1. BADE FADE

90 11 15
                                    

HAI GUYSS KARENA ADA BEBERAPA YANG PENGEN BAB TERBARU CERITA INI, JADI AKU BERUSAHA NGEDIT SEBAIK MUNGKIN BUAT KALIAN!!!

PLEASE BANTU SUPPORT DAN KALAU KALIAN ADA NIAT BOLEH SHARE JUGA BANTU AUTHOR PROMOSIIN CERITA INI YAHHHHH

AUTHOR GAK TAU KALIAN BAKAL TERTARIK APA NGGAK!! CUMAN AUTHOR YANG LEBIH DULU BACA BENAR BENAR SUKA SAMA CERITA INIIIIII

PLEASEEE TINGGALIN JEJAK VOTE DAN KOMENNNNNN

JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR YAHHH MAKSA!!!!!

HARGAI USAHA AUTHOR BUAT WAKTU LUANG BUATTT PUBLISH CERITA INIIIIIII😗😗😗

SELAMAT MEMBAS AND LOVE YOU SO MUCHHHH

•••


Maxvin menarik rokoknya rakus, sambil menikmati cuaca sore ini yang masih sedikit panas. Matanya mengedar keseluruh penjuru taman dibelakang kampus yang hanya dihuni beberapa mahasiswa/i yang tengah sibuk mengerjakan tugas mereka. Beda hal dengan Maxvin. Pria tampan dengan wajah bak pahatan dewa Yunani tersebut, hanya bergerak tak jelas sembari menggoyangkan kakinya-tak sabaran. Setelah beberapa saat dalam posisi itu, barulah tubuhnya berhenti dan matanya langsung terpaku pada seorang gadis berbadan berisi yang baru kelihatan ketika berjalan menuju pendopo yang tak jauh dari tempatnya. Maxvin mengunci pandangannya pada sang gadis, sebelum dia berdiri. Dengan langkah pasti, pria itu mendekati gadis tersebut. Dia terus berjalan hingga berada dalam radar yang tak cukup jauh. Maxvin tampak mengambil ancang ancang, dia mempercepat langkahnya menuju gadis itu, dan tanpa aba aba langsung menendang tubuhnya. Tentu, sang gadis langsung tersungkur dan jatuh dalam posisi yang memprihatinkan. Tangan dan kakinya lecet, raut wajahnya pun terlihat kaget bukan main.

Gadis itu berpaling melihat Maxvin yang memasang senyum miring menyeramkan. Tatapannya ciut ibarat kucing yang baru tercebur air got. Dia ketakutan, sembari menatap sekelilingnya. Orang orang disekitar mereka tampak tertarik dengan keributan itu. Namun, kentara menjaga pandangan ketika mendapati sosok Maxvin.

"Ka-kamu," perempuan itu gagu, menatap Maxvin takut.

Maxvin tak peduli, dia mendekat kemudian berjongkok didepan gadis itu. Tangannya mengepal, lalu menarik kerah kemeja gadis itu kuat. Sang gadis menjerit tertahan, merasakan sesak di lehernya yang ditarik paksa oleh Maxvin.

"A-aku salah apa?"

"Lo, sengaja 'kan ngadu sama dosen kalau laporan gue dibuat sama teman lo?" Suara Maxvin datar, tanpa emosi. Namun, riak wajahnya menyiratkan seluruh ancaman dan ketegasannya.

Gadis berambut sebahu itu menahan tangisannya. Dia malu, sekaligus takut. "A-aku, cuman dipaksa ngaku sama Pak Boston." Jawab gadis itu.

Maxvin berdecih, kemudian menyergap leher gadis itu dan semakin mencekik kerahnya. "Mulut indah lo ini, harus direkatin sama lem dulu baru gak asbun." Lanjut Maxvin. Jangan pikir, kemarahan Maxvin terdengar melalui perkataan. Nyatanya, suara pria itu tetap datar. Tak ada nada mengancam, tak ada nada kemarahan. Namun, sarat akan keseriusan. Maxvin memang bukan tipe orang yang suka menggebu gebu saat dilanda kemarahan. Dia tenang, tapi sayangnya dia tak pernah bermain main dengan ucapannya. Jika dia sudah melontarkan sesuatu, maka hal itu akan terjadi.

"Ma-af,"

Maxvin tersenyum simpul. Dia hendak menarik kerah gadis itu untuk berdiri. Hanya saja, saat suara merdu memanggil nama orang yang sedang berurusan dengannya, Maxvin berhenti.

"Gita," panggilan lembut seolah bunyi kecapi itu mengambil atensi keduanya.

Maxvin menoleh, begitu pula  gadis yang Maxvin cengkeram pun menoleh. Maxvin tampak terpaku beberapa saat. Matanya, melihat intens pada gadis cantik yang berlari kecil kearah mereka itu.

Bad FadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang