Aku setengah sengaja dan setengah tidak sengaja bikin si exorcist pemula kencing di celananya. Karena aku hantu yang baik, kuundang dia masuk supaya bisa ganti celana. Ternyata dia bawa cadangan.
"Memangnya kamu sering mengompol? Sampai bawa cadangan segala," komentarku, menemaninya mencuci di sungai belakang rumah Emily.
"T-tidak! Bukan begitu!" teriaknya. Dia mengeluarkan terlalu banyak tenaga untuk membilas. Alhasil, air terciprat ke mana-mana, membuat jubahnya basah. Aku tidak kena karena ini tubuh astral.
Ya, aku tidak bisa mandi.
Tidak, aku tidak bau.
Kenapa? Karena aku hantu! Aku sudah mati!
"Terus buat apa?" tanyaku. Tak kuhiraukan dirinya yang mengeluh ketika terciprat air karena ulahnya sendiri.
Masih mengenakan jubah basahnya, anak itu menjawab, "Sedia mantra sebelum berhadapan dengan hantu. Ibuku selalu bilang begitu. Makanya aku selalu bawa pakaian ganti saat berpergian, jaga-jaga kalau kehujanan."
Aku melongo sejenak terus berceletuk, "Bukannya yang benar itu 'sedia payung sebelum hujan'?"
"Heee?" Dia menoleh, menatapku heran. "Peribahasa dari daerah mana itu?"
"Indonesia."
"Indonesia? Di mana itu?"
"Bumi?"
"Bumi---"
"Oke, stop. Giliran aku yang tanya," cegatku sambil menirukan gaya polisi pengatur lalu lintas. Barusan aku hanya menjawab sekenanya karena malas, tapi lama-lama jengkel juga dengan responsnya.
Anak laki-laki itu diam. Terperanjat dia waktu aku beranjak duduk di sebelahnya, mencelupkan kaki ke dalam sungai. Sama sekali tidak terasa segar, tapi aku suka rasanya saat arus air menembus kakiku. Tanpa sadar aku sudah tersenyum saat bertanya, "Namamu siapa?"
Si calon exorcist terbaik bengong. Gerakan tangannya terhenti. Untung kekuatannya tidak hilang, jadi celananya tidak hanyut dibawa arus. Dia kemudian menggeleng-gelengkan kepala untuk menyadarkan diri. "Greou. Namaku Greou," ucapnya lantas kembali mencuci.
Greou melirik ke arahku sebentar saat balas bertanya, "Kalau Nona Hantu? Namanya siapa?"
"Panggil saja Jelly," jawabku sambil mengayun-ayunkan kaki, kemudian mulai bersenandung pelan.
"Jelly?" Greou mengerjap-ngerjap. "Makanan manis yang kenyal itu?"
"Iya. Cocok dengan aku yang manis ini, 'kan?" kataku dengan alis naik-turun dan senyuman miring.
Krik, krik, krik ... bunyi hening yang amat canggung. Si Greou cuma diam, aku jadi malu. Cobalah kalau bisa kupukul. Oh, kepalanya pasti benjol.
Terbaik memang kalau kalian baca pakai nada lagu Tik Tik Tik Bunyi Hujan. Aku bangga.
Setelah canggung yang diisi oleh bunyi aliran sungai, kicauan burung, dan embusan angin yang menerpa dedaunan, akhirnya aku punya keberanian untuk angkat bicara lagi. "Greg, kamu nggak lagi mikir cara buat mengusirku ke tanah orang mati, 'kan?"
Pertanyaan tersebut tentunya disertai lirikan sinis. Tampak Greou tersentak dan gerakannya berubah kaku. "T-tidak. Mana mungkin aku bisa melakukannya setelah mantra pengusiran terkuatku gagal," jawabnya dengan bumbu tawa canggung serta sedih.
Greou, selesai dengan cuciannya, menoleh padaku. Dari wajahnya dia masih takut-takut, atau dia hanya gugup. Terbata-bata dia berucap, "A-anu ... namaku Greou, bukan Greg."
"Grego, oke."
"...."
Sebelum dia sempat komplain lagi, buru-buru kuangkat topik baru. "Jadi, Grego. Sudah berapa lama kamu jadi exorcist?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Hantu dan Penyihir Penyendiri
FantasiaApa kalian tahu? Hantu yang ditabrak truk juga bisa masuk isekai, loh! Eh, kalian tidak tahu? Aku, sih, baru tahu. Tidak disangka-sangka aku mati dua kali. Dan, sepertinya bakal ada yang ketiga karena ada saja yang bisa membunuh hantu di sini. Tidak...