Nancy meneguk kasar minuman yang ada di atas mejanya. Sudah sekitar satu jam ia duduk di antara teman-teman SMA-nya dengan tatapan muak. Pasalnya, mereka bukan ingin bertemu untuk silaturahmi, melainkan pamer pasangan masing-masing. Buktinya, Nancy merupakan salah satu yang tidak punya, selain seorang laki-laki yang duduk di pinggir dengan wajah datarnya.
"Nan, lo mau gue kenalin sama teman kampus gue? Dia orangnya baik kok, cuma kekurangannya dia agak....aneh dikit," seorang gadis dengan rambut yang berwarna pirang kini menarik perhatiannya dan beberapa teman-temannya yang lain.
"Aneh gimana?" Nancy mulai tertarik, jika membahas tentang pasangan, mungkin ia sudah menyerah duluan. Karena baginya mustahil memiliki pacar disaat dirinya tengah sibuk berkutat dengan komputernya di kamar. Bahkan, sebelum ia mulai merintis karirnya sebagai seorang komikus pun juga tidak ada pria yang mau mendekatinya.
"Hm, dia wibu tingkat dewa sih, tapi selepas itu dia baik. Kadang nyebelin aja kalau ke kelas bawa komik terus," kekehnya.
"Gue bilang itu, soalnya kan lo penulis komik nih, mana tau dia bisa jadi suprot, eh surpot,"
"Support," potong gadis lainnya.
"Nah itu, support system lo!" Ujarnya telak.
Nancy membalasnya dengan sebuah gelengan membuat gadis pirang bernama Noya itu mencibir gemas. "Lo mah, gitu terus, dari SMA. Pantes gak dapat juga," geramnya.
Nancy mengangguk, memang benar apa yang Noya ucapkan, karena dirinya yang terlalu pemilih dan orangnya suka bosan. Akhirnya, hingga di umur yang seharusnya orang-orang tengah bersenang-senang dengan pasangan, Nancy harus menanggung pahitnya kesepian.
"Eh mau main truth or dare gak guys? Udah lama juga kan? Gue kangen nih main bareng kalian," sahut salah seorang perempuan dengan menggunakan hijab pashmina.
"Nah, ayo! Daripada gak ada ngapa-ngapain gini," Kekeh salah satu laki-laki.
"Gue gak mau ikut," jawab Nancy.
"Kenapa? Lo masih takut ditanyain siapa crush di SMA? Nan, sekarang kita udah dewasa, gak mungkin lo masih malu buat ngaku," lanjut Riko, salah satu pria jangkung yang tingginya tak terbayangkan. Bayangkan saja, anak pendek di SMA kini tumbuh menjadi setinggi Titan.
Nancy tentu kepalang malu mengingatnya, dulu ia sampai kabur dan tidak mau main TOD lagi karena teman-temannya bertanya siapa cowok yang tengah ia sukai. Sekarang, ia menganggap semua itu sangat alay.
"Heh, gue gak takut ya, ya udah ayo!" Ketusnya.
Mereka semua menyingkirkan barang-barang yang ada di atas meja panjang itu. Riko mengambil salah satu botol minuman dan meletakkannya di tengah, sebelum akhirnya memutar dengan acak.
"Nah, truth or dare?" Botol tersebut berhenti, menghadap seorang laki-laki yang sedari awal hanya diam menyimak. Bahkan tampak tidak berminat dengan apa yang sedang mereka lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYING: CUPID GAME
Fantasy"Kenapa gue baper sama karakter game sih?" Nancy Cecilia frustasi akan kisah percintaannya. Hingga kini usianya sudah menginjak dua puluh satu tahun, ia sama sekali tidak pernah didatangi oleh sang pujaan hati. Bahkan ia disebut sebagai calon perawa...