Bab III | Nona Vapor

94 25 15
                                    

Keesokan paginya, Ani dibangunkan oleh Nyonya Kester untuk sarapan. Dia sudah menyiapkan hidangan yang lezat untuk mereka. Ada sup wortel, telur rebus, dan ayam goreng lengkap dengan sambalnya. Setelah makan sampai puas, Tuan Kester mengungkapkan rencananya hari ini di meja makan.

"Ani, sesudah mendengar ceritamu semalam, aku ingin supaya kau tidak berkeliaran dengan nama 'Ani' untuk sementara waktu."

"Jadi," ujar Ani, "kau ingin aku mengganti namaku?"

"Bukan itu maksudku," balas Tuan Kester. "Kau hanya perlu memakai nama samaran."

"Lalu," ujar Nyonya Kester, "bagaimana dengan orang-orang di tempat kerjanya?"

"Kepada mereka, dia tidak perlu menggunakan nama samaran. Cukup ketika dia berbicara dengan orang-orang asing."

Ani diam, memikirkan nama samaran yang cocok untuknya. Lalu, dia berseru, "Vapor!"

"Apa?" tanya Tuan dan Nyonya Kester yang tersentak mendengarnya.

"Nama samaran yang kupilih adalah 'Vapor'," kata Ani. "Karena aku bisa berubah menjadi asap."

"Vapor, ya?" kata Tuan Kester. "Kedengarannya bagus. Baiklah, sudah diputuskan, nama samaranmu adalah 'Vapor'. Hari ini, kau akan mulai tinggal di kos. Aku punya kenalan di daerah Dangintukad. Perkenalkan dirimu menggunakan nama samaranmu itu nanti!"

"Ayah," seru Mika, "apa itu artinya aku tidak pergi ke sekolah?"

"Tentu saja kamu harus tetap sekolah, Nak," balas Tuan Kester dengan lembut. "Ayah akan mengantarkan Nona Ani sesudah mengantarkanmu ke sekolah."

Mika pun cemberut mendengar jawaban ayahnya, sementara Ani cekikikan melihat ekspresi anak itu. Tuan Kester menyuruh Mika untuk segera mandi dan berganti pakaian. Ani dan Nyonya Kester merapikan piring-piring dan sendok-sendok lalu membersihkannya. Sesudah Mika mandi, giliran Ani yang mandi. Ketika Ani keluar dari kamar mandi, Mika sudah terlihat rapi dan memakai seragam sekolahnya. Ani memuji ketampanan Mika, yang dibalasnya dengan tersenyum malu.

Nyonya Kester memanggil Ani dari kamarnya lalu menyuruhnya untuk memilih baju-baju mana yang dia sukai dan yang cocok dengannya. "Ini, pilihlah yang pas denganmu, sayang," kata Nyonya Kester, yang mulai menganggap Ani sebagai putrinya sendiri. "Ini baju-bajuku ketika masih seumurmu dulu. Ayahku selalu membelikanku baju-baju dengan bahan yang bagus dan awet. Masukkan baju yang kau inginkan di koper ini, ya. Tidak usah kuatir untuk mengembalikan kopernya. Kau lebih membutuhkannya daripada aku."

Setelah semuanya sudah siap, mereka pun turun dan Tuan Kester membuka pintu harmonika rukonya. Nyonya Kester juga turun sembari membawa panci berisi sup wortel untuk rumah makannya. Ani pun berpamitan kepada Nyonya Kester dan berterima kasih untuk pemberiannya.

"Oh, Ani," kata Nyonya Kester. "Aku harap kau bisa tinggal sedikit lebih lama. Aku merasa punya anak perempuan"

"Aku juga berharap begitu, Nyonya," jawab Ani. Mereka pun saling berpelukan.

Tuan Kester sudah meletakkan koper Ani di bagian belakang mobil dan dengan sabar menunggu Ani di belakang setir mobilnya. Setelah Ani masuk, Tuan Kester melambaikan tangannya pada istrinya lalu mereka pergi.

Mereka mengantarkan Mika ke sekolah terlebih dulu. Mika sudah tidak sabar menceritakan kepada teman-temannya mengenai Ani. Sepanjang perjalanan, Mika masih penasaran, bagaimana bisa ayah Ani hanya memberinya satu nama saja. Ani cuma menggelengkan kepalanya sambil berkata, "Aku tidak pernah kenal ayahku, Mika." Didorong oleh rasa ingin tahunya, Mika meminta Ani untuk menceritakan asal-usulnya.

LOKAPALA: PEMBERIAN SANG RAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang