Chapter 3: Kamu baik-baik saja?

6 3 0
                                    

Pagi ini, Jakarta berkabut. Cahaya kemerahan matahari terbit sudah mulai merambat ke permukaan. Akan tetapi kabut masih menyembunyikan sebagian besar kehidupan orang-orang yang membuat kota ini mendapatkan julukan kota yang tak pernah tidur.

Sepasang mata almond Kaira berkedip. Dia sudah terjaga sejak beberapa saat lalu, sebelum matahari bersinar kemerahan. Tapi dia enggan beranjak dari tempat tidurnya. Jemarinya menyentuh kaca yang membatasinya dengan dunia luar.

Berharap kabut itu akan menelan dirinya.

Sudah tiga hari dia absen dari pekerjaannya. Sudah tiga hari pula dia hanya tidur beberapa jam saja. saat ini mungkin kantung mata Kaira terlihat kehitaman tapi dia tak peduli.

Hari ini dia memutuskan untuk kembali bekerja setelah semalam dia menerima pesan dari Lani yang merasa hidupnya berada diujung tanduk karena Kaira tidak memberikan kabar apapun selama tiga hari.

Setelah berusaha mengalahkan kenyamanan kasurnya dan membersihkan dirinya, Kaira merasa lebih segar. Dia melihat pantulan dirinya di cermin. Sial, aku masih tampak berantakan. Pikirnya. Kaira terpaksa harus menyiapkan jawaban pertanyaan dari Lani atau berpura-pura masih sakit. Saat itu tatapan Kaira terhenti.

"Oh... ini..." jemari Kaira tertegun. Pandangannya tertuju ke arah gelas berisikan sepasang sikat gigi di hadapannya. Jantungnya berdenyut sakit.

Ada banyak hal tentang Liam yang tertinggal di dalam kamar ini. Sepasang sikat gigi, sepasang mug, pakaian, aroma dan jejak keberadaan lelaki itu. Kaira meraih dan memasukkan sikat gigi itu ke tempat sampah. Berharap rasa sakitnya akan pergi.

Tapi harapan itu pupus, karena ketika dia melihat sekeliling apartemen miliknya, dia bisa melihat jelas bayangan Liam duduk di pantry dengan senyum lebarnya menunggu Kaira selesai memasak makan malam untuk mereka, bayangan Liam di pagi hari yang membangunkannya dengan lembut beserta kecupan-kecupan manis, juga bayangan Liam yang tertidur di sofa kecilnya dengan buku yang belum selesai dibaca.

"Liam."

Kaira memeluk dirinya sendiri. Semua kenangan tentang Liam yang masih terasa begitu nyata, justru menjadi pisau tak kasat mata yang terus menyayatnya tanpa henti.

"Apa kamu juga nggak menginginkan keberadaanku?"

==oo0oo==

Wajah Lani melongo, tak lama kemudian berubah merah karena ia ingin mengatakan sesuatu tapi ia memilih duduk menenggak habis segelas air yang baru saja ia ambil dari pantry dan membalikkan kursinya sampai dia berhadapan dengan Kaira.

Lani juga memutar kursi Kaira, memaksa Kaira untuk menatapnya. Jelas sekali terlihat dari wajah Lani jika dia ingin banyak protes dan menumpahkan kekesalannya karena Kaira menghilang selama tiga hari tanpa kabar, menyebabkan dirinya pontang panting menunggu data tagihan dari Kaira sampai pekerjaan lainnya tertunda.

"Jadi? Tiga hari? Demi Tuhan Kaira. Kamu tahu nggak? Kukira, aku akan mati." wajah Lani memelas.

"Maaf, Lani. Tapi kamu 'kan, masih hidup. Bukannya itu hal yang baik?" Kaira meringis.

Lani mendengus sebal, lalu membetulkan kacamatanya. "Kamu nggak tahu 'kan, gimana suasana di ruangan ini sebelum kemarin? Mendingan, kamu beliin kita kopi atau cokelat atau matc-. Wait, kantung matamu parah banget!"

Penampilan Kaira pagi ini sangat berantakan, rambut cokelat gelap ikal yang biasanya tergerai sepunggung atau dikuncir kuda kini hanya digelung asal, tidak ada make up, kantung mata hitam, bahkan rona wajahnya hilang. Kaira pucat. Tidak hanya itu, warna pakaian Kaira hari ini agak, ah sudahlah. Lani memijit pelipisnya.

"Cuma kurang tidur." jawab Kaira asal. Ia berpaling dari tatapan Lani dan menyalakan laptopnya. Berpura-pura memeriksa tumpukan dokumen di mejanya, meski saat itu ia tidak bisa mencerna isi dokumen itu.

I've Got YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang