Yogyakarta, 8 tahun lalu.
"Jadi, kita berdua sekelompok?"
Kaira mengangguk. Sore itu, langit berwarna keemasan. Gumaman diskusi dari kelompok-kelompok yang baru saja terbentuk tadi menggema di dalam kelas. Lelaki itu menarik kursi di depan Kaira lalu duduk.
"Liam. Aku dari Akuntansi." Lelaki itu mengulurkan tangan, senyum kecil tersungging di wajah lelaki itu. Satu hal yang Kaira betul-betul ingat adalah sorot mata Liam yang tegas, ia punya mata almond yang cukup indah.
Kaira sedikit gelagapan mendapati tangan Liam dan butuh waktu beberapa detik sebelum ia membalas jabatan tangan itu. Sebelum itu ia menarik jaket abu-abu miliknya sampai menutupi hampir seluruh tangannya.
"Kaira. Manajemen." Jawab Kaira singkat sambil menunduk.
Liam mengamati Kaira yang tampak sedikit gugup, jemari gadis itu sedikit dingin. Rambut ikal cokelat gelapnya tergerai sepunggung dan sorot matanya tampak sedikit redup. Meski setelah menjabat tangan, Kaira sering kali menarik lengan jaketnya sampai menutupi tangan gadis itu.
"Kamu jadi ketuanya, ya?" Kaira membuka percakapan.
"Oke, nggak masalah." Liam mengangguk pelan.
"Aku pasti bantu dan nggak malas-malasan, kok. Tapi aku ada part time empat kali seminggu. Jadi sebisa mungkin kalau ketemu di luar hari aku part time, ya? Cuma itu permintaanku."
"Oke. Jadi selama satu semester kita bakal meneliti perkembangan bank sampah di salah satu kelurahan. Biarpun udah disiapin pendamping, aku pengen kita menelaah ini dulu. Habis ini sibuk nggak?" tanya Liam tanpa basa basi. Ia cukup senang karena Kaira tidak banyak basa basi.
"Aku masih punya waktu sampai jam," Kaira menengok jam dinding di depan kelas. "enam. Masih ada dua jam lagi."
"Jadi, kamu part time hari apa saja?"
"Senin sampai kamis." jawab Kaira singkat.
Liam mengangguk sambil berpikir, tampaknya dia tengah mencari jadwal yang cocok untuk kerja kelompok kali ini.
"Seminggu dua kali gimana? Jum'at dan Sabtu?"
"Oke."
Kaira ingat sore itu, cahaya matahari menerobos melalui ventilasi mengenai sebagian wajah Liam. Matanya berpendar kecokelatan. Cahaya itu membuat sorot mata Liam terasa hangat sampai-sampai Kaira menatapnya lebih lama beberapa detik.
Hari itu adalah kali pertama keduanya menyadari eksistensi masing-masing. Dan hari itu adalah hari pertama sepasang mata yang selalu terlihat ragu dan sepasang mata sehangat matahari sore bertemu.
Mereka tidak tahu kalau benang kisah mereka sedang dirajut.
==oo0oo==
Kaira menggelengkan kepalanya. Berusaha mengusir bayang-bayang Liam yang muncul begitu saja seolah itu adalah hal yang wajar. Seolah memang Kaira harus memikirkan lelaki itu atau dia bisa gila. Tapi Kaira tahu, saat ini memikirkan lelaki itu justru membuatnya lebih tidak waras.
Kaira memijat dahinya. Ia lelah, rasa lelahnya menyeruak seperti air yang bocor dari retakan kecil yang perlahan membesar.
"Emm, kalau emang masih sakit, nggak usah maksain berangkat, deh." Suara Lani menyudahi lamunan Kaira.
"Nggak apa-apa Lani, kerjaanku udah numpuk soalnya. Maaf ya, bikin kamu nunggu rekap tagihan bulan kemarin."
"Yakin?" Lani tidak tahu apa yang sedang terjadi pada Kaira. Gadis itu jarang sekali menceritakan kehidupan pribadinya. Meski belakangan ini Kaira mulai sesekali pergi bersama rekan kerjanya sepulang kantor. Lani tak pernah benar-benar melihat Kaira menikmati semua itu. Dan Lani tak pernah melihat Kaira seperti tadi pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I've Got You
RomansaDi tengah kehidupan yang terasa mencekik, Liam adalah satu-satunya rumah tempat Kaira pulang. Tetapi Lelaki itu memutuskan untuk pergi. Menyisakan lubang menganga yang menelan Kaira, menenggelamkannya ke masa lalu yang masih menghantui Kaira hingga...