4 - Hilang Kendali

562 89 11
                                    

"Ketidakmampuan diri untuk mengendalikan regulasi emosi kerap disebut sebagai hilang kendali. Buruknya, walau telah dilatih bertahun-tahun seorang manusia tidak akan pernah benar-benar bisa mengendalikannya. Sekeras apapun mereka mencoba."

Senandung Semu

4. Hilang Kendali

Beberapa hari telah berlalu sejak Bharata menerima informasi tentang surat penarikan Sang Karna. Sejak itu pula, tidak ada yang banyak berubah dari kehidupan pekerjaannya. Belum ada panggilan pribadi yang diterima Bharata dari petinggi militer di markas pusat.

Semuanya masih tenang, terasa normal. Begitu pula dengan kesehariannya di rumah.

Setiap hari, Bharata akan menyelesaikan pekerjaan tepat pukul 8 malam. Namun tak jarang juga, jam lembur harus ia ambil demi menyelesaikan beberapa pekerjaan yang menumpuk di meja.

Ketika telah sampai di kediaman Sayap Barat, wajah Harum selalu menjadi hal pertama yang Bharata lihat. Memasang senyum lebar-lebar, perempuan itu segera mengambil atribut seragam luarnya dari tangan Theo. Mengucapkan terimakasih kepada ajudannya itu, sebelum mengekori Bharata yang selalu tergesa memasuki kamar.

Perempuan itu gemar sekali berbicara. Bharata baru mengetahui hal itu.

Harum suka sekali menceritakan kegiatan-kegiatan hariannya, melaporkan apa saja yang sudah ia pelajari bersama ibu Bharata di kediaman mereka.

Bharata bisa mengingat dengan jelas bagaimana ocehan ringan istrinya itu terus mengiangi telinganya kala Harum membantu melepas sepatu dan kemeja.

Bukan hanya kemeja. Sekarang istrinya itu sudah bisa melepaskan dalaman kaosnya.

Tanpa sadar Bharata menahan senyum, mengingat bagaimana Harum telah menemukan cara konyolnya sendiri untuk membantu Bharata akan satu hal itu.

Menaikkan kakinya sendiri di atas tempat tidur mereka, Harum memintanya mendekat. Ditariknya bawahan kaos Bharata hingga terlepas dari kepala.

Tak jarang akibat energinya yang terlalu berlebihan, Harum hampir berkali-kali terhengkang jatuh ke belakang.

Kalau saja Bharata tidak tangkas menangkap, mungkin saat ini istrinya itu sedang berada di rumah sakit untuk menjalani terapi pinggang.

Menerka dalam diam, kira-kira tingkah konyol apa lagi yang bisa seorang Harum Cendani tunjukkan padanya. Namun setidaknya Bharata bisa sedikit bernapas lega. Sejauh ini, perempuan itu hanya melakukan hal-hal memalukan di depannya saja.

Bharata belum mendapat teguran apapun dari Romo atau anggota keluarga lain mengenai tingkah Harum. Agaknya perempuan itu pandai menjaga sikap ketika sedang berhadapan dengan orang lain selain Bharata.

Menghela napas, Bharata memutuskan untuk istirahat sejenak. Hari ini ia tidak memiliki jadwal penting apapun, hanya memindai beberapa berkas laporan di atas meja kerja. Sejujurnya, Bharata lebih menyukai karirnya dulu. Sebelum menerima promosi sebagai Panglima tinggi.

Seperti Karna, mereka yang masih ada di pangkat menengah lebih sering untuk diperintahkan turun melaksanakan tugas lapang. Cukup menantang fisik dan memberikan adrenalin adiktif bagi para prajurit muda.

Bharata lebih menyukai masa-masa itu.

Ketukan pintu menyadarkan lamunannya. Sadar bahwa Theo sedang meminta izin masuk, Bharata lekas mempersilahkan pria itu mendekat.

"Izin Letnan, Staff presiden baru saja menghubungi Saya. Mereka meminta anda untuk menghadap ke istana siang nanti."

"Tiba-tiba?" Bharata menopang kedua tangannya di atas meja, hidungnya berkerut, menatap Theo penuh tanda tanya.

Senandung SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang