Part 4

0 0 0
                                    

Bapak, Ibu, Hana termasuk aku bersalaman dengan Teh April dan Amel, bahkan Teh April memberikan amplop yang cukup tebal kepada Hana, yang membuat satu adik aku terlihat sangat senang sekali, walaupun Ibu dan Bapak beberapa kali berusaha menolaknya.
" Berdoa yah Nif, ini mimpi kita dua hari lagi terwujud " ucap Amel.

Aku hanya mengangguk dan memegang tangan Amel, sambil membuka pintu sebelah kiri mobil, sementara Teh April masuk untuk mengemudi mobil sedan mewahnya.
" Hana dapat kucing ini dari mana? " tanyaku.
" Di jalan Aa, ngikutin terus yah Aa, terus pas Hana pangku eh diam saja, yaudah Hana bawa tuh liat begini saja " ucap Hana, sambil menyimpan kucing oren pekat itu di pangkuannya dan ikut mengelusnya dengan perlahan.
" Sama, benar - benar sama persis " ucapku pelan.
" Bapak tidak setuju Bu tetap, Bapak hanya mengizinkan Hanif menikah, bukan sampai harus pindah begitu " ucap Bapak sangat keras.
" Tunggu disini, jangan dulu masuk " ucapku pada Hana.

Aku langsung berjalan dengan cepat ke arah dimana suara Bapak berada iyah, Bapak dan Ibu sedang duduk di meja makan, Ibu hanya diam, sementara  aku melihat Bapak sudah sangat kesal sekali.
" Ada apa Bapak, pelan - pelan saja semua bisa di bicarakan... " ucapku, sambil duduk di sebelah Ibu.
" Rumah April, yang di bicarakan pada Ibu kamu itu, dulu anaknya meninggal di situ Nif, masa iyah kamu mau - mau saja diam dan setuju pindah... " ucap Bapak.
" Tenang, Hanif juga tahu dan paham Pak, iyah memang benar Kanina Sanjaya atau Nina meninggal disitu, tapi bukan berarti kita harus punya pemikiran seperti itu juga " jawabku perlahan.
" Lantas?! Kamu akan setuju begitu saja? "  jawab Bapak masih dengan sangat emosi.
" Sudah, sudah... " sahut Ibu.
" Sudah gimana Bu? " tanya Bapak.
" Hal itu bisa nanti Hanif bicarakan dengan Amel Pak... " jawabku.
" Gebruk... " tiba - tiba pintu kamarku tertutup dengan sangat kencang sekali, bahkan ini baru pertama kali aku dengar, dengan suara sekeras itu selama aku hidup di rumah ini.

Bapak, Ibu dan Aku langsung diam, sementara suara kucing di depan rumah, bersuara sangat keras sekali, benar benar keras bukan seperti suara kucing.
" Pokok Bapak tidak setuju kamu Hanif tinggal di rumah itu, itu kutukan atas persekutuan, lihat sampai sekarang Merlin dan April tidak mempunyai anak lagi, jenazahnya Nina bahkan hancur meninggal di rumah itu, tidak percaya tanyakan saja pada Mang Adam, penjaga rumah di sana... " jawab Bapak.

Hal ini baru aku dengar, " bahkan Amel tidak pernah becerita soal itu ", bahkan masuk ke dalam hatiku benar - benar sakit, seperti meruntuhkan anggapan baik aku selama ini pada Teh April, namun ucapan Bapak juga belum tentu benar.

BersekutuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang