8

751 242 11
                                    

Aree mengemas piring kotor diatas meja, membantu Emi yang sudah beberapa kali melarang dan memintanya kembali duduk bersama suami dan kakek dan ayah mertuanya yang akan kembali ke rumah di kota.
Aree bahkan ikut ke dapur membawa piring kotor, memberi waktu bagi tiga generasi Salban bicara sebelum mereka berpisah karena tadi saat makan malam, suasananya begitu mencekam, tak ada yang bersuara atau mengalihkan pandangan dari piring.

"Aree.!"

Aree menoleh, alisnya terangkat bertanya kenapa Emi memanggilnya.

"Apa kau baik-baik saja.?"

Mendengar pertanyaan Emi, senyum tipis di bibir Aree semakin lebar dia melihat pada Yul yang melihat padanya dengan cemas.
Kedua orang ini adalah teman ibu Aree saat bekerja pada keluarga Salban.
Keduanya juga tau apa yang terjadi.
Mereka berdua ikut ke Villa ini adalah karena permintaan Aree pada Nyonya Rita yang memutuskan untuk memecat dan mengirim semua yang bekerja di rumah Salban ke tempat yang jauh dengan memberi uang yang banyak setelah kejadian kebakaran dulu.
Dengan adanya mereka berdua Aree tidak terlalu kesepian dan merasa kehilangan.
Syukurlah nyonya Rita setujua, jadinya mereka berlima tinggal di Villa ini, tak pernah kembali ke rumah utama.
Dan tak pernah membahas tentang kebakaran tersebut.
Diakhir pekan tuan Yahin datang dan menginap dan sesekali Kakek Salban dan tuan Shane juga datang.
Tapi tak sekalipun Idze pernah terlihat.!
"Tentu saja aku baik-baik saja.!" Aree meraih botol sabun cuci piring mulai menuang.

"Biar aku yang kerjakan.!" Emi mendorong Aree ke samping.
"Lagipula ada mesinnya kenapa kau selalu suka cara manual seperti ini."

Aree tersenyum.
Mencuci piring adalah salah satu cara sederhana untuk menghilangkan stress dan Aree psrcaya itu.
"Aku suka main air.!" Jawab santai.

"Dan sekarang kau nyonya Salban, harusnya kau tidak masuk ke dapur dan berkecimpung bersama kami.
Duduk manis dan tunggu semuanya beres.!"
Yul mendorong Aree ke kursi.

Aree tersenyum.
"Aku tau kalian berdua khawatir tapi percayalah aku pasti baik-baik saja.
Justru aku merasa sangat kuat saat ini.
Aku hanya ingin cepat-cepat hari berlalu dan waktu setahun akhirnya habis.!"

"Aree apapun yang tuan Idze katakan, jangan masukan ke hati.
Dia hanya tidak tau.
Dia masih muda, cemburu dan marah.
Itu artinya dia masih peduli padamu.!"
Emi berkaca-kaca tau sekali bagaimana dulu Dekatnya Kedua orang itu.

Aree menyisir rambut dengan jemarinya yang bergetar.
"Hinaan fisik tidak didasari oleh rasa cemburu Emi."
Bisiknya.
"Idze benar-benar jijik padaku."
Aree melihat kakinya, seakan bisa menembus celana yang dipakainya melihat bekas kebakaran yang masih ada di sana.
"Lebih baik jujur saja daripada dia dipaksa berutang budi padaku."
Perlahan bibirnya tersenyum.
"Nyonya Rita benar, yang paling tepat adalah diam.
Biarkan Idze bahagia dengan wanita lain yang lebih baik dariku.!"

Yul terisak.
"Tidak ada yang benar. Kami semua salah dan kau yang harus menanggung sakitnya sendirian."
Isakannya makin keras.
"Maafkan kami Aree, maafkan."

Aree berdiri meraih jemari Yul.
"Kenapa bicara seperti ini.
Kenapa kalian sedih setelah akhirnya masa depanku jelas.?
Harusnya gembira, siapa tau aku melakukan kesalahan lalu tuan Idze tidak tahan dan melemparku keluar secepatnya.!"

"Kau tidak berhutang apapun padanya.!"
Geram Yul.
"Dia yang berhutang padamu.!"

"Tolong jangan membahas hal ini lagi."
Perlahan Aree melepas jemari Yul.
"Aku minta jangan bicara lagi. Aku tak mau Idze mendengarnya dan membuat semuanya jadi panjang.
Aku sudah hampir sampai diakhir, aku tak mau memulai semuanya diawal lagi."
Aree menarik napas panjang.
"Aku benar-benar tidak ingin membahas atau mengingat apa yang sudah berlalu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sekali Seumur Hidup Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang