1

55 8 0
                                    

Ayah mememang keras orang nya. Apa yang ia perintahkan adalah hal yang mutlak. Ayah tidak jarang memukuliku hanya karena perbuataku sendiri. Ayah berbuat seperti itu demi kebaikan ku. tidak pernah ada niatan yang terbesit di dalam pikiranku untuk membenci ayah. Aku menyayangi nya, sangat. hanya ia lah satu satunya yang aku punya, ia adalah idola ku, sekaligus penyelamat bagiku. Saat aku baru saja menginjak usia 1 tahun, ibu mengajukan penceraian pada ayah, karena pada saat itu keekonomian 'kita' sedang tidak baik baik saja. Hanya karena alasan itu, ibu menelantarkan dan meninggalkan ku dengan ayah. Saat itu ayah sangat menderita, ayah sangat mencintai ibu, tetapi kenapa ibu tidak bisa mencintainya juga...

kalau bisa, aku ingin membuat ibu menderita, lebih dari apa yang ayah rasakan. Entahlah, egoku yang ingin berbuat seperti itu. Karna bagaimana pun aku mencintai 'nya'.

"kemari Ika." Ucap Dhias, ayah dari Ika . Tangan kekarnya menepuk nepuk pahanya, menyuruh Ika untuk mendudukinya.

Saat itu Ika lebih memilih mundur, ia takut kalau ia mendekat akan dipukuli lagi oleh sang ayah. Jari jari tangannya memilin ujung bajunya, meredakan rasa takut yang mencoba menjalar di seluruh tubuhnya

"M-maafkan aku ayah, a-aku tidak akan melakukannya lagi. Tolong maafkan aku.." rengeknya cukup keras dengan air mata yang mengalir dari pelupuk matanya.

Dhias menatapnya tajam. Jari jari tangannya mengetuk tangan kursi."cepat kemari Ika.. jangan sampai ayah mengulanginya lagi." Titahnya dengan mutlak, tanpa memperdulikan rengekan yang Ika buat. Saat itu tidak ada pilihan lagi bagi Ika, mau tidak mau ia harus menuruti perintah sang ayah.

Kaki kecilnya perlahan lahan membawa Ika mendekat ke arah Dhias, wajah Ika sudah berlumuran air mata. Menyedihkan. Ia siap dengan apa yang akan terjadi nanti.

Ika berhenti di depan Dhias, ia menundukkan kepalanya menatap kearah lantai berwarna hitam yang menjadi pijakannya. Air matanya perlahan lahan berjatuhan membasahi lantai tersebut.

Tiba tiba tubuh Ika ,Dhias dudukan di atas pangkuannya. Jari jari tangan Dhias menyisir poni yang menutupi matanya kebelakang, sehingga luka lembab yang berada di dekat mata Ika bisa terlihat.
Ika saat itu hanya terdiam dengan getaran di tubuhnya.

"Ika tau kan kalau ayah itu gak suka sama orang yang suka berbohong? Kenapa Ika malah membohongi ayah?" Tanya Dhias dengan suaranya yang dingin. Salah satu jari Dhias menekan luka lembab yang berada di dekat mata Ika, yang mengakibatkan diri Ika

"M-maaf. Maafkan Ika..ayahh! Ika janji gak akan berbohong lagii..." Jeritnya. Tangan kecil Ika yang gemetar mencoba mencekam tangan besar milik Dhias yang sekali lagi mencoba untuk menekan luka lembabnya.

"Ukhh..Sakit ayahh! Maafin Ika ayahh!!" Air mata mulai menderasi pipinya. Cengkraman yang ia buat tidak ber'efek apapun untuk Dhias. Bayangkan saja, bagaimana perbedaan kekuatan anak berusia 4 tahun yang mencoba menghentikan orang yang berusia 27 tahun? Itu mustahil.

"Apa ayah bisa memegang ucapan Ika?" Ucap Dhias tiba tiba. Ia menurunkan tangannya hingga kepipi lalu mengusap air mata yang berada di pelupuk mata Ika.

Ika menganggukkan kepalanya. Srup srup.. ingusnya yang ingin jatuh, ia tarik lagi kedalam. "Bolehkah Ika memeluk ayah?" Ucapnya dengan sesegupan.

Dhias menatap Ika beberapa detik sebelum mengizinkannya untuk memeluknya. Saat dapat perizinannya, mata Ika langsung dipenuhi oleh binar binar kehidupan. saat itupun juga Ika langsung saja menerkam tubuh Dhias.




Everything will be fineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang