10. Alasan

33 5 3
                                    

__________________

"Lo kok bangun?!" Pekik mereka bersamaan.

Sahara mendekat ke tempat Satra duduk di atas brangkar dengan gerakan ragu-ragu, matanya yang mengerjap polos tadi kini sudah mulai berkaca-kaca.

"Lo bangun sejak kapan, mas?" Tanya Sahara sembari menyentuh pelan tangan Satra yang tertanam dengan infus.

"D-dari tadi, waktu lo sama Sam dateng." Lirih Satra, maklum saja suaranya tak dia keluarkan karena selama sebulan lebih ini ia koma.

"Jadi dari tadi lo diem aja gitu?" Samudra juga mendekat bersama dengan Septian yang menggaruk tengkuknya bingung.

"Masa gara-gara kalian berisik mas Satra bisa bangun secepet ini?" Septian bertanya-tanya.

"Sebenarnya gue pengen bangun sejak gue denger Hara nangis sendiri." Satra menoleh ke arah si bungsu, "tapi mata gue yang nggak mau kebuka waktu itu."

Tangis Sahara pecah seketika setelah sempat ia tahan tadi. Ia menunduk dengan tangan yang masih menggenggam tangan Satra seraya tangis yang terdengar bahagia.

"G-gue seneng lo bangun, mas." Gumamnya tapi ketiga laki-laki itu dapat mendengarnya dengan jelas.

Satra tersenyum mendengarnya. Sedangkan Septian menyadari satu hal.

"Hei! Kita belum manggil dokternya!" Pekiknya panik disusul Samudra yang cepat menekan tombol itu.

"Lo tiduran lagi aja, mas." Sahut Samudra membantu Satra untuk kembali berbaring.

"Kalian tadi baru aja baikan ya?" Tanya Satra membuat Sahara dan Samudra saling berpandangan dengan tajam.

Tatapan sengit dari Sahara ia layangkan pada Samudra yang menghela napas berat.

"Mana ada!" Ucap mereka bersamaan.

~••*••~

Raut kebahagiaan jelas terpancar dari wajah Anna. Tangannya tak henti-hentinya mengelus kepala si sulung yang masih terbaring sebab di saat seperti ini Satra masih belum di izinkan untuk bergerak terlalu banyak.

Dengan menaiki kursi roda bunda meminta Samudra untuk mengantarnya menemui Satra.

Tak ayal membuat kesehatan bunda semakin meningkat dan terasa jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Sahara tersenyum kecil melihat hal itu. Entah sudah sejak kapan, akhir-akhir ini ia merasa sangat penuh akan kebahagiaan. Sampai-sampai ia takut jika dengan tiba-tiba rasa kebahagiaan ini hilang dalam sekejap.

Di dalam ruangan itu kurang lengkap, karena ayah belum juga tiba. Padahal Samudra telah menelepon nya sejak tadi, tapi tidak dijawab. Entah kemana ayah ini.

Tiba-tiba Satra meringis cukup keras, membuat mereka khawatir seketika. Septian bangkit dari duduknya, mendekat ke arah Satra.

Kakaknya itu memegangi tangan kanan nya sendiri yang cedera cukup serius.

Need (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang