19

119 39 3
                                    

***

"Kau harus memecatnya!" seorang pria paruh baya denga perut buncitnya mengacungkan jarinya pada Lisa, menunjuk-nunjuk Lisa di depan CEO baru rumah sakit itu, di depan Teo. "Dia membiarkan perundungan diantara dokter-dokter residen!" susulnya, lalu berteriak kalau seorang dokter residen tidak lagi mau datang ke rumah sakit sebab terlalu takut dirundung teman-temannya. Sebab mentor residensi mereka tidak pernah membelanya. Sebab mentor residensi mereka terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, hingga ia tidak mempedulikan dokter-dokter residennya.

Lisa dimarahi sepanjang pagi. Ia datang ke rumah sakit lebih awal dari biasanya hanya untuk dimarahi. Dimaki-maki atas kerja kerasnya, juga dimarahi atas apa yang tidak dilakukannya. Hanya diam sampai dokter senior itu puas melampiaskan emosinya, kemudian pergi dari sana. Meninggalkan Lisa bersama Teo, berdua di ruang kerja sang CEO. Ia beri Teo kepercayaan untuk mendisiplinkan Lisa sekarang.

"Wah... Suaranya jauh lebih keras daripada alarm pagiku," komentar Teo, setelah dokter senior itu pergi meninggalkan ruangannya.

"Augh! Kepalaku sakit," gerutu Lisa, memilih untuk berbaring di sofa, melepas lelah setelah di marahi pada pukul setengah enam pagi. "Kenapa dia ke rumah sakit pagi-pagi begini? Aku jadi harus meninggalkan teman tidurku karenanya," herannya kemudian.

"Teman tidur? Kau berkencan dengan seseorang? Choi Seunghyun?"

"Tidak," katanya, kemudian bangun hanya untuk menunjukan gelengan kepalanya. "One night stand, jangan beritahu siapapun. Padahal aku sudah membayar mahal agar dia menginap," susulnya.

"Kau menyewa gigolo semalam? Lalu sekarang meninggalkannya tidur di rumahmu? Bagaimana kalau dia mencuri?"

"Apa yang bisa dia curi? Pakaian kotorku? Aku akan membayar lebih kalau dia mencucikan pakaianku," santai Lisa. "Jadi kau mau memecatku? Karena membiarkan anaknya merundung semua orang?" tanyanya kemudian.

"Anak dari selingkuhannya, anaknya, yang disembunyikan," kata Teo.

"Anak sungguhan?! Bukan gundik?" seru Lisa, kemudian bilang kalau semua orang di rumah sakit menganggap Sakura Mayawaki sebagai kekasih simpanan Hitman.

"Kelakuannya persis seperti ayahnya, kau pikir mereka hanya laki-laki tua dan gundiknya? Tsk... Lakukan saja yang menurutmu benar, akan lebih baik kalau dokter Miyawaki benar-benar berhenti— dengan alasan yang jelas bukan perundungan," kata Teo. "Aku sudah dengar masalah semalam, kau akan menghukum Karina dan residen satunya?" susulnya ingin tahu.

"Kenapa? Kau mau aku melindungi Karina? Seperti Hitman?"

"Hanya pastikan dia tidak berhenti, urusan lainnya aku percaya padamu," jawab Teo, lantas menyuruh Lisa untuk pergi meninggalkan ruang kerjanya— kembali tidur atau mulai bekerja.

Lisa memulai harinya dengan setumpuk paperwork di mejanya. Pekerjaan itu harusnya ia selesaikan kemarin, tapi karena Jiyong menyuruhnya pulang, karena ia pun sedang bersembunyi, Lisa baru punya kesempatan mengerjakannya sekarang. Memasuki pukul tujuh, gadis itu mendengus, ada sekelompok residen yang perlu ia urus sekarang.

Gadis itu bangkit, pergi ke lift, akan mendatangi ruang latihan para residen. Harusnya para residen ada di sana sekarang— kalau mereka masih ingin bekerja. Di lift, gadis itu bertemu dengan Jiyong, laki-laki itu masih memakai pakaiannya yang kemarin. Ia datang ke rumah sakit, tanpa pulang ke rumahnya lebih dulu.

"Aku sudah meninggalkan pesan," pelan Lisa, berdiri di dalam lift bersama beberapa pasien dan keluarga pasien.

"Aku sudah membaca pesannya," jawab Jiyong, sama pelannya.

"Kau tidak marah, kan?" tanya Lisa, tanpa menoleh ke arah laki-laki di sebelahnya. Membuat Jiyong yang justru menoleh padanya, mengerutkan dahi, keheranan mendengar pertanyaan itu. "Hanya penasaran," tambah Lisa, tidak bisa mengatasi kecanggungannya.

"Belikan aku kopi, antar ke ruanganku," kata Jiyong, sekarang berjalan lebih dulu meninggalkan liftnya. Ia keluar di lantainya, tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Tanpa sedikit pun melihat wajah Lisa yang mengerut heran, mungkin juga kesal— kenapa aku harus membelikannya kopi?— raut itu tergambar jelas di wajah Lisa sekarang.

Siang harinya, mereka bertemu lagi. Kali ini di ICU, sedang mengecek keadaan pasien masing-masing. Jiyong yang lebih dulu berada di sana, juga lebih dulu selesai dengan urusannya. Laki-laki itu masih berdiri di nurse station, sementara Lisa keluar dari dari salah satu ruang rawat pasiennya— yang tetap terlihat karena satu dindingnya terbuat dari kaca transparan.

"Aku tidak melihat dokter residen hari ini," perawat yang bertugas di ICU berucap. "Pasien kecelakaan tadi malam mencari dokter residen, katanya ingin minta maaf," susulnya, kali ini sembari menatap Lisa yang kemudian berdiri di sebelah Jiyong.

"Aku menghukum mereka," jawab Lisa, sambil membaca rekam medis dalam tabletnya. "Tidak boleh menemui pasien, tidak boleh masuk ke E.R dan ruang operasi juga," katanya.

"Sampai kapan?" tanya perawat itu, sementara Jiyong hanya diam di posisinya, berlaga membaca rekam medisnya juga.

"Sampai tugas mereka selesai," santai Lisa. "Kau punya paperwork membosankan yang bisa mereka kerjakan?" susulnya, bertanya pada si perawat kemudian menoleh pada Jiyong. "Butuh bantuan dengan penelitianmu? Aku punya lima tenaga administrasi hari ini," katanya.

"Bayar saja hutang kopimu," kata Jiyong, lantas melangkah lebih dulu pergi dari sana.

"Kopi apa lagi? Aku sudah- augh! Dasar picik," gerutu Lisa. "Dia hanya membantuku sekali, tapi bersikap seperti aku pesuruhnya, tidak, aku tidak akan membelikannya kopi lagi," keluhnya, sedang si perawat hanya tersenyum, terkekeh karena sudah terbiasa mendengar mereka bertengkar— jadi biasa setelah beberapa bulan rutin melihatnya.

Sampai menjelang sore, para dokter residen tidak juga keluar dari ruang latihan mereka. Masing-masing dari mereka punya setumpuk berkas yang harus dikerjakan sekarang. Bukan hanya paperwork miliknya, Lisa juga mengambil paperwork milik kepala bagian lainnya, sengaja untuk menghukum dokter-dokter residen itu. Memaksa mereka yang sedang bertengkar untuk tetap tinggal di dalam ruangan yang sama.

Suasana diantara dokter-dokter residen masih sama sampai diakhir shift mereka. Sore harinya, Hitman pun mencari Lisa lagi. Tidak puas akan keputusan Lisa menghukum putrinya. Harusnya para perundung yang dihukum, bukan korban— begitu yang dikatakannya, mengamuk di ruang kerja Teo sementara Lisa melarikan diri. Pulang lebih awal karena ingat punya dua kantong cucian di rumahnya. Alasan apapun akan ia katakan hanya untuk melarikan diri dari Hitman. Tapi Hitman, dipanggil begitu bukan tanpa alasan.

***

friendly fireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang