28

153 36 5
                                    

***

Lisa dipindahkan ke ICU setelah operasi panjangnya. Di sana, Jiyong menemaninya. Laki-laki itu duduk di sebelah ranjang, memegangi sebelah tangan Lisa. Ingin Lisa tahu kalau ia tidak sendirian di sana. Beberapa rekan lainnya pun datang, tapi hanya melihat dari luar, tidak ingin mengganggu Jiyong yang menunggui gadis itu.

Sampai pagi pria itu terjaga. Mino beberapa kali menghampirinya, ia datang untuk mengecek keadaan Lisa yang sekarang jadi pasiennya. "Kenapa dia masih belum sadar?" Jiyong bertanya, sekali lagi memastikan tidak ada masalah dalam operasinya. Mino merasa tidak ada masalah dalam operasinya, tapi mereka tidak bisa melakukan apapun selain menunggu. Lisa tidak kunjung sadar, dan mereka tidak bisa melakukan apapun untuk membuatnya sadar, hanya bisa menunggu.

Soohyuk datang bersama Seunghyun, mengajak Jiyong untuk beristirahat, setidaknya pergi sarapan sebelum laki-laki itu tumbang. Namun tetap saja, Jiyong menolak. Jangankan pergi untuk makan, bahkan menenggak air pun pria itu menolak. Ia dengan keras kepalanya, terus memaksa untuk berada di sana.

Bahkan setelah gadis itu akhirnya sadar, tidak seorang pun diberi kesempatan untuk berbahagia— Lisa tetap tidak bisa menggerakan kakinya. Senyum gadis itu pun tidak lagi ada di sana, "tinggalkan aku sendiri," pintanya, setelah tahu ia tidak bisa menggerakkan kakinya. Bagaimana Lisa bisa berlarian di E.R atau berdiri di ruang operasi kalau ia tidak bisa menggerakan kakinya?— gadis itu merasakan nyeri luar biasa di dadanya.

Lisa tidak bisa berlaga baik bak protagonis dalam drama. Ia tidak baik-baik saja dan tidak bisa berpura-pura begitu. Gadis itu tidak lagi mampu untuk tersenyum, menenangkan semua orang, berlaga kuat menghibur orang-orang yang mengkhawatirkannya. Ia hancur dan tidak bisa memenuhi fantasi orang-orang akan sosok gadis super baik yang selalu ceria. Lisa marah, ia menangis, sangat ingin menyalahkan seseorang, jadi ia usir pergi semuanya— termasuk Jiyong. Justru pria itu lah yang jadi sasaran utamanya. Lisa tidak ingin Jiyong ada di sekitarnya. Lisa tidak ingin Jiyong melihatnya berakhir menyedihkan seperti sekarang.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Jiyong, kepada satu-satunya orang yang bisa menemui Lisa— Song Mino, dokternya.

"Dia masih belum bisa menggerakan kakinya, tapi sudah mulai bisa merasakan kakinya," kata Mino, setelah hari berubah gelap. "Dia akan butuh banyak terapi fisik setelah ini, dia akan sangat kesulitan," susulnya.

"Dia masih tidak mau menemui siapapun?" tanya Jiyong dan Mino mengangguk.

"Maaf, aku tidak bisa membujuknya," katanya kemudian.

"Tidak apa-apa, aku bisa menunggu," angguk Jiyong, meminta Mino untuk terus mengabarinya akan perkembangan gadis itu.

Setelah beberapa hari, Lisa dipindahkan ke kamar rawat. Tapi masih sama seperti sebelumnya, gadis itu tetap enggan bertemu siapapun. Ia berteriak, mengusir siapapun yang datang— kecuali dokternya, Song Mino. Ia bisa menggerakan kakinya sekarang, tapi untuk berdiri apalagi berjalan, gadis itu masih belum bisa melakukannya.

Jiyong datang setiap kali Lisa tidur. Berhati-hati agar gadis itu tidak terganggu, hanya melihat sebab khawatir gadis itu akan terbangun. Meski begitu, Lisa selalu tahu jika Jiyong datang. Ia bisa mendengar pintunya dibuka, ia terbangun karenanya, tapi tetap menutup rapat matanya. Menahan sesak, menahan tangisnya.

Sudah satu minggu Lisa dirawat sambil terus mengusir orang-orang pergi. Mino sudah bisa memulangkannya, ia bisa merujuk Lisa untuk memulai terapinya. Namun Jiyong melarangnya. Jiyong minta dokter Song untuk menunda memulangkan Lisa. "Jadwalkan terapinya, tapi jangan biarkan dia pulang," kata Jiyong, sebab kalau Lisa diizinkan pulang, gadis itu akan benar-benar sendirian. Lisa tidak punya siapapun untuk merawatnya. Tentu Jiyong mau melakukannya, ia tidak keberatan mengambil cuti untuk merawat gadis itu, tapi Lisa belum tentu mau menerimanya. Mino setuju, ditambah tempat tinggal Lisa yang tidak punya lift di dalamnya, gadis itu akan sangat kesulitan kalau dibiarkan pulang sekarang.

Meski begitu, Lisa tetap bukan pasien yang mudah. "Aku mau pergi ke rumah sakit lain kalau kau tidak membiarkanku pulang," katanya, tidak membiarkan Mino untuk bekerja dengan tenang.

"Kau benar-benar pasien menyebalkan, kau tahu 'kan?" kata Mino. "Tidak bisakah kau membuat tugasku lebih mudah?" susulnya, terus mengeluh tiap kali Lisa ingin meninggalkan rumah sakit.

"Karena itu, pindahkan aku ke rumah sakit lain," balas Lisa, tetap keras kepala.

"Ya! Mau aku beritahu sesuatu?" kata Mino, memilih untuk mengalihkan pembicaraan mereka. "Kau tahu kenapa Hitman dipanggil Hitman, 'kan? Dia memukul dokter Kwon tadi pagi, di ruang CEO. Tapi karena kepribadiannya, tentu saja dokter Kwon membalasnya, mereka berkelahi, dokter Kwon yang menang. Tidak mengejutkan karena Hitman sudah tua, tapi situasi di luar jadi sangat mencekam karena mereka. Semua orang tahu kalau Hitman yang berlebihan, melewati batas, hanya karena gundiknya. Tapi tidak ada yang berani membela dokter Kwon. Hitman masih termasuk dewan direksi, aku rasa sahamnya lumayan banyak di sini, jadi dia masih berani semena-mena."

"Dokter Yoo tidak membelanya?"

"Tentu saja dia membela dokter Kwon," kata Mino. "Tapi sebagian dewan direksi memihak pada Hitman. Kalau masalah dokter Kwon sampai dibawa ke rapat direksi, aku khawatir dokter Yoo akan kalah suara lalu dokter Kwon dipecat," ceritanya, kemudian meminta Lisa untuk melunak sedikit pada Jiyong. "Dia sangat mengkhawatirkanmu," ucap dokter Song, berharap Lisa mau menemui Jiyong lagi.

"Karena itu, aku ingin pindah ke rumah sakit lain," pelan Lisa, lalu menutup wajahnya dengan sebelah lengannya. Ia tidak bisa berbalik untuk memunggungi Mino sekarang, satu-satunya yang bisa ia lakukan untuk menghindar hanya menutup wajahnya kemudian meminta orang itu keluar meninggalkannya.

Lisa tidak pernah benar-benar ingin mengusir semua orang. Ia kesepian, ia kesulitan berada di sana. Bahkan untuk ke kamar mandi, gadis itu berkali-kali ragu untuk memanggil perawat. Ia kurangi air minumnya, ia kurangi makannya, hanya untuk menunda pergi ke kamar mandi. Hanya Jiyong yang tidak ingin ia temui. Hanya laki-laki itu yang ingin ia hindari. Tapi Jiyong akan sangat terluka kalau hanya ia yang Lisa jauhi. Jadi Lisa tidak punya pilihan, selain mendorong semua orang pergi. Jadi ia isolasi dirinya sendiri, agar tidak perlu bertemu dengan Jiyong, agar laki-laki itu pun tidak terlalu terluka.

***

friendly fireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang