Bab IX | H-1

43 10 1
                                    

Suara sayup-sayup mengalir di udara, memecah keheningan di dalam mobil Tuan Kester. Lama-kelamaan, suara itu semakin kuat, memanggil Tuan Kester untuk bangun dari tidurnya. Dia mengusap-usap matanya sambil berusaha mengingat-ingat suara siapa yang terdengar di telinganya.

Akhirnya, suara itu mengingatkannya. Kantuk langsung sirna dari wajah Tuan Kester begitu mendengar nama itu. Alisnya mengerut selagi mendengarkan penjelasan dari suara yang ditangkap oleh telinganya. Beberapa kali, dia membalas ucapan suara itu sehingga, kalau dilihat dari luar mobil, dia tampak seperti sedang bicara sendiri. Dan memang itulah yang dilihat Ani ketika dia membuka pintu Umah Kori, hendak membangunkan Tuan Kester.

Gadis itu mengernyitkan dahinya melihat Tuan Kester bergumam di dalam mobil. "Mungkin dia mengigau," pikirnya. Ani pun berjalan ke arah mobil, lalu mengetuk-ngetuk kacanya. Tuan Kester tersentak, seolah Ani muncul tiba-tiba. Dia tidak segera keluar, tetapi masih tampak bicara sendiri sebentar. Setelah gumaman singkat, dia membuka pintu mobil dan menyapa Ani, yang tampak baru selesai memasak jika dilihat dari apron yang dikenakannya.

"Selamat pagi, Nak," sapa pria itu.

"Selamat pagi, Tuan," balas Ani. "Sarapan sudah siap. Aku pikir sebelum kita mulai membahas rencana kita selanjutnya, kita lebih baik mengisi perut kita dulu."

"Ide yang bagus," kata Tuan Kester.

Mereka berdua pun berjalan masuk ke dalam Umah Kori. Ani tidak berani menanyakan perilaku aneh Tuan Kester. Barangkali itu kebiasaan buruk yang belum dapat dihilangkannya, dan jika memang begitu, dia akan mencari saat yang tepat untuk menanyakannya.

Begitu pintu dibukakan, aroma telur dadar langsung menyambut mereka. Di atas meja, sudah tersedia empat piring nasi lengkap dengan telur dadar, ditemani empat gelas teh hangat. Lin sudah duduk di sofa sementara Erik baru saja kembali dari kamar mandi. Mereka pun duduk dan makan bersama. Rasa asin telur dadar buatan Ani sangat pas bagi lidah mereka bertiga. Teh buatannya juga berhasil menghangatkan tubuh mereka.

Tuan Kester memulai perbincangan selagi mereka makan. "Aku baru saja mendapatkan kabar," katanya. "Istan akan menjadi ratu Kota Awa."

"Bagaimana bisa?" tanya Lin.

"Aku tidak tahu," balas Tuan Kester. "Tapi, Komandan Karar menduga dia ada di balik kematian calon raja Kota Awa, Adun Uliwa."

"Kami mendengar berita kematiannya semalam," kata Erik. "Partai Libertarian yang membunuhnya. Tidak ada disebutkan soal Istan sebagai pelakunya."

"Kapan Komandan Karar menghubungimu, Tuan?" tanya Ani.

"Barusan," balas Tuan Kester. "Dia bicara padaku secara langsung dari jauh. Talentanya ada hubungannya dengan suara dan bunyi, jadi dia bisa melakukan itu." Ani mengangguk-angguk.

"Apa katanya?" tanya Lin.

"Dia bilang Istan sudah berkhianat. Pembunuhan Adun Uliwa kemarin memang dilancarkan oleh anggota-anggota Partai Libertarian, tetapi dia menduga Istan adalah dalangnya karena ada kabar bahwa besok dia akan diangkat menjadi ratu."

LOKAPALA: PEMBERIAN SANG RAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang