Chapter 5: Kasih Sayang yang Berlebihan

111 10 1
                                    


Hari-hari berlalu, dan kebiasaan baru Elara dalam memanjakan Arga semakin kuat. Setiap kali dia pulang dari kerja, dia selalu membawa sesuatu untuk Arga-baik itu makanan favorit, bunga segar, atau bahkan sekadar catatan kecil yang penuh cinta. Elara tak hanya ingin menunjukkan kasih sayangnya, tetapi juga ingin memperbaiki semua kesalahan yang pernah dilakukannya. Arga merasa disayangi, tetapi terkadang dia juga merasa tertekan dengan perhatian yang terus-menerus.

Suatu pagi, Elara berangkat kerja dengan penuh semangat. "Jangan lupa sarapan, ya! Aku sudah siapkan roti dan jus di meja," ujarnya sambil mencium Arga lembut. Arga hanya mengangguk, senang dengan perhatian Elara, meskipun hatinya sedikit bertanya-tanya tentang betapa banyaknya perhatian itu.

Hari itu, Arga bangun dengan tubuh yang tidak enak. Badannya terasa lemas, dan kepalanya mulai berdenyut. Dia mencoba untuk mengabaikannya, berpikir mungkin itu hanya kelelahan setelah seminggu bekerja keras. Namun, seiring berjalannya waktu, gejala itu semakin parah, dan Arga menyadari bahwa dia mungkin akan demam.

Dengan malas, dia meraih ponselnya dan mengirim pesan kepada Elara. "Elara, aku boleh ga minta tolong? Kepala aku lagi sakit banget. Boleh nanti kamu beliin aku obat ga? Kalau kamu ga mau, ga papa, nanti aku keluar yang beli sendiri."

Beberapa menit kemudian, ponselnya bergetar. Pesan dari Elara masuk. "Oh tidak! Kenapa kamu bisa sakit? Tentu saja aku akan beli obat! Tunggu aku ya sayang, aku tidak akan biarkan kamu keluar cari obat saat lagi sakit. Sebentar lagi aku pulang."

Arga tersenyum, merasa lega mendengar perhatian Elara. Namun, ada juga rasa cemas yang melingkupi pikirannya. Mengapa Elara selalu begitu khawatir? Dalam hatinya, dia merasa bersalah karena sudah membuat Elara merasa tidak nyaman. Dia berbaring di sofa, berharap rasa sakitnya segera reda.

Beberapa jam berlalu, dan saat pintu rumah terbuka, aroma segar dari makanan menggoda hidung Arga. Elara muncul dengan wajah penuh kekhawatiran, membawa tas belanja penuh dengan obat-obatan dan makanan. "Sayang, aku bawa obat demam dan makanan kesukaanmu! Aku harus membuatmu cepat sembuh!" serunya penuh semangat.

Melihat semua itu, Arga tidak bisa menahan senyumnya, tetapi juga merasa ada yang tidak beres. "Elara, kamu tidak perlu membawa semua ini. Satu obat sudah cukup," ujarnya berusaha menenangkan istrinya yang terlihat begitu khawatir.

Elara menggelengkan kepala. "Tidak, tidak. Kamu harus cepat sembuh! Aku tidak mau melihatmu sakit," katanya dengan suara lembut yang penuh cinta. Dia kemudian mengambil segelas air dan menyajikan obat untuk Arga, sambil terus menatapnya dengan mata penuh kasih sayang.

Setelah Arga menelan obatnya, Elara tidak berhenti di situ. Dia memutuskan untuk menyiapkan makanan hangat yang pasti bisa menghangatkan tubuh Arga. "Aku tahu kamu suka sup ayam. Ini akan membantumu cepat pulih," ucapnya sambil memasak dengan penuh perhatian.

Arga memperhatikan Elara, terkesan dengan betapa gigihnya dia dalam merawatnya. "Ara, ini terlalu banyak. Aku merasa tidak nyaman dengan perhatianmu," ungkapnya pelan, tetapi Elara hanya tersenyum.

"Aku tidak akan biarkan kamu merasa sakit sendirian! Jika kamu butuh apapun, aku akan ada di sini. Aku akan selalu ada untukmu," jawab Elara dengan tegas.

Ketika sup siap dan Arga sudah selesai minum obat, rasa kantuk mulai menyergap Arga. Tanpa sadar, matanya terpejam, dan dia tertidur di sofa, lelah oleh sakit yang mengganggu. Elara yang melihatnya tidak tega. Ia berjalan perlahan mendekat dan memperhatikan wajah suaminya yang tampak lelah.

"Sayang," bisiknya lembut, "kamu tidak boleh tidur di sini." Tanpa berpikir panjang, Elara menggendong Arga dengan hati-hati, berusaha agar tidak membangunkannya. Dia merasa betapa ringan tubuh suaminya dan betapa dia ingin menjaganya agar tidak merasa sakit.

Dengan lembut, dia membawanya ke kamar mereka, dan meletakkannya di tempat tidur. Setelah memastikan Arga nyaman, Elara duduk di sampingnya sejenak, menatap wajahnya yang tampak tenang saat tidur. Dia merasa penuh kasih sayang, bercampur rasa bersalah atas semua yang terjadi di masa lalu. Dia bertekad untuk tidak mengulang kesalahan yang sama dan merawat Arga dengan penuh cinta.

Malam itu, Elara tetap di samping Arga, menemani suaminya yang lemah. Dia mengatur bantal dan selimut agar Arga nyaman, kemudian duduk di sampingnya dengan tangan terulur, siap memberikan perhatian penuh. "Kamu tidak boleh merasa sendirian, ya? Aku di sini untukmu," ujarnya sambil menggenggam tangan Arga erat-erat.

Arga merasa hangat di dalam hatinya. Di satu sisi, dia merasa beruntung memiliki Elara yang begitu perhatian. Namun, di sisi lain, dia mulai merasa bingung dengan semua tindakan Elara yang terkadang terasa berlebihan. "Elara, aku menghargai semua ini, tetapi aku juga ingin kamu ingat untuk tidak terlalu khawatir. Kita bisa melalui ini bersama-sama," katanya lembut.

Elara mengangguk, tetapi raut wajahnya tetap menunjukkan kekhawatiran. "Aku tidak ingin kehilanganmu lagi," jawabnya dengan nada yang menyentuh hati. Arga merasa jantungnya berdegup kencang. Mengapa Elara berkata seperti itu? Ada sesuatu di balik kata-katanya yang membuatnya semakin penasaran. Namun, dia tidak tahu apa yang harus ditanya.

"Ara..." Arga mencoba mencari kata-kata. "Apa maksudmu dengan... tidak ingin kehilangan aku lagi?"

Elara menatapnya dalam-dalam, seolah-olah ingin menyampaikan sesuatu yang lebih dalam. Namun, dia hanya tersenyum dan berusaha menutupi keraguan di wajahnya. "Tidak ada, sayang. Aku hanya... hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja," jawabnya cepat, tetapi Arga merasakan ada yang mengganjal di dalam hati Elara.

Dengan penuh kasih sayang, Elara memeluk Arga, merasa puas melihat suaminya lebih baik. Di saat itu, Arga tahu bahwa meskipun perjalanan mereka tidak selalu mudah, cinta yang mereka miliki akan selalu menjadi penguat bagi keduanya. Dia berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan merawat Arga dengan sepenuh hati-dengan cara yang akan membuat mereka berdua merasa bahagia.

---

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Second Chance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang