Aksa Buana 2.

62 3 0
                                    

Karin terdiam menatap nanar jendela kamarnya yang terbuka. Entah karin hanya ingin diam sambil terus fokus menatap langit mendung sore ini.

Sambil memeluk erat lututnya karin tidak sengaja mendengar obrolan kecil teman teman abangnya tentang dirinya yang di jadikan taruhan. Hati nya sakit benar benar sakit sampai dia bingung harus merespon seperti apa.

Pantas saja haikal tiba tiba membatalkan rapat hima. Ternyata ada masalah yang lebih serius. karin menunduk menenggelamkan wajah diantara lututnya dengan menghela nafas lelah.

Galen membuka pintu kamar karin perlahan. Ia melihat buntalan selimut berada di tepi kasur dan menghadap tepat di jendela kamar yang terbuka. Galen mendekat lalu duduk di samping adiknya.

"Hei". Galen mengelus pucuk kepala karin yang tertunduk.

Karin mendongak lalu menatap galen dengan mata yang sudah berkaca kaca. Galen tersenyum lalu merentangkan tangan memberi isyarat agar karin memeluknya.

"Jangan nangis, mas ga akan biarin mereka nyentuh kamu". Ucap galen sembari memperat pelukannya. Ia berusaha menenangkan adiknya yang tengah menangis.

"Maafin bang ikal ya? Jangan benci sama bang ikal". Karin menggeleng. Mau sebajingan apapun ketiga kakaknya karin tidak akan pernah membenci mereka sekalipun mereka melakukan hal bejat lainnya.

"Ada bang el, mau ketemu nggak?". Lagi lagi karin menggeleng. Ia semakin menenggelamkan wajahnya di dada bidang sang kakak.

"it's okey, ayin. Mas disini, mas ga akan biarin siapapun bawa kamu ke permainan sampah mereka sekalipun itu bang ikal". Galen terus mengelus punggung sempit adiknya dengan kata kata penenang.

"a,ayin tau agibratha". Karin mendongak mata sembabnya menatap sang kakak.

"Huh? Tau dari siapa?". Tanya galen sembari mengusap sisa air mata di pipi mulus adiknya.

"Waktu ayin izin ke gramedia sendiri. Di perjalanan ada yang ikutin ayin sekitar 3 orang seingat ayin. Sampai di gramedia juga mereka ikut masuk". Rahang galen mengeras. Namun ia berusaha menahan emosinya sampai cerita adiknya selesai.

"Hm, terus? Mereka macem macem?". Karin menggeleng.

"Belum sempet, karena kebetulan waktu itu ada bang rangga sama kak evan. Mereka ngga berani buntuti ayin lebih jauh karena ketauan kak mangga". Galen menghela nafas.

Ternyata benar apa kata revan. Agibratha sudah mengincar adiknya sejak awal. Sebenarnya siapa agibratha ini. Kenapa mereka terobsesi dengan adiknya. Apa mereka tau jika maharani karina pradipta adalah aset berharga aksa buana.

"Mas, agibratha itu kumpulan anak hukum kan? Ketua agibratha itu musuh bebuyutan bang ikal sama bang el". Galen terkejut, sial karin lebih dulu tau dari pada dirinya.

"Siapa, rin?". Nada bicara galen berubah. Tatapannya pun berubah menjadi tajam dan menusuk.

"Siapa ketua agibratha?". Tanya galen sekali lagi dengan mencengkram pelan pundak adiknya.

"K,kak Dean". Gotcha. Benar dugaan galen.

"Good girl, thank you". Galen menyeringai sembari mengecup kening adiknya setelah itu ia berlalu meninggalkan karin yang bingung dengan tindakan galen.

"H,hah? A,apa itu tadi.. tiba tiba".

sedangkan di taman belakang rumah. Suasana semakin runyam karena perdebatan varo dan haikal. Varo menggunakan perasaan sedangkan haikal menggunakan logika. Tidak ada yang berani menyela sampai.

"Percuma lu berdua debat begitu kalo ga tau siapa dalangnya". Semua anggota termasuk varo dan haikal kompak menoleh kearah pintu belakang.

Galen berjalan mendekat kearah sawung besar yang ada di tepi kolam renang. Mereka semua terdiam sampai galen ikut bergabung dan duduk di sebelah varo.

only sister (Karina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang