5. Another Side of Ruth

777 181 23
                                    

Ternyata Alan tidak sendiri, ada Ruth yang juga turut dipanggil Kuntara ke ruangan CEO tersebut. Alan dan Ruth duduk berseberangan dengan Kuntara, hanya ada meja besar di antara mereka. Keduanya paham, pasti ada sesuatu yang tak beres hingga Kuntara memanggil sepagi ini. Ketika sekretaris Kuntara keluar, keheningan dalam ruangan tersebut jadi terasa berbeda.

Project baru lagi? Alan membatin, menunggu Kuntara bicara.

Si Alan bikin masalah apa lagi nih? Ruth melirik pria itu sekilas.

Kuntara berdeham, membuat Ruth dan Alan kembali memusatkan perhatian.

"Tadinya saya mau diskusikan ini di rapat bulanan, tapi saya pikir lebih cepat diselesaikan lebih baik." Pria 57 tahun itu akhirnya buka suara.

"Mendiskusikan soal apa, ya, Pak?" tanya Ruth, penasaran.

"Saya dapat laporan kalau direktur dan vice president di Kencana Loka nggak akur." Kuntara menatap Ruth dan Alan bergantian. "Apa itu benar?"

Alan dan Ruth kompak diam sesaat. Namun, kepala mereka memikirkan hal yang sama, yaitu mencari jawaban yang tepat dan aman. Masalahnya, mereka tidak yakin satu sama lain, tidak saling percaya. Alan khawatir Ruth mengungkap tingkah jahilnya belakangan ini, begitu pula dengan Ruth yang khawatir Alan memanfaatkan posisinya sebagai keponakan Kuntara.

"Ternyata benar, ya." Kuntara malah mendengus sambil tersenyum. Dia menghela napas dan menyingkirkan kertas di meja.

"Nggak gitu, Pak. Saya sama Pak Alan cuma ..." Ruth menoleh sekilas. Tatapan Alan seolah berkata, 'Kamu mau ngomong apa? Jangan yang aneh-aneh.'.

"Cuma apa?" Kuntara bertanya.

"Cuma butuh waktu untuk adaptasi lebih, Om." Alan melanjutkan dengan jawaban aman."Kadang-kadang saya dan Ruth memang suka beda pendapat, tapi masih dalam batas wajar kok."

"Iya, Pak." Ruth langsung menyetujui dengan senyuman terbaiknya. "Kami nggak ada masalah apa-apa."

"Kalian lupa saya punya banyak sekali informan di kantor?" Kuntara menatap keduanya bergantian. "Saya tau apa yang terjadi belakangan ini. Kalian memang nggak berselisih, tapi hubungan dua kolega yang nggak kokoh, bisa menghancurkan pilar perusahaan."

Alan dan Ruth kembali diam. Sepertinya hubungan mereka yang dingin sudah menjadi buah bibir kantor, bahkan sampai ke telinga Kuntara. Ruth harus mengakhiri hal ini dengan Alan supaya citranya tidak buruk di mata Kuntara. Alan juga berpikir demikian untuk menghargai pamannya.

"Kalau begitu setelah ini, saya dan Ruth akan coba perbaiki komunikasi kami, Om," kata Alan. Dia paham betul Kuntara hanya ingin memberi teguran, bukan hukuman.

"Iya, Alan. Memang seharusnya begitu, jadi Om pengin kali kalian datang ke acara National Executive Forum tahun ini di Bandung," ujar Kuntara, seraya memberikan sebuah amplop berisi undangan acara tersebut. "Acaranya dua minggu lagi."

Ruth membelalak sekilas. "T-tapi sama Bapak juga kan? Ini acara rutin yang selalu Bapak hadiri tiap tahun."

Kuntara menggeleng. "Kalian yang datang. Berdua. Tanpa saya."

Alan mengembalikan undangan itu ke meja. Perjalanan dinas dua hari satu malam dan hanya berdua dengan Ruth. Alan tidak yakin semua akan berjalan dengan baik. Namun, mau bagaimana lagi? Kuntara memerintah secara langsung, siapa yang berani menolak?

"Om beneran nggak keberatan kalau kami yang mewakilkan Kencana Loka di sana?" tanya Alan.

"Tentu," sahut Kuntara, yakin. "Kamu juga sekalian bisa kenalan dengan kolega Kencana Loka di sana. Beberapa pasti udah familiar sama Ruth, tapi Om kan belum mengenalkan kamu secara publik."

Hidden Desires [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang