4

1K 294 20
                                    

"jika kau tidak menikahi Aree maka aku akan mati di depanmu saat ini juga.!"

Idze menatap tajam pada sang kakek yang menjadikan hidup sebagai ancaman.
"Beri satu alasan kenapa aku harus melaksanakan wasiat terkahir mama yang mati mendadak kecelakaan bersama Ivar.
Kapan dia berpesan pada kalian.?"

Yahin mengusap rambutnya dengan jari yang bergetar.
"Sudah lama. Lama sekali."
Bisiknya terduduk di kursi terdekat.
"Saat kau kecelakaan dan dia lebih memilih pergi dengan Ivar.
Dia memintaku, jika kelak dia mati maka aku harus memberikan Aree padamu.!"

Idze meraih asbak di atas meja, meleparkan pada lemari pajangan di seberang nya, memecahkan kaca pintu dan membuat isinya pecah.
"Memberikan perempuan cacat padaku.!?" Desisnya.
"Kalian pikir aku mau menerima barang bekas.!"

"Kau tidak punya pilihan. Selain Aree kau tidak akan menikahi wanita manapun."
Shane memberi isyarat agar Idze diam.
"Itu bukan perintah tapi karena kami tau itulah yang akan terjadi.
Hatimu masih dirantai masalalu.
Jika kami tidak memberikan kuncinya padamu, bagaimana kau bisa bahagia lagi."

Tawa Idze meledak.
"Aku baru tau Om menguasai ilmu pikiran dengan baik."
Dia menarik napas panjang.
"Benar-benar lucu dan menggemaskan."
Dia menatap ketiga orang yang punya ikatan darah dengannya, melihat sorot mata Mereka membuat amarahnya meledak.
"Kalian pikir kalian sangat memahamiku."
Dia menunjuk ke potret mama yang digantung di dinding.
"Dan dia orang yang paling tidak peduli padaku, dia pikir dia sangat mengenalku dan paham isi hatiku.
Lalu kenapa dia pergi tidak pernah datang untuk memberikan sedikit penyemangat untuk aku yang hampir mati.
Dimata kalian semua,aku hanya cadangan untuk mengantikan Ivar yang sakit-sakitan dan takkan bisa mengemban tanggungjawab."
Idze menarik napas dalam, dadanya membusung matanya merah.
"Jangan bicara tentang hati denganku. Kalian tidak pantas."
Idze melangkah bersiap meninggalkan tempat terkutuk ini.

"Kau harus menikahi Aree.!"
Yahin Salban bersuara saat tangan Idze siap menekan kenop pintu.
"Kau tidak bisa keluar atau meninggalkan Villa tanpa menyetujui permintaan terakhir mamamu.!"

Idze berbalik, napasnya menderu.
"Jangan buat aku membencimu.!"

"Satu tahun.!" Jawab Yahin.
"Jika dalam waktu satu tahun kau tetap membenci Aree maka kami tidak akan melarangmu untuk menceraikannya."

"Kau ingin bertaruh denganku.?" Desisnya.
"Kalian semua berpikir pasti aku akan kalah dan pada akhirnya menyadari kalian lah yang benar.?"

Shane Salban mengangguk.
"Jika dalam satu tahun kau masih membenci Aree dan masih buta seperti sekarang, kau bebas menceraikan Aree dan aku akan menyerahkan semua sahamku padamu."
Shane tidak pernah tertarik pada perusahaan tapi papanya tetap memberinya saham yang dikelola dengan baik oleh Yahin.
Shane lebih suka memahat patung dan melukis yang membuatnya hidup bergelimang uang meski tidak terlibat bisnis Salban.

"Kursi presiden direktur akan jadi milikmu.
Saham milik papamu ini juga akan diserahkan padamu.!"
Yahin Salban ikut bersuara.
"Aku akan pensiun dan takkan ikut campur dengan keputusanmu mengelola perusahaan."

Idze tertawa, melepaskan kenop, berjalan mendekati ketiga Salban.
"Dan kau kakek, apa yang kau pertaruhkan.?"
Tantangnya dengan kedua lengan terlipat di dada.

"Semua hartaku. Bahkan hidupku." Ucap Kakek Salban.
"Saat kau menceraikan Aree aku akan mati hingga tak ada lagi yang akan merongrongmu, dalam wasiatku aku akan menulis semua hartaku sampai ke sen terakhirnya adalah milikmu.!"
Geram sang kakek.

"Benar-benar mantan penjudi sejati.!" Puji Idze mengacungkan jempolnya.
"Kalau kalian bersikeras menantangku maka akan kulayani kalian bertiga."
Idze tersenyum.
"Untuk mendapatkan semua harta kalian, jangankan menikahi perempuan cacat itu, menikahi mayat busuk sekalipun akan kulakukan.!"

Sekali Seumur Hidup Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang