2 - Saling Melindungi

500 84 2
                                    

"Di dalam pernikahan, sikap saling melindungi adalah indikator paling ampuh untuk menilai suatu ketulusan. Apapun bentuknya, entah berpayung entah berhunus, entah menjegal entah menyerang. Yang dituju hanya satu, menjaga yang lain tetap utuh."

Senandung Semu

2) Saling Melindungi

Harum mengeratkan selendang yang membungkus pundaknya, menambah lapisan kain selain kebaya putih yang masih ia kenakan sejak beberapa jam yang lalu. Udara di mobil terasa cukup dingin, terlampau dingin hingga rasa-rasanya ngilu mampu menusuk tulang-tulang yang ada di dalam tubuh Harum. Sejak kecil, Harum memang tidak menyukai dingin. Lebih tepatnya, ia terlalu lemah untuk melawan hawa dingin.

Harum melirik sisi kanannya sekilas, tempat dimana Bharata mendudukkan diri. Tidak benar-benar di sebelahnya, ada jarak cukup jauh yang memisahkan mereka berdua di kursi mobil itu. Harum bisa mengingat jelas ketika mereka memasuki mobil, Bharata telah menjauhkan diri terlebih dahulu. Pria itu menghindari Harum.

Dalam diam, harum memaklumi tindakan suaminya itu. Tidak ada rasa marah dan kecewa yang muncul di dalam hati kecilnya. Harum sadar betul bagaimana posisi mereka berdua saat ini. Bagi Harum, menikah dengan Bharata adalah suatu keberuntungan yang besar. Pria itu menyelamatkan reputasinya, dan sampai kapanpun Harum akan selalu berterimakasih akan hal itu.

Tapi bagi Sang Bharata? Menikahi harum mungkin lebih pas pria itu sebagai kesialan. Harum mengerti benar, melihat bagaimana buruknya media sosial menilai mereka. Menikahi Harum hanyalah sebuah kewajiban yang harus Bharata penuhi, sebagai bentuk tanggungjawab Jatikusumo kepada keluarganya. Pada akhirnya, Harum hanyalah pengantin titipan.

"Setelah sampai di rumah Saya, ada beberapa hal yang harus kamu pelajari."

Nada rendah yang terdengar angkuh itu membuyarkan lamunan Harum. Membuatnya refleks menoleh menuju sumber suara.

Tatapan bingung yang tanpa sengaja Harum berikan pada lawan bicaranya itu, agaknya mampu membuat Bharata mengerutkan kening. Menunjukkan gurat tak puas, akan respon Harum yang mungkin sedang pria itu anggap tidak kompeten.

Segera memperbaiki sikap, Harum mengangguk cepat "Budhe Ratih sudah memberitahu Saya Raden," ia menjawab.

"Raden?" Bharata membeo,

Pria itu meletakkan tablet hitam dengan aksen besi yang sebelumnya ia pegang. Kali ini, Bharata memberikan atensi penuh pada Harum yang jelas tampak sangat gugup.

Sepertinya Harum mulai mengerti kemana pertanyaan suaminya itu mengarah. Tapi, bukankah memang itu sebutan yang harus ia sematkan kepada suaminya. Harum ingat betul apa yang Ratih Renggalu sampaikan padanya. Kaki tangan tetua Jatikusumo itu memberitahu Harum dengan jelas silsilah kuno keluarga besar mereka, yang tentu membuat Bharata secara langsung menyandang gelar Raden.

Lantas, kesalahan apa yang membuat suaminya itu tampak tidak senang saat ini?

"Sepertinya perempuan tua itu tidak mengajari kamu dengan benar." Bharata menuduh singkat, memberikan ekspresi kaku yang tidak bisa Harum baca. Kalau diingat-ingat Bharata memang sering melakukan itu.

Harum menggeleng, "Budhe Ratih sudah mengajarkan semuanya. Mulai denah di rumah, acara penting keluarga, aturan tertulis dan yang tidak, bahkan termasuk juga panggilan gelar--."

"'Raden' hanya digunakan jika kita sedang berkumpul dengan keluarga besar!" Bharata membentak.

Wajah Harum berubah sayu, intonasi tinggi dari Bharata membuat sudut hatinya berdenyut. Tidak pernah ada laki-laki manapun yang berani membentaknya, bahkan seorang Baskara yang di dalam kalangan mereka kenal sebagai pemuda otoriter.

Senandung SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang