3 - Kecurigaan Nyata

489 86 8
                                    

"Kepingan fakta yang terpotong-potong berantakan tanpa penghubung jelas diantaranya, bisa bermuara pada suatu kecurigaan nyata. Yang jelas-jelas bisa menyebabkan lebih banyak retakan bermunculan. Antar siapapun itu, pasangan atau bahkan keluarga."

Senandung Semu

3. Kecurigaan Nyata

Harum menyisir pelan rambut panjangnya yang basah sehabis keramas. Matahari telah sepenuhnya turun sejak beberapa jam tadi, dibuktikan oleh jarum jam pendek yang menunjukkan pukul sebelas malam. Harum telah selesai menata barang-barang miliknya di dalam kamar Bharata. Dipandanginya ruangan luas dengan dominansi warna coklat itu, terasa membosankan.

Menghela napas, Harum menggeleng pelan. Tidak ada perubahan mencolok yang bisa Harum lihat setelah ia sedikit merombak tatanan kamar suaminya itu. Rasanya sama saja, beberapa barang-barang feminim milik Harum yang sengaja ia letakkan di atas meja rias dan nakas sepertinya tidak mampu untuk mengubah atmosfer maskulin dan kaku di dalam ruangan.

Tapi sejujurnya Harum suka. Walau dekorasi di dalam kamar itu tampak monoton, kesan mewah dan rapi tetap menonjol kuat. Kalau diingat-ingat, semua ruangan di dalam kediaman Jatikusumo memiliki ciri khas yang sama seperti itu.

Berbicara soal Jatikusumo, Harum teringat akan situasi canggung yang telah ia alami siang tadi. Harum pikir dengan reputasi keluarga Jatikusumo yang tersohor, selalu ada kekuatan berupa hubungan yang baik antar keluarga dibaliknya. Namun sepertinya itu tidak berlaku untuk keluarga besar Bharata.

Pria itu bahkan tidak sedang berusaha menutupi hubungan buruk dengan Romonya. Tetapi mengapa? Apa yang salah dari tetua Jatikusumo itu?

Harum masih belum menemukan jawabannya.

Larut dalam lamunan, suara mesin kendaraan yang terdengar semakin dekat di telinga menarik perhatiannya. Dari atas balkon kamar, ia bisa melihat mobil dinas Bharata telah berhenti tepat di depan pintu rumah mereka.

Theo terlihat keluar dari mobil terlebih dahulu, bergerak cepat untuk membantu seseorang yang ia yakini Bhatara, beranjak dari kursi penumpang di belakang.

Menutup pintu balkon dengan rapat, segera harum bergerak dari tempatnya berdiri. Kaki pendeknya melangkah cepat, setengah berlari hingga mencapai ruang tamu. Bersamaan dengan itu, Bharata memasuki rumah. Harum bisa menangkap wajah sayu Bharata dengan jelas, suaminya itu seperti tampak sangat lelah.

Harum melihat jas dinas berwarna hijau pekat milik Bharata, telah terlipat di lengan Theo. Ajudan pribadinya itu memberi senyum kepada Harum, sebelum berpamitan formal kepada Bharata untuk meninggalkan kediaman.

"Selamat datang Mas," Harum mendekat, memberikan senyum terbaik yang ia punya.

Mengambil topi dinas yang digenggam Bharata. Harum memberi salam dengan menyampirkan pipinya pada punggung tangan Bharata yang lebar.

Ada suasana canggung yang cukup terasa diantara mereka berdua. Namun Bharata dengan sikap santainya mampu menutupi hal itu.

Kaki panjang suaminya itu mengambil langkah lebar-lebar dengan ketukan yang pas, meninggalkan harum yang masih berdiri hening di belakang.

Ada sedikit kekecewaan yang muncul di sudut hati Harum. Melihat punggung suaminya yang semakin menjauh, ia tidak memiliki banyak waktu untuk mencerna baik-baik perasaan kecewanya itu.

Dengan langkah terburu, Harum menyusul Bharata masuk ke dalam kamar mereka.

"Sudah makan, Mas?" Harum bertanya sembari menutup pintu kamar rapat-rapat.

Bharata yang sedang terduduk di atas sofa beludru, membungkukkan badannya sendiri untuk melepas pantofel hitam yang ada di kakinya.

"Sudah," Suaminya itu menjawab lelah.

Senandung SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang