Ah, pantulan itu. Sungguh! Aku sudah muak menatapnya, muak dengan raut kesedihan yang terpampang begitu jelas, benci dengan mata sembab dan rambut berantakan yang tampak begitu buruk. Rasanya, ingin muntah saat menatap pantulan itu."Ah, sialan! Aku membencimu!" Aku berteriak seraya menunjuk cermin yang ada di hadapanku.
"Kau payah! Dasar pengecut!" Dengan kesal aku menghantam cermin itu dengan kepalan tangan. Darah bercucuran dari punggung tanganku, tetapi aku tidak mempedulikannya malah tersenyum puas saat melihat serpihan kaca berserakan di lantai.
Aku meraih salah satu serpihan itu, kemudian mengarahkannya ke pergelangan tangan. Namun, akal sehatku kembali dan menghentikan hal mengerikan yang akan aku lakukan. Aku membuang serpihan kaca itu ke sembarang arah.
"Bodoh!" Aku memukul kepala dengan keras, tanpa sadar aku menjatuhkan tubuh di lantai, kemudian meringkuk menyesali hal tolol yang baru saja aku lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resah
PoetryHidup tak akan pernah berhenti bercanda sampai titik dimana jiwa tak lagi mendiami raga.