"Sepasang kekasih tidak selalu melihat momen dengan sisi yang sama. Terkadang dua kacamata berbeda bisa dipasang, digunakan untuk menilai kondisi dari perspektif masing-masing yang mereka sendiri rasa benar. Subjektif."
Senandung Semu
1) Dua Kacamata.
Suhu saat ini sangat panas. Mungkin karena banyak orang yang sedang menemani Harum di dalam ruang tunggu pengantin. Dua diantara mereka adalah ibu dan adiknya, sedang lima lainnya adalah orang-orang kiriman Jatikusumo. Semuanya perempuan, dengan seragam hitam press body yang dipakai rapi menutupi tubuh mereka serta earpiece hitam di telinga.
Harum bisa mendengar keluhan kecil dari bibir merah ibunya, menatap tidak percaya kepada orang-orang suruhan Jatikusumo yang sedang mengawal mereka saat ini.
"Apa penting begini?" Ibunya mulai membuka suara.
"Buk," Harum mengingatkan.
"Ndak bisa gitu to Rum! kita ini besan mereka, bukan tahanan."
Gayatri sengaja meninggikan suaranya, sebelum berbalik menghadap Harum yang duduk persis tepat di sampingnya.
Harum menatap cemas ke arah beberapa pengawalnya, berharap setelah ini mereka tidak membocorkan satu kalimat pun yang telah ibunya keluhkan secara terang-terangan mengenai keluarga Jatikusumo. Harum tidak ingin menambah kesulitan hidup di dalam kediaman suaminya nanti.
"Ibuk, ini ada untungnya lho.." Harum menenangkan ibunya, memberikan pandangan yang lebih positif akan posisi mereka saat ini.
"Kalau Romo ngasih pengawalan seperti ini, Mas Baskara jadi ndak perlu ngabisin uang lagi buat keamanan," Harum tersenyum, meyakinkan ibunya "Iya to?"
Harum menyenggol pelan bahu Kinanti, adik perempuannya yang sedang sibuk membenahi kebayanya. Melempar kode meminta tolong yang dengan mudahnya ditangkap oleh si bungsu Atmaja.
"Iya Buk! Adek malah seneng dikasih yang kaya begini, lebih safety." Kinanti memberikan kedipan singkat pada Harum, sebelum merangkup pipi ibu mereka kuat-kuat dengan tangan rampingnya.
"S A F E T Y Buk! A M A N." Kinanti menyeru,
"Ealah Ibukmu ini tau safety safety iku opo. Keamanan kuwi tau Ibuk," Gayatri menepis tangan putri bungsunya, mendelik bulat ke arah anak perempuannya itu.
"Yang Ibuk tanyakan itu, apa perlu seperti ini? terlalu berlebihan. Mbok yang sederhana saja, secukupnya saja. Penjagaan terlalu ketat seperti ini jujur agak menyinggung hati Ibuk. Mereka pikir kita ndak bisa apa memastikan keamanan rumah sendiri, rumah Atmaja?" Harum menggeser duduknya, berpindah mendekati ibunya yang mulai sedikit termakan emosi.
Dalam hati Harum mengerti akan sikap ibunya itu. Dia usap punggung ramping itu pelan-pelan hingga dirasa cukup tenang.
"Buk, Harum ini akan menikah dengan putra mereka, keluarga besar Jatikusumo. Ibuk tau sendiri mereka itu siapa, reputasinya bagaimana. Bagi keluarga seperti mereka, setiap detik itu berharga, setiap tempat itu berbahaya. Mereka cuma ingin meminimalisir resiko, ndak lebih. Apalagi sampai bermaksud menyinggung Ibuk,"
Kali ini Harum sudah menggenggam telapak ibunya yang mulai mengendur, memberikan genggaman ringan sebagai simbol penyalur kekuatan diantara mereka berdua.
Agaknya, Gayatri yang semula terpancing emosi kini menjadi terbawa suasana. Ibunya itu menangis. Harum ingin tertawa dalam hati, memang sudah beberapa hari ini sejak pertunangannya dengan Karna dibatalkan dan pernikahannya dengan Bharata ditetapkan, ibunya sering mengalami perubahan emosi yang tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Semu
عاطفيةPertunangannya dibatalkan. Harum Cendani menerima informasi itu langsung dari kakaknya sendiri pagi tadi. Alasannya sederhana. Bapak perdana menteri telah meminta Kolonel Karna, mantan tunangan Harum itu untuk menikahi putri tunggalnya. Karena terl...