13

135 39 3
                                    

***

Choi Seunghyun mulai bekerja hari ini, namun laki-laki itu tidak datang seorang diri. Ia bawa seorang dokter muda bersamanya. Seorang yang sudah dapat gelar spesialisnya— bedah pediatri— tapi ingin menambah gelar lain dibelakang namanya.

"Ini Moon Sangmin, aku mengajaknya ke sini karena katanya dia mau belajar dari- darinya," kata Seunghyun, mengenalkan pria tinggi di depannya, kepada Teo, di ruang kerja laki-laki itu.

Lisa yang baru saja masuk ke dalam ruang CEO, sekarang menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Aku kenapa?" tanya gadis itu. Ia tidak pernah tahu alasannya di panggil ke ruang CEO hari ini. "Oh? Dokter Moon, lama tidak bertemu denganmu," susulnya, menyapa laki-laki di sebelah Seunghyun.

"Kalian saling kenal?" tanya Teo, juga berdiri karena semuanya begitu.

"Hm... Aku pernah bekerja di tempat yang sama dengan Seunghyun dan dokter Moon, hanya sebentar," angguk Lisa.

"Kebakaran hutan di Texas, kami jadi relawan di sana," kata dokter Moon.

"Kau benar-benar pergi kemana-mana," komentar Teo, lalu mengatakan kalau Moon Sangmin ingin menambah gelar spesialisnya. Ia datang ke Sunset Glow untuk ikut program residensi, lalu mendapatkan gelar spesialis bedah traumanya.

"Huh? Padahal aku ingin berhenti jadi mentor-"

"Jangan!" seru Seunghyun, bersamaan dengan Teo. Sedikit mengejutkan bagi Sangmin, sebab ketiganya terlihat terlalu akrab, seolah mereka bukan bos dan bawahan di sana.

"Jangan berhenti jadi mentor, siapa yang akan jadi mentor kalau semuanya menolak?" larang Teo, tapi justru Seunghyun yang Lisa tatap tajam.

"Kau juga menolak jadi mentor? Seperti Kwon Jiyong? Augh! Laki-laki memang tidak bisa diandalkan!" gerutu Lisa, tapi omelannya tidak bisa berlangsung lama, pager-nya sudah lebih dulu berbunyi. "Kau ke E.R sekarang, mulai bekerja hari ini," susulnya, menunjuk Sangmin yang terlalu canggung untuk berkomentar.

"Lisa, aku mencintaimu," kata Teo, lalu diulang juga oleh Seunghyun. Justru membuat keduanya kedengaran sedang meledek gadis itu, jadi dengan sadar Lisa acungkan jari tengahnya. Balas mengejek kedua pria dalam ruangan itu.

Dengan tenang, Lisa membawa dokter residen barunya ke E.R. Akan tetapi, meski statusnya dokter residen untuk bedah trauma, Moon Sangmin sudah pernah menyelesaikan satu spesialis sebelumnya. Berbeda dengan lima dokter residen lainnya yang belum memutuskan spesialis apa yang akan mereka ambil, tujuan laki-laki itu sudah jelas sekarang.

"Akan aku beri tambahan poin kalau kau mau mengurus residen lainnya, hanya ada lima orang untuk spesialis bedah, aku tidak tahu bedah apa yang akan mereka ambil," kata Lisa, bicara pada pria yang mengekorinya masuk ke dalam lift.

"Hanya tambahan poin?"

"Lalu apa lagi yang kau mau? Nilai sempurna?"

"Bagaimana kalau makan malam?"

"Aku double shift hari ini, sampai tengah malam."

"Tapi kau tetap makan malam, 'kan?" tanya dokter Moon, langsung membuat Lisa terkekeh.

"Kau tidak menerima penolakan, kan?" balas Lisa, dan pria di sebelahnya itu pun mengangguk.

"Aku memaksa," katanya, maka mau tidak mau, Lisa menyetujuinya. Hanya makan malam bukan sesuatu yang sulit baginya. Lisa bisa makan malam bersama siapapun yang mengajaknya.

Tiba di E.R, seperti biasanya pasien-pasien sudah menunggu. Juga sama seperti biasanya, Lisa mulai memerintah dokter-dokter residen untuk bertugas. "Ganti bajumu nanti, yang ini lebih mendesak," katanya pada si dokter residen baru, juga melibatkannya dalam kesibukannya hari ini.

Sekelompok mahasiswa yang datang memenuhi E.R hari ini. Malam nanti akan ada pertunjukan band di kampus, siang ini mahasiswa-mahasiswa itu tengah menyiapkan panggungnya. Namun kecelakaan terjadi, sebaris lampu yang dipasang di atas panggung terlepas dari kaitnya. Jatuh menimpa beberapa mahasiswa di bawahnya.

"Kau memanggilku?" Kwon Jiyong datang, setelah seorang dokter residen mengirim pager padanya.

"Ranjang enam," kata Lisa, langsung menyuruh Jiyong melihat sendiri pasien yang menunggunya. Pasiennya perempuan, tertimpa lampu sorot tepat diatas punggungnya, pendarahan hebat juga patah tulang belakang. "Moon Sangmin, bantu dokter Kwon, ranjang enam," susulnya, menyuruh Sangmin yang baru saja keluar dari ranjang satu.

"Jangan residen-"

"Dia spesialis," kata Lisa, menyela penolakan Jiyong.

E.R sibuk, tapi masih bisa bekerja sebagaimana mestinya. Jiyong membawa pasien di ranjang enam ke ruang operasi, tepat setelah pasien itu bisa dipindahkan ke sana. Sedang Lisa berusaha mengobati pasien lainnya— pendarahan hebat karena patah tulang rusuk, merusak juga beberapa organ dibawahnya.

Begitu semuanya selesai, Jiyong memuji Moon Sangmin. Kerja sama mereka terhitung luar biasa di ruang operasi. Moon Sangmin sudah mendapatkan gelar spesialisnya, ia sudah bisa melakukan operasinya sendiri. Dibantu seorang yang berpengalaman, Jiyong menyukainya.

"Jadi kau ke sini karena dokter Kwon?" tanya Jiyong, setelah mereka menyelesaikan operasinya. Jiyong sudah selesai, tapi Moon Sangmin masih harus menjahit kembali, menutup kembali sayatan operasi mereka.

"Ya," aku Sangmin. "Aku bekerja dengannya di Texas, saat kebakaran hutan, dan dia luar biasa. Aku membujuk dokter Choi agar dia mengizinkanku ikut," ceritanya.

"Dia memang hebat," angguk Jiyong menyetujuinya. "Tapi aku tidak tahu kalau dia juga pergi ke Texas," susulnya. "Kabari aku kalau kau sudah membawanya ke ICU," tambahnya, sebelum kemudian ia melangkah meninggalkan ruang operasi itu.

Keluar dari sana, Jiyong melepaskan masker dan pelindung-pelindung lainnya. Ia berencana kembali masuk ke ruangannya, sambil menunggu waktu untuk ia berkeliling menemui pasien-pasiennya. Tapi di saat bersamaan, dari ruang operasi sebelah, ia lihat Lisa keluar dari sana.

Jubah operasi gadis itu berlumuran darah. Kalau biasanya Lisa langsung melepaskan mereka semua, mencuci tangannya dan berlalu pergi, kali ini gadis itu tidak melakukannya. Ia berdiri di sana, melangkah ke samping, lalu bersandar ke dindingnya. Menarik dan menghela nafasnya dalam-dalam. Terlihat sangat jelas kalau gadis itu tengah berusaha menenangkan dirinya.

"Ada apa denganmu? Kau baik-baik saja?" Jiyong menghampirinya untuk bertanya. Ingin memastikan kalau gadis itu baik-baik saja.

"Tidak," pelan Lisa. Karena menyadari kehadiran Jiyong, kini gadis itu melepaskan proteskinyaa. Akan pergi meninggalkan ruang operasi juga. "Kerusakannya terlalu parah, aku gagal menghentikan pendarahannya," katanya, menjawab kenapa gadis itu, juga lantai di bawah ranjang operasinya penuh darah.

"Mau makan siang bersamaku?" tawar Jiyong, menyamakan langkahnya keluar ruang operasi bersama gadis itu.

"Tidak lapar."

"Bukan makan siang sungguhan."

***

friendly fireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang