ini adalah lanjutan dari Part 1 kemarin yak guys, oke kita mulai.
Dari dulu memang hanya Mbah Suwiryo inilah yang selalu lebih paham pada kemauan aku, aku ingat sekali, dulu ketika lulus sekolah menengah atas tahun 1997, karena keadaan ekonomi Ibu dan Bapak tidak stabil apalagi bisnis Bapak terkena krisis moneter tahun 1998-1999, waktu itu mbah berjanji akan menguliahkan aku, janjinya di tepati di tahun 2000, aku di biaya masuk oleh Mbah, walaupun selama dua tahun aku hidup di kampung, bersama Mbah.
" Mbah percaya sama kamu, besok Mbah, Bapak dan Ibu datang ke rumah Amel " ucap Mbah sambil tangannya bergetar, memegang lenganku.
" Mbah jangan kasih alasan ke keluarga Amel baru datang, karena kecemasan Bapak pada Teh April " jawabku.
" Mbah juga masih punya perasaan dan tidak akan setega itu Nif " ucap Mbah, sambil mengelus pundakku.
" Memang sulit citra calon menantu kamu itu Nif, usaha April yang melesat dengan cepat, di barengi dengan kejadian itu, tapi semoga semua itu salah, setelah kamu sudah sah menjadi bagian keluarga besarnya Sanjaya, Bapaknya Amel... " ucap Mbah.Hatiku sedikit tenang mendengarkan ucapan Mbah dan memang tidak tahu kenapa di antara Hana dan Aku, Aku mempunyai ikatan batin yang lebih, setiap ucapan Mbah yang selalu bijaksana bisa begitu saja aku terima, padahal bisa aku rasanya berbalas obrolan, namun dengan Mbah inilah, diam dan mendengarkan adalah pilihan yang bisa aku ambil, tanpa terkecuali.
" Memang Amel orang baik, ingat betul di hari kepergian Mbah Santi kamu juga, Mbah sudah yakin kalau itu jodoh kamu " ucap Mbah.Aku yang sudah berganti posisi duduk di sebelah Mbah dengan perlahan, aku kembali mengingat hari itu iyah, hari dimana aku dan Amel baru saja mempunyai hubungan seumur jagung, karena perbedaan usia aku tiga tahun dengan Amel, dan aku tidak langsung melanjutkan kuliah selama dua tahun ketika lulus SMA, sehingga aku dan Amel menjadi satu angkatan, walaupun berbeda kampus saat itu, saat itu juga Amel mengenalkan Mbah Santi dan Mbah Suwiryo, Amel bukan lagi bisa mengambil hatinya, namun menjadikan dua Mbahku ini seperti orang tuanya, sampai Mbah Santi pergi selamanya.
" Amel juga selalu mengingat hari itu Bah, beberapa kali juga selalu menanyakan kabar Mbah, bahkan minggu kemarin, aku tidak datang ke kampung, Amel ikut mengingatkan aku Bah... " ucapku perlahan.
" Jadikan Amel nanti setelah menikah ibadah kamu sepanjang hidup Hanif, sayangi dia selayaknya Ibu, Bapak, Hana dan Mbah yang menyayangi kamu, ingat, jangan jadikan beban masalah nanti yang datang, jadikan itu juga sebagai ibadah " ucap Mbah.Aku langsung terdiam dan membuka lebar telinga, juga hatiku, agar perkataan mbah malam ini bukan hanya masuk, tapi bisa aku jadikan sebagai prinsip hidup selanjutnya, apalagi
" jangan jadikan beban masalah nanti yang datang, jadikan itu juga sebagai ibadah ".
" Berat tapi ini mungkin sudah jalan yang maha kuasa untuk kamu " ucap Mbah sambil menganggukan kepalanya, seolah sedang bernegosiasi dengan pikiranya sendiri.
" Bah, Mbah tidak berpikirkan seperti Bapak jugakan? " ucapku.
" Tidak tapi sama cemasnya itu ada... " jawab Mbah singkat, sambil menepuk pundak aku, sementara aku langsung terdiam.
" Tapi harusnya kecemasan itu bisa kalah dengan rasa kepercayaan Mbah ke kamu Nif " ucap Mbah, sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
Bahkan ini jawaban yang sebenarnya tidak aku tunggu selama beberapa hari ini, aku berharap bicara panjang mencari solusi karena kesenjangan sosial dan ekonomi dengan keluarga Amel, atau mencari jalan keluar akan dana pernikahan yang belum tahu dari mana, dan lebih parahnya lagi tidak setuju, karena satu hal yang berat. Ini karena kejadian yang memang di tahun itu sangat ramai dibicarakan, Teh April kakaknya Amel dan Pak Sugeng suaminya, ketakutan dan kecemasan yang benar benar tidak bisa aku pahami, sekalipun sudah berpikir berulang - ulang. " Tidak habis pikir dan kenapa bisa seperti itu " bahkan aku tidak pernah setuju dengan pemikiran atas kecemasan keluargaku sendiri.Pagi ini aku sudah sangat siap sekali memulai aktivitas, dengan pakain yang rapi, seperti pada pagi - pagi sebelumnya.
Semenjak subuh tadi bersujud di atas sejadah melaksanakan ibadah, aku mensyukuri adanya langkah kemajuan Mbah atas permasalahan aku ini, membuat rasa tenang perlahan datang begitu saja.
" Ibu mana... " ucapku, sambil duduk di sebelah Hana.
" Di depan tuh Aa " jawab Hana sambil memakan telor goreng, sudah banyak juga pisang yang Ibu goreng, yang mungkin di beli oleh Ibu dari warung.
" Mbah, sudah ketemu kamu " ucapku sambil berdiri, setelah minum air teh hangat.
Lagi - lagi Hana hanya mengangguk dan kepalanya bergerak dengan cepat menunjuk arah dimana posisi Mbah berada.
" Dasar... " ucapku sambil mengelus kepala Hana.
Di ruangan depan rumah, terlihat Ibu sedang belanja di depan rumah, sementara Bapak dan Mbah sedang duduk di bangku depan rumah.
" Bener Bu Indri " ucapku, sambil mengingat dan berjalan menghampirinya untuk bersalaman.
" Assalamualaikum Bu Indri, sehat... " ucapku menurunkan sedikit kepala dan mencium tangan nya.
" Walaikumsalam, ya allah Hanif, sudah makin tinggi aja badan kamu ini... mau ke kampus yah " jawab Bu Indri, sambil tersenyum.
Suara riuh belanja pun masih terdengar jelas olehku, sesekali Ibu hanya melirik, sementara tangan dan matanya kembali fokus, pada belanjaan yang dia beli.
" Jadi kapan Hanif mau menikah, ini sudah umur nya Bu Anne... " ucap Bu Indri, sambil bercanda.
" Doanya saja Bu Indri, insyaallah... " jawab Ibu, sambil masuk ke dalam rumah untuk membayar belanjaan, dan sehabis itu tidak keluar lagi.
" Jadinya sama Amelia itu Nif? " tanya Bu Indri.
" Insyaallah Bu " jawabku.
" Aduh Bu Anne, keluarganya Bu Sania kan tau sendiri sampe ke kampung ini juga terdengar kabarnya, sampai sekarang anak - anaknya, April dan Melin susah punya anak, semenjak kejadian meninggalnya anak perempuan April itu, awas ah hati - hati... " ucap Bu Indri, suaranya terdengar makin jelas, apalagi suara riuh pun sudah berhenti dari tadi, bahkan Bapak dan Mbah langsung nengok ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersekutu
General FictionPerjalanan seorang Dosen muda Hanif, untuk menikahi Amelia Putri Sanjaya memiliki kendala, karna keluarga Sanjaya yaitu Ayah dari Amel memiliki berita yang sangat buruk, akankah semuanya itu benar ? mari kita dengarkan saja.