0.1 Hantu Masuk Isekai!

9 2 8
                                    

Pernah tidak, kalian bertanya-tanya. Bagaimana rasanya jadi hantu gentayangan?

Aku tidak pernah, tapi sekarang aku tahu jawabannya: membosankan. Kalau ada orang yang berkerja sebagai pemburu hantu seperti di cerita-cerita, hari-hari sebagai hantu gentayangan pasti bakal jadi lebih seru. Aku bisa bermain petak umpet, kejar-kejaran, atau bahkan mengerjai mereka. Seru, 'kan?

Kira-kira sudah setengah tahun sejak aku jadi hantu. Awalnya jelas galau bukan main. Habisnya, hidupku cukup menyenangkan walau tetap banyak stresnya. Keluargaku lumayan suportif dan teman-temanku seru juga kelewatan baiknya. Aku sempat menghampiri mereka, melihat mereka menangisiku, terus berharap kalau saja di antara mereka ada yang indigo. Itu setengah bercanda.

Sekarang mereka sudah mulai melepas kepergianku perlahan-lahan, padahal aku masih ada di sini. Mereka saja yang tidak bisa lihat. Kadang aku suka jahil, seperti saat ini, membuntuti sahabat karibku. Namanya Lily dan dia adalah orang paling penakut dalam lingkaran pertemananku.

Aku tidak tahu Lily mau pergi ke mana. Kebetulan saja aku melihatnya lewat saat hendak mengusili penjaja bakso tusuk yang sedang melamun di depan minimarket. Dia membawa kantong kertas berwarna cokelat. Didekap, bukan dijinjing. Agak aneh menurutku.

Di halte dia ketemu Daniel, teman kami sejak SD. Kelihatannya hubungan pertemanan mereka masih aman. Itu bagus, aku jadi senang. Sesekali mereka bertukar candaan, tapi lama-lama jadi lebih banyak diam.

Setengah jam aku melayang di belakang mereka, sampai berkali-kali ganti pose. Lalu, aku menyadari sesuatu. Wujudku sedikit-sedikit berubah. Rambutku jadi basah dan mulai menitis-nitiskan air; ujung jariku mengerut; dan pakaianku dari baju terusan selutut berubah jadi sweater dan celana jeans lebar. Maka dari itu, aku berhenti, lantas mengamati sekitar.

Ini di tepi jalan raya. Di depan sana, tujuan Lily dan Daniel, adalah sebuah jembatan. Mereka berdua dengan hati-hati turun ke bawah melalui tangga kecil di sampingnya. Daniel yang menuntun di depan. Sekilas terlintas dalam benakku, pemikiran kalau mereka itu serasi.

Sial, aku jadi ingat kalau misiku sebagai mak comblang buat mereka belum selesai. Mungkin karena itu aku masih gentayangan. Tanpa banyak pikir aku menyusul, tapi hanya sampai setengah perjalanan menuruni tangga. Aku tidak mau dekat-dekat dengan sungai di bawah sana.

Kuis dadakan! Kalau sesosok hantu mau duduk, dia....

a. Tembus sampai masuk ke bawah tanah
b. Tetap melayang, cuma pakai pose duduk
c. Bisa duduk

Siapa pun yang menjawab pilihan pertama, aku kehabisan kata-kata buat kalian. Kalau buat yang jawab pilihan ketiga, kalian sungguh polos. Jawaban yang benar adalah yang nomor dua. Iya, pantatku tidak menyentuh permukaan anak tangga kotor ini. Mereka sedang menerapkan social distancing.

Oh, ingat, ya. Beda hantu bisa saja beda kasus. Siapa tahu ada hantu yang pantatnya tertempel di aspal sampai entah kapan dia dipanggil ke alam seberang. Kasihan sekali, sih, kalau benaran ada.

Ngomong-ngomong, balik ke Lily dan Daniel. Sepasang TTM (Teman Tapi Mesra) itu sedang berjongkok di tepi sungai. Lily mengeluarkan sesuatu dari kantong kertasnya. Karena mereka lumayan jauh dan bendanya ternyata kecil, aku kesulitan mencuri-curi lihat sambil menjaga jarak.

Aku melayang ke sini dan ke situ, mencari sudut yang pas. Kalau ada hantu lain yang melihatku begini, pasti aku akan disangka sebagai kasus langka. Bayangkan saja ada berita dunia perhantuan terbaru yang bunyinya begini.

Telah ditemukan sesosok hantu kesurupan di bawah jembatan! Diduga hantu tersebut tidak senang saat mendapati dua sejoli yang bermesra-mesraan di dekat lokasi kematiannya.

Mengerikan, bukan? Cukup para manusia hidup saja yang punya siaran berita. Biarkan kami yang sudah mati gentayangan dengan tenang.

Ekhem. Tak lama kemudian, aku menyadari kalau aksiku ternyata sia-sia. Aku hanya perlu menunggu karena ternyata barang yang Lily bawa adalah perahu kertas. Dia menaruhnya di sungai, membiarkan perahu kertas tersebut hanyut dibawa arus.

Setelah menyaksikan benda kecil itu hilang, barangkali tenggelam sepertiku hari itu, Lily dan Daniel beranjak dari tepian. Lily meninggalkan sepotong roti lapis di sana. Kantong kertas yang dia peluk tampaknya masih ada isi. Kuasumsikan kalau itu adalah roti lapis untuk mereka berdua.

Kupikir mereka sudah merelakanku. Kupikir aku sudah ikhlas hidupku berakhir. Nyatanya, aku masih ingin makan bekal roti lapis bersama mereka berdua dan teman-teman yang lain.

Buru-buru aku pergi sebelum mereka mendengar isakanku. Tidak ada dari mereka yang boleh tahu kalau aku masih berkeliaran di dunia ini.

Ada beberapa keuntungan hantu yang bisa kukatakan pada kalian sekarang. Pertama, seperti yang kalian tahu, aku tidak perlu jalan, lari, apalagi memanjat. Aku cukup melayang ke sana kemari. Kedua, aku tidak akan merasa lelah jadi aku tidak perlu istirahat apalagi tidur. Aku bisa begadang sepuasnya tanpa konsekuensi!

Lalu, ada keuntungan ketiga. Sebagai hantu, aku bisa menembus benda padat. Sudah berkali-kali aku melakukannya sepanjang masa gentayanganku. Dan, aku baru tahu kalau aku tidak bisa menembus truk yang melaju ke arahku di jalanan.

>v<

"Padahal aku baru saling sapa sama hantu yang duduk di tengah jalan," keluhku di penghujung sesi Ocehan Jelly.

Bukan, nama asliku bukan Jelly.

Belum, aku belum dipanggil ke tanah orang mati yang sesungguhnya.

Tidak, aku tidak masuk isekai sebagai slime lantas diberi nama Jelly oleh seseorang.

"Segala hal tentangmu benar-benar konyol, kau tahu?"

"Iya, makasih."

Si gadis berhenti memetik buah beri, kemudian mendongak menatapku. Keranjang yang dia pegang baru setengah penuh. Dia pun bertanya, "Kau yakin kau bukan hantu yang terlalu lama berkeliaran di dunia sampai jadi gila? Aku bisa carikan pengusir setan terbaik di negeri ini."

Tatapan sok khawatir itu membuat darahku mendidih, padahal aku sudah tidak punya darah. Sambil menahan kesal, aku membalas dengan senyum. "Nggak perlu, kok. Nanti setan yang bikin kamu awet muda ikut diusir."

"Aku memang masih muda!" seru gadis itu.

Sebelum dia melempariku dengan buah beri yang sudah disihir, buru-buru aku minggat dari pohon tanpa buah yang menaungi semak-semak beri. Penampakanku makin transparan sampai akhirnya hilang dari pandangan mereka yang masih hidup.

Daripada aku mati bosan di gua kecil yang kebetulan kutemukan, mari kita adakan sesi perkenalan! Kalian bisa panggil aku Jelly dan gadis tadi namanya Emily. Soal bagaimana kami bertemu dan berakhir seperti ini akan kuceritakan kapan-kapan.

Itu saja untuk perkenalan kali ini karena aku ada kesibukan dadakan. Siapa sangka gua barusan adalah tempat tinggal skeleton yang bisa melakukan kontak denganku karena kami sama-sama sudah mati.

Kalian tahu apa yang terjadi kalau kalian menerobos ke wilayah monster, 'kan? Sekarang aku harus pergi, da-dah!

"EMILY, TOLONG AKU!!!"

Bersambung....

Clou's corner:
Halo (⁠ ⁠╹⁠▽⁠╹⁠ ⁠)

Ini lapak cerita random ringan buat melepas stres soalnya naskah-naskahku yang lain konfliknya berat.

Jelly sama Emily ini ide random yang kudapat waktu makan siang tadi '3')

Oh yeah, covernya nyusul kapan-kapan~

24-09-2024

Si Hantu dan Penyihir PenyendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang