2. Reverse Card

1K 214 28
                                    

"Hampir enam tahun dia tinggal dan kerja di Singapura. Jadi, saya minta bantuan kamu untuk mendampingi dia selama masa transisi ini, ya, Ruth."

Ruth mengangguk sebagai jawaban. Dari beberapa bulan sebelumnya, dia sudah diberitahu kalau posisi vice president di Kencana Loka akan diisi oleh orang baru yang merupakan anggota keluarga sang pemilik. Skeptis? Jelas. Sebab, Ruth tahu betul kalau ketiga anak CEO Kencana Loka tidak ada satupun yang punya minat besar dan kemampuan yang memadai untuk mengisi posisi tinggi di perusahaan ayahnya.

Maka dari itu, Kuntara sangat menyayangi Ruth. Bukan dalam arti romantis, tapi pekerjaan. Ruth yang pintar, punya etos kerja tinggi, loyal pada perusahaan adalah bagaikan wujud anak yang selama ini Kuntara harapkan.

Puncaknya adalah dua tahun lalu, saat Ruth yang baru dua bulan menjabat sebagai general manager menemukan fraud yang dilakukan mantan direktur Kencana Loka. Dia membeberkan segala bukti dari investigasi mandiri yang ia lakukan langsung kepada Kuntara. Sejak itulah Isabell Ruth berhasil menjadi tangan kanan Kuntara.

Tapi tiga princess itu kan nggak ada yang kerja di Singapur? Ruth mulai penasaran, siapa anggota keluarga yang ditarik bosnya untuk bergabung ke Kencana Loka? Namun, tak lama kemudian ketukan pintu pada ruang rapat lantas mengalihkan perhatian Ruth.

"Pagi."

Ruth yakin, pada dua detik pertama ia melihat siapa yang hadir, ekspresi wajahnya pasti sangat tidak terkontrol.

"Akhirnya yang ditunggu datang juga."

Ruth kembali menoleh pada CEO Kencana Loka, Kuntara Suriatmadja, yang sejam lalu memanggil dirinya ke ruang rapat untuk membahas kehadiran vice president yang baru.

"Pak Kun, ini ..." Ruth beranjak dari kursi sambil melirik sosok pria dengan batik navy yang baru saja masuk. Raut bingung terpancar jelas dari wajah Ruth.

"Ini vice president Kencana Loka yang baru, Ruth." Kuntara dengan antusias memperkenalkan. "Dia juga keponakan saya."

Mampuslah! Ruth mengumpat dalam hati. Kalimat Kuntara barusan kurang lebih terdengar seperti, ini keponakan saya, baik-baik sama dia. Mau dia pinter atau bego.

"Kalian kenalan sendiri aja, ya. Saya mau meeting." Kuntara tersenyum pada Ruth, lalu beralih kepada keponakannya. "Ruth ini tangan kanan Om. Jadi, kamu bisa tanya apa pun dan berbagai hal apa pun dengan dia."

Pria itu mengangguk. "Iya, Om."

Tatapan Ruth kembali beralih ke pria itu usai Kuntara meninggalkan ruang rapat dan menyisakan mereka berdua. Kebetulan macam apa lagi ini?! Apakah dunia benar-benar hanya selebar daun kelor?

"Wah, dunia memang beneran sempit," ucap Ruth, pelan.

Pria itu tersenyum, sedikit kikuk. Baginya, ucapan Ruth lebih terdengar seperti sarkas daripada pujian takjub. Mata Ruth yang masih menatapnya sebagai 'penabrak' alih-alih rekan kerja, sulit untuk dihiraukan.

"Sesempit itu." Dia menimpali lalu mengulurkan tangan. "Anyway, salam kenal. Saya Alan, walau kamu udah tahu identitas saya kemarin."

Ruth memaksakan diri untuk senyum seraya menyambut jabatan tangan Alan. "Saya Ruth. Selamat bergabung di Kencana Loka, Pak Alan. Semoga betah, ya."

"I hope so," sahut Alan. Sial, ini tangan gue mau dipatahin apa gimana? Alan menarik tangannya lebih dulu. Jemari Ruth memang lembut, tapi tenaganya lumayan juga.

"Kalau gitu, mari saya antar ke ruangan Bapak," kata Ruth.

Alan mengangguk. Dia mengekori wanita dengan blazer beige dan rok span hitam itu. Kemarin waktu dia mengabari Ruth mengenai tanggung jawab mobil, wanita itu hanya menjawab satu kata: OK, dan Alan kira semua sudah clear. Apalagi ada Gio yang menjembatani masalah mereka. Namun, tetap saja ada yang ganjal untuk pria itu.

Hidden Desires [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang