Bab 9

2.6K 223 0
                                    

Setelah pulang dari rumah sakit, malam harinya keluarga Johnson berkumpul di ruang makan yang megah. Evelin, dengan wajah ceria, duduk di antara Mama dan Papa. Darius dan Darren juga sudah duduk dengan santai di kursi mereka. Dary, yang duduk di ujung meja, tiba-tiba angkat bicara.

"Mama, aku izin ke dapur sebentar, ya. Ada sesuatu yang mau aku ambil," ucapnya sambil berdiri.

Mama tersenyum dan mengangguk. "Tentu, Dary. Jangan lama-lama ya, makanannya sudah siap."

Dary berjalan ke dapur, sementara Evelin, yang dari tadi mengawasi gerak-geriknya, merasa curiga. "Apa yang dia rencanakan?" pikirnya. Diam-diam, Evelin berdiri dan mengikuti Dary.

Di dapur, Dary sedang mencari sesuatu di lemari ketika Evelin tiba-tiba muncul di belakangnya. "Abang Dary, ngapain sih di sini? Kok lama banget?" tanyanya dengan nada lembut, namun di balik suara manisnya tersimpan niat licik.

Dary tersenyum tenang tanpa menunjukkan kekhawatirannya. "Oh, aku cuma ambil beberapa bumbu tambahan. Aku kan suka makanan yang agak pedas," jawabnya santai.

Evelin, yang tak puas dengan jawaban Dary, mulai menyusun rencana di kepalanya. "Apa yang bisa gue lakukan untuk membuat dia terlihat buruk di depan keluarga?"

Setelah beberapa saat, mereka kembali ke ruang makan bersama-sama. Saat makan malam berlangsung, Evelin tiba-tiba berkata dengan nada polos, "Mama, Papa, tadi aku lihat abang Dary kayaknya memasukkan sesuatu ke dalam makanannya di dapur."

Darius dan Darren langsung menoleh kaget. "Apa maksudmu, Evelin?" tanya Darius, matanya menyipit.

Papa pun menoleh ke arah Dary, tatapannya penuh tanda tanya. "Dary, apa benar yang dikatakan Evelin?"

Dary tetap tenang, meski di dalam hatinya ia tahu Evelin mencoba memfitnahnya. "Aku hanya menambahkan sedikit sambal, Papa. Aku suka yang pedas. Kalau tidak percaya, kita bisa cek di dapur," jawabnya dengan senyum lembut.

Evelin tak ingin menyerah begitu saja. "Tapi, Mama, Papa, aku merasa aneh. Seperti ada sesuatu yang nggak beres..." ucapnya dengan nada cemas yang dibuat-buat.

Mama, yang melihat wajah polos Evelin, mulai bimbang. Namun, Dary dengan cerdiknya segera merespons.

"Mama, Papa, kalau kalian ragu, kita bisa makan dari piring yang sama. Aku yakin tidak ada yang salah. Lagipula, Evelin mungkin salah paham karena dia masih pemulihan dari sakit."

Sontak, Darius dan Darren tertawa kecil. "Hahaha, kayaknya Evelin terlalu khawatir," kata Darren sambil tersenyum.

Papa menghela napas lega. "Baiklah, kalau memang begitu. Mungkin Evelin hanya salah paham."

Evelin terdiam, merasa rencananya gagal. Dalam hatinya, ia marah besar.

"Gue nggak akan menyerah semudah ini. Kalau rencana ini gagal, gue akan cari cara lain untuk menjatuhkannya," pikirnya penuh dendam.

Sementara itu, Dary tersenyum tipis, menyadari bahwa Evelin tak akan berhenti begitu saja. "Gue harus selalu waspada. Dia licik dan nggak akan tinggal diam," gumamnya dalam hati. Meski malam ini ia berhasil, Dary tahu bahwa pertarungan dengan Evelin baru saja dimulai.





Setelah makan malam, suasana di ruang makan keluarga Johnson masih terasa hangat, meskipun ketegangan halus di antara Dary dan Evelin sulit diabaikan.

Evelin duduk di kursinya dengan bibir yang mengerucut, berpikir keras. Rencana liciknya tadi gagal, dan itu membuatnya semakin marah.

Sementara itu, Dary kembali duduk dengan tenang, tampak menikmati suasana. Sesekali ia melirik ke arah Evelin, menyadari bahwa adiknya pasti tidak akan berhenti begitu saja. Dalam hati, ia bersiap untuk apa pun yang akan dilakukan Evelin selanjutnya.

Transmigrasi DaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang