Part 1 Amelia Putri Sanjaya

8 3 0
                                    

Perkenalkan Nama aku Hanif dosen muda di perguruan tinggi dan ini perkenalkan Amel yang nantinya bisa menjadi istri dosen muda ini , dan Teh April kakak ke dua nya Amel, Teh Merlin kakak pertama Amel oke kita mulai cerita.

Tahun 2008, Hari dimana semuanya terasa sangat lambat, segala hal yang aku lakukan terasa hampa, waktu benar - bener datang serius kali ini datang menghampiriku dengan caranya sendiri, ruangan yang berisikan mahasiswa dan mahasiswi ini biasanya menjadi pelipur lara

ketika hidup bener bener sulit aku jalani, atau suara gaduh nya di dalam kelas, yang biasanya tidak jarang mengundang tawa begitu saja untuk aku, tapi kali ini perlahan sirna hampa dan kosong.

" Mau nitip sesuatu ngga Pak Hanif ?, ini mau keluar, kelihatannya sudah berhari hari seperti banyak pikiran... saya lihat di kelas juga kadang Pak Hanif sering melamun... " ucap Pak Indra, salah satu orang yang akrab denganku, dosen di perguruan tinggi ini.

" Eh, tidak usah Pak Indra, silahkan saja duluan nanti saya beli sendiri aja, biasa Pak anak anak semester terakhir, tahu sendiri kan seperti apa... " jawabku, sambil senyum tipis, untuk menutupi apa yang sedang aku pikirkan akhir akhir ini. Iyah, hanya aku satu satu nya dosen muda di sini, name tag yang menempel di baju biru yang sedang aku gunakan,

jelas tertulis nama lengkapku, Hanif Al Faris, seorang dosen, dosen muda tepatnya. atau dosen yang disukai, karena terkesan dengan bijaksananya, itu aku ketahui, ketika setiap kelulusan para mahasiswa memberikan kado perpisahan, dari situlah aku bisa menilaiku diriku sendiri, dengan sangat percaya diri.

" Nif, tolong yakinkan Ibu dan Bapak, jangan menilai keluargaku dari sisi Teh April yang seperti itu, itu semua tidak benar, aku sangat yakin kamu pasti sangat paham... tidak, tidak pernah terjadi persekutuan itu, jangan sangkutkan Teh April, apalagi Teh Merlin dua kakak aku yang selama ini sulit mempunyai anak, karena kejadian meninggalnya Nina, anaknya Teh April.
Kamu pasti paham kan dan tidak akan percaya dengan kabar dari orang - orangkan ? -

- Apalagi, kejadian nya sudah lama, tidak ada kaitanya dengan usaha Teh April yang melesat " sebuah pesan masuk cukup aku baca, di handphone jadul, yang sedang aku pegang sekarang.
Pesan dari perempuan yang sedang menunggu kepastian dari keluargaku,

seseorang yang sudah lama menemani aku ketika susah maupun mudah, bahkan aku hanya berani membaca nya berulang - ulang, tanpa berani membalasnya.
Perempuan itu Amelia Putri Sanjaya, perempuan yang sudah dua hari lamanya selalu cemas,

karena sampai saat ini Bapak dan Ibu ataupun Kakek belum berbicara apapun kepadaku, mengenai keinginanku untuk mempersunting Amel. " Aku juga tidak pernah percaya akan hal itu " ucapan keluar yang dalam hatiku saja, membalas pesan dari Amel.

Setelah waktu istirahat habis, 4 jam sebelum waktu mengajarku di dalam kelas selesai hari ini, hanya Amel saja yang ada di dalam pikiranku, walaupun kunci langkah hidupku selanjutnya ada di tangan Bapak dan Ibu, berupa restu tentunya, yang sedang aku tunggu.

Honda Sonic yang baru saja kubeli beberapa hari kemarin kini sedang membawaku pulang ke rumah,

badanku lemas tanpa sebab, pikiranku sering kali tidak fokus, bahkan aku ingat, beberapa dosen yang lain pun yang dekat denganku selalu bertanya hal yang sama,
ketika mendapati aku sedang melamun di ruangan rapat, " Pak Hanif baik baik saja kan? " selalu aku jawab dengan melempar senyum tipis,

yang aku usahakan seperti biasanya, padahal pertanyaan itu jika aku berikan kepada diriku sendiri pun, bakalan sama, tanpa jawaban.
" Sudah dua hari, semoga Bapak bisa berubah hatinya " ucapku, sambil memarkirkan motor di depan rumah.

penuh dengan suara burung - burung berkicau milik Bapak.
Suara Ibu yang sedang ngurus cucu nya perlahan terdengar, sudah aku dengar jelas, ketika membuka sepatu hitam yang selalu mengandalkan semir sepatu hitam saja, agar selalu terlihat mengkilap di atas kulitnya yang sudah mulai bergaris.
" Hanif sudah pulang " ucap Ibu, sambil membuka perlahan pintu yang sudah tua ini.
" Sudah Ibu alhamdulilah, Ibu kalau sudah capek ngurusin cucu gantian sama Hanif aja, biar Hanif urusin cucu Ibu " jawabku, sambil mencium tangannya, sementara tangan satunya Ibu masih memegang cucu nya.
" Eh tidak apa - apa, Ibu masih kuat ko ngurus cucu " ucap Ibu, sambil meregangkan badannya yang sudah menua.

BersekutuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang