Prologue [21+]

2.4K 205 19
                                    

[mature content]

21+

-//-

Menurut aplikasi Flo, Ruth sedang berada di masa ovulasi. Sangat tinggi peluang untuk hamil, setinggi hasrat yang minta dilampiaskan. Ruth tahu betul kebutuhannya sebagai wanita dewasa, keinginan terpendamnya yang selama ini selalu ia sangkal. Ketika ada kesempatan untuk melampiaskan keinginan tersebut, Ruth tak menyia-nyiakan, meski itu berarti ia harus berbagi rahasia dengan Alan Sadawira, vice president dari Kencana Loka.

"Let me on top." Ruth meremas keras kemeja Alan yang menjadi tumpuan tubuhnya.

"Ah." Pria itu mendengus pelan. "Saya tau, harga diri kamu pasti terlalu tinggi buat ada di bawah, right?"

Ruth menatap pria itu dengan sirat keangkuhan, seperti biasa. Dia tak menjawab, tapi wajahnya menampilkan bahwa pernyataan pria itu benar. Ruth tak sudi diatur, dialah yang harus mengatur permainan ini.

"Tapi kita lihat aja." Alan berbisik tepat di bawah telinga Ruth, bibir menjamah rahang wanita itu. "Seberapa kuat kamu ada di atas saya, Ruth."

Sudut bibir Ruth terangkat sekilas, dia menyapu bibir Alan dengan jemari lentiknya hingga turun sampai ke dada pria itu. Ruth mendekat, Alan menelan saliva dengan susah payah. Tatapan Ruth menghipnotis dirinya sesaat.

"We'll see," balas Ruth.

Hanya sepersekian detik terjeda dan bibir mereka kembali tertaut dengan panas. Tangan Alan yang meremas bokong wanita itu, membuat cengkraman Ruth pada kerah Alan menguat, memberikan celah untuk pria itu menjamah kulit mulusnya di balik gaun satin hitam yang ia kenakan. Tangan Alan begitu lihai, dia tahu betul bagaimana cara menggoda.

"I love your smell." Alan berbisik ketika bibirnya menjamah leher Ruth seraya menurunkan tali gaun dari pundak wanita itu.

Aroma floral yang menguar dari tubuh Ruth terasa lembut dan hangat, bertolak belakang dengan pembawaan wanita itu yang dingin dan angkuh. Malam ini, Alan ingin melihat sisi lain Ruth, yang sesuai dengan aromanya.

"Ugh!" Ruth menahan lengan Alan ketika pria itu meremas dadanya.

Alan menangkupnya hanya dengan satu tangan dan meremasnya perlahan. Ruth mulai kehilangan akal, dia merasakan ada yang berdenyut di tubuhnya selain jantung. Telapak tangan pria itu yang dingin membuat puncak dadanya mengeras, dan sepertinya Alan menyadari itu.

"How do you feel about me doing this, Ruth?"

Ruth menunduk, melihat Alan mengecup gundukan di dadanya. Namun, bukan itu yang napas Ruth tak beraturan. Punggungnya menegak ketika Alan menjamah puncak dadanya dengan lidah pria itu. Pelan, terus menerus, hingga basah. Dia belum pernah merasakan sekujur tubuhnya kaku hanya karena disentuh seorang pria.

"Alan ..."

"Ya?" Alan mengangkat dagunya. Pandangan mereka bertemu. "Kamu nggak suka?"

Alih-alih menjawab, Ruth malah membungkam bibir pria itu. Dia tak tahan, wajahnya pasti sudah memerah, dan Ruth tak ingin terlihat seperti dikuasai pria itu. Alan menyambut ciuman Ruth dengan sukacita, tapi tangannya tak hanya diam.

Selama ini Alan berpikir, hal apa yang bisa menumbangkan keangkuhan seorang Isabell Ruth? Sebab, tampaknya wanita itu jarang sekali terdistraksi oleh hal-hal yang menurutnya tak penting. Hari ke hari, semakin lama dia bersama Ruth, semakin Alan penasaran akan wanita itu, semakin menyenangkan bagi Alan untuk menggoda Ruth.

Keping demi keping rahasia kecil Ruth mulai ia ketahui. Hal-hal yang membuat Alan berpikir bahwa Ruth tetaplah manusia biasa.

"Ah." Ruth meremas kemeja Alan dengan dada naik turun. Kepalanya jatuh di pundak pria itu ketika jemari Alan masuk ke balik g-string yang ia kenakan. "Ternyata kamu ... selihai ini, ya."

"Should I take it as a compliment?" Alan tersenyum penuh arti lalu mencium Ruth yang kepalanya bertumpu di pundaknya. Namun, tangan pria itu tetap tidak berhenti.

Sialnya, karena itu Ruth sampai tak mampu menjawab. Jemari Alan bergerak semakin agresif. Mungkin kain g-string yang ia kenakan sudah koyak dan akal sehat Ruth semakin menghilang. Sentuhan Alan terus menggila. Dia menekan, menggesek, memaksa untuk masuk lewat jemarinya yang tebal dan kasar.

Ruth bisa gila!

Bekas garis merah terlihat di dada bidang Alan, itu adalah hasil goresan dari kuku palsu Ruth. Namun, semakin Ruth blingsatan, semakin Alan tidak ingin berhenti. Kenikmatan itu menjalar dari ujung kepala hingga kaki, dan Ruth belum pernah merasakan sensasi tersebut seumur hidup.

"Stop, Alan." Ruth meremas pergelangan pria itu.

Alan berhenti. Dada mereka naik turun, mengatur napas.

"Maaf, Ruth." Alan menatap Ruth sembari memajukan badannya. Dia mengecup bibir wanita itu dengan lembut. "Tapi ini belum selesai."

Ruth melihat tangan Alan yang tengah melepaskan pengait ikat pinggang. Lebih gilanya lagi, Ruth malah merasa lega mendengar kalimat terakhir dari Alan barusan.

Keduanya telah benar-benar berbagi rahasia besar.

.
.

panas tidakk?

Jangan lupa vote dan komen yaa! Biar aku lancar update-nya hihiw

Hidden Desires [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang