❄ 05 ❄

299 66 9
                                    

❄ HAPPY READING ❄

"Tidak tuan!" Sam berteriak sakit, kala tajamnya bilah pedang menusuk tepat tangan kanannya. Sang GrandDuke menghiraukan, ia hanya menatap dingin pedangnya yang ternoda oleh darah merah.

"Tuan." Luther datang dari arah lain. Ada Sala yang langsung dilempar disamping Sam. Keduanya terduduk diatas lantai. Luther mengeluarkan sebuah surat lalu menyerahkannya kepada sang GrandDuke.

"Sam dan Sala. Telah bersalah karena sudah menelantarkan anak-anak, korupsi, serta ikut andil dalam perdagangan manusia."

GrandDuke membaca isi surat. Surat yang berisi perintah dari sang kaisar guna menangkap sepasang saudara yang merupakan putra dan putri pemilik panti. Sang kaisar tentu geram karena perdagangan manusia telah berlangsung cukup lama dan hal tersebut tidak langsung bisa dirinya ketahui. Itu disebabkan karena salah satu petinggi di Kekaisaran terlibat dan memanipulasi.

"Atas perintah Kaisar, Sam dan Sala. Dijatuhi hukuman mati ditempat."

Tepat setelah kalimat terlontar, Luther langsung mengayunkan pedang. Memutus dua kepala dari tubuhnya. Darah berceceran diatas lantai, tapi sang GrandDuke dan Luther tidak perduli.

"Setelah ini, kirim kabar ke pasukan tambahan untuk mengevakuasi anak-anak. Lalu bawa ke tempat yang lebih layak," kata GrandDuke. Luther mengangguk mengerti, anak-anak hanya menjadi korban disini.

"Kita kembali ke Kekaisaran."

Sang GrandDuke dan Luther keluar panti, melangkah menuju kuda yang masih dijaga Ralp dan lainnya. Tapi, sebuah tawa dan seruan kesal mengundang tanda tanya untuk keduanya.

"Tidak mau! Pergi sana dasar bau!" Arme berlari, menjauhi Ralp yang hendak menggendongnya. Kailan dan Logan hanya tertawa disamping kuda mereka.

'Bruk!

"Sshh...." Arme mengusap hidungnya, terasa sakit karena menabrak tubuh orang dewasa. Apalagi kan, orang dewasa itu memakai zirah.

"Hormat, GrandDuke."

Ralp, Kailan, dan Logan langsung mengucap hormat. Itu membuat Arme sedikit terperangah. Padahal, wajah ketiganya tadi masih menyebalkan.

"Hm." Sang GrandDuke berdehem, atensinya masih beralih pada anak kecil yang tadi menabraknya. Dilihat dari hidung yang memerah itu sudah dipastikan terasa sakit. Tapi daripada itu....

"Pendek."

"...."

'Apa?'

Tunggu dulu, pria dewasa jelek dan bau dengan penutup wajah ini barusan mengatai dirinya pendek?

'Ini tidak bisa ditoleransi!'

"Bau! Jelek!" balas Arme tidak terima. Ia menunjuk-nunjuk si GrandDuke. Enak saja mengatai dirinya pendek, walau fakta tapi kan itu terlalu kasar untuk anak kecil seperti dirinya!

Si GrandDuke berjongkok, menatap minat anak kecil yang telah mengatai dirinya. Seumur-umur, belum pernah ada yang mengatai dirinya. Orang dewasa dan anak-anak pasti akan berkata kagum pada dirinya. Tapi, anak kecil yang satu ini tidak. Dia dengan berani menunjuk-nunjuk tidak sopan dirinya.

Transmigrasi Arme Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang