perpecahan dan penderitaan yang menyelimuti keluarga Cho.

Ketika jam berdentang menunjukkan pukul dua belas malam, Kyuhyun akhirnya memejamkan matanya, berusaha melawan rasa sakit dan keputusasaannya. Di luar, suara hujan masih terdengar, seolah menghibur Kyuhyun dengan nada lembut yang penuh harapan. Meskipun kegelapan yang menyelimuti malam terasa begitu mendalam, Kyuhyun hanya bisa berharap bahwa suatu hari nanti, cahaya akan kembali menerangi hidupnya dan keluarganya.

---

Kyuhyun melangkah pelan-pelan keluar dari kamarnya, berhati-hati agar tidak mengganggu ketenangan malam. Tubuhnya yang lemah terasa semakin berat, tetapi dia tetap memaksa dirinya untuk turun ke dapur. Tenggorokannya kering, dan dia merasa perlu minum air untuk meredakan rasa sesak di dadanya. Setiap langkah yang diambilnya terdengar seperti gema di lorong rumah yang sepi, menambah kesunyian yang melingkupi rumah besar itu.

Saat Kyuhyun tiba di dapur yang remang-remang, dia melihat sekilas bayangan ibunya di ruang tamu. Dia berhenti sejenak, berharap ibunya tidak menyadari kehadirannya. Namun, nasib tampaknya tidak berpihak padanya malam itu. Nyonya Cho, yang sedari tadi duduk dengan perasaan tidak menentu, mendongak dan melihat sosok Kyuhyun yang berdiri canggung di ambang pintu dapur.

Tatapan dingin dan penuh kebencian segera terpancar dari mata Nyonya Cho. Dia bangkit dari tempat duduknya, menghampiri Kyuhyun dengan langkah cepat dan tegas. Kyuhyun, yang menyadari kedatangan ibunya, merasakan dadanya semakin sesak, bukan hanya karena penyakitnya, tetapi juga karena rasa takut dan sedih yang menguasai hatinya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" suara Nyonya Cho terdengar tajam, menggema di ruangan yang hening. "Mengapa kau tidak tetap di kamar saja? Selalu saja kau membuat masalah!"

Kyuhyun menundukkan kepala, tangan gemetar saat mencoba meraih gelas untuk mengisi air dari dispenser. "Saya hanya ingin minum, eomma," jawabnya pelan, suaranya hampir tenggelam dalam ketakutan.

"Minum?" Nyonya Cho mendengus sinis. "Hanya itu yang kau lakukan, menghabiskan segala sesuatu di rumah ini. Kau hanya tahu bagaimana menjadi beban. Kau bahkan tidak bisa membiarkan kami hidup dengan tenang tanpa terus-menerus mengingatkan kami akan penyakitmu!"

Kyuhyun mengecilkan tubuhnya, berharap bisa menghilang begitu saja dari hadapan ibunya. Setiap kata yang keluar dari mulut ibunya bagaikan belati yang menusuk langsung ke jantungnya. Air mata yang selama ini ditahannya mulai menggenang di sudut matanya, tetapi dia tahu tidak ada gunanya menangis. Tangisan hanya akan membuat ibunya semakin marah.

Nyonya Cho memandangi anaknya dengan tatapan jijik. "Kau bahkan tidak pantas menerima perhatian yang diberikan Donghae. Apa yang dia lihat darimu? Kau hanya beban, Kyuhyun. Satu-satunya hal yang kau bawa ke dalam hidup ini adalah penderitaan."

Kyuhyun tidak menjawab. Dia tahu bahwa apapun yang dikatakannya hanya akan memperburuk keadaan. Dengan tangan gemetar, dia menuang air ke dalam gelas, berusaha keras untuk menenangkan dirinya. Namun, sebelum dia sempat meminum air tersebut, Nyonya Cho tiba-tiba merampas gelas itu dari tangannya, airnya tumpah ke lantai.

"Pergi dari sini! Kembali ke kamarmu dan jangan keluar lagi!" teriak Nyonya Cho, amarahnya meledak.

Kyuhyun terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk lemah dan berbalik menuju tangga. Langkahnya terseret-seret, seolah-olah dunia ini terlalu berat untuk ditanggungnya. Namun, sebelum dia mencapai tangga, suara langkah kaki yang cepat terdengar di belakangnya.

Donghae, yang sejak tadi mendengar suara keras ibunya, segera berlari dari kamarnya. Ketika melihat Kyuhyun yang terpojok di ujung tangga dengan mata berkaca-kaca, dan Nyonya Cho yang berdiri dengan penuh amarah, Donghae segera menyadari apa yang terjadi.

"Kenapa eomma selalu marah pada Kyu?" suara Donghae terdengar penuh kekhawatiran dan kemarahan terpendam. Dia segera menghampiri Kyuhyun, berdiri di antara adiknya dan ibu mereka. "Kyu tidak melakukan apa-apa. Dia hanya ingin minum air."

Nyonya Cho mendengus keras. "Donghae, kau selalu membela dia! Kau tidak mengerti betapa hancurnya hidup kita karena dia. Setiap kali aku melihat Kyuhyun, aku hanya bisa mengingatkan betapa hidup ini penuh dengan kesengsaraan."

Donghae menatap ibunya dengan sorot mata penuh luka. "Eomma, Kyu adalah adik Hae. Dia tidak meminta untuk lahir dengan penyakit ini. Dia membutuhkan kita, bukan kebencian."

Namun, Nyonya Cho tidak tergoyahkan. "Kau tidak akan mengerti, Donghae. Kau selalu berpikir dengan hati, bukan dengan pikiran. Kau harus belajar untuk melihat kenyataan. Kyuhyun hanya membawa penderitaan."

Kyuhyun, yang mendengar semua percakapan itu, merasa seolah-olah dia adalah beban yang tak diinginkan di dunia ini. Perlahan, dia melangkah mundur, menatap Donghae dengan tatapan yang penuh rasa bersalah dan kesedihan.

"Donghae, sudahlah. Aku... aku akan kembali ke kamar," ujar Kyuhyun dengan suara serak, berusaha mengakhiri pertengkaran ini.

Donghae ingin menahan Kyuhyun, tetapi ia tahu bahwa Kyuhyun sudah terlalu lelah dan terluka. Dengan hati yang berat, Donghae akhirnya mengizinkan Kyuhyun untuk kembali ke kamarnya, meskipun hatinya penuh dengan rasa bersalah karena tidak bisa melindungi adiknya dari kebencian ibu mereka.

Ketika Kyuhyun perlahan naik ke tangga, Donghae menatap ibunya dengan kesedihan mendalam. "Eomma, suatu hari nanti kau akan menyadari betapa salahnya ini semua. Dan saat itu tiba, aku hanya berharap tidak terlambat untuk Kyuhyun."

Nyonya Cho tidak menjawab, hanya berbalik dan meninggalkan Donghae di tengah dapur yang sekarang terasa dingin dan sunyi. Donghae memandang ke arah tangga, di mana Kyuhyun baru saja menghilang, dan merasa hatinya semakin hancur. Satu hal yang ia tahu pasti, apapun yang terjadi, dia akan selalu berada di sisi Kyuhyun, meski seluruh dunia menentangnya.

CRIMSON TEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang