34

142 37 5
                                    

***

Setelah berminggu-minggu terapi, dengan banyak keringat dan air mata, ini hari pertama Lisa kembali bekerja. Dari mobil Jiyong, gadis itu turun. Berpegang pada pintu mobilnya sambil berusaha mengambil tongkatnya. Tentu Jiyong mau membantu, tapi gadis itu melarangnya. Ia ingin melakukannya sendiri.

Jiyong hanya menghampirinya, berdiri beberapa langkah darinya, berjaga kalau sewaktu-waktu Lisa kehilangan keseimbangannya. Sambil berlaga kalau ia tidak peduli. "Besok aku akan mencari seseorang untuk membersihkan rumahku, lalu secepatnya aku akan pindah dan tinggal di rumahku sendiri," kata Lisa, sambil meraih tasnya, memakainya di punggung lalu menyamankan posisi tongkat kayunya.

"Kau benar-benar ingin pindah?" tanya Jiyong, menolak keras rencana itu. Ia sudah terbiasa punya teman tidur. Memilihkan pakaian untuknya juga ternyata menyenangkan, Jiyong sudah terbiasa tinggal bersama gadis itu.

"Tentu saja, aku sudah bisa berjalan sendiri sekarang. Aku bisa naik tangga, aku bisa pulang," santai Lisa, mulai melangkah ke E.R untuk hari pertamanya kembali bekerja.

"Kau mau meninggalkanku?" pelan Jiyong, tapi cukup untuk membuat Lisa berhenti berjalan kemudian berbalik untuk menatap laki-laki itu.

"Ya Tuhan, aku hanya pindah beberapa blok dari rumahmu," kata Lisa. "Aku bisa berkunjung ke rumahmu, kau juga bisa datang ke rumahku, sebenarnya apa masalahmu?" herannya, sebab mereka sudah membahasnya sedari malam tadi. Jiyong tetap tidak mau mengalah. Ia ingin Lisa tetap tinggal di rumahnya. "Kita bicarakan lagi nanti, ini hari pertamaku kembali bekerja, ya?" pinta Lisa, dan mau tidak mau, Jiyong mengangguk— dengan wajah sedih yang berlebihan. Bertingkah seakan dirinya adalah bocah lima tahun yang mainannya baru saja diambil karena ia tidak mau mandi.

Begitu masuk ke E.R, Lisa disambut dengan seruan berisik rekan-rekannya. "Selamat datang lagi!" begitu kata mereka, hampir bersamaan. Tidak ada dekorasi apapun karena ada pasien di sana, tapi beberapa staff memberinya sekotak kue, sebuket bunga juga beberapa balon.

Lisa tersenyum, menerima semuanya. Sebentar mereka berbincang, seolah sudah lama tidak bertemu— meski selama ia duduk di kursi roda, gadis itu tetap datang ke E.R untuk menyapa. "Aku traktir untuk makan siang nanti," katanya, lantas membawa bunga juga balonnya ke ruangan. Sementara kuenya ia tinggalkan di nurse station, agar mereka semua bisa mencicipinya di sela-sela jam kerja nanti.

Jiyong membantu membawakan balon juga bunganya, lalu di depan pintu ruang kerja Lisa, gadis itu beberapa kali bersin. Jiyong mengulurkan buket bunganya, membuat Lisa bersin sekali lagi. "Jangan pindah," kata laki-laki itu, sambil sesekali mendekatkan buket bunganya, membuat Lisa sesekali juga bersin karena serbuk sarinya. Hanya beberapa kali bersin— alergi ringan.

"Kau sedang mengancamku dengan bunga?" tanya Lisa, sekarang melangkah masuk ke ruang kerjanya.

Jiyong mengekor. Ia masuk ke dalam ruang kerja Lisa sementara gadis itu bergerak ke kursinya. Ingin segera duduk sebab kakinya terasa sedikit nyeri sekarang. Jiyong meletakan bunga juga balonnya di atas sofa, sekali lagi membuat Lisa bersin karenanya. Mungkin serbuk sarinya terbang ketika Jiyong meletakan bunganya, atau itu hanya efek psikologis karena Lisa kembali ingat ada bunga di ruangannya.

Pria itu sekarang menghampiri Lisa ke mejanya. Di tariknya Lisa untuk berdiri kemudian memeluknya. "Jangan pindah," katanya sekali lagi, kali ini dengan suara memelasnya, ia memohon sekarang. Lisa balas memeluknya, menyandarkan tubuhnya ke tubuh laki-laki itu, mengurangi sedikit beban kakinya.

"Aku ingin kembali ke rumahku-"

"Bagaimana kalau aku perlu melakukannya?" potong Jiyong, sambil mengusap-usap bokong lawan bicaranya. "Akhir-akhir ini aku suka seks tengah malam dan itu jadi mudah karena kau ada di depanku. Aku harus bagaimana kalau kau pindah?" katanya, sedang yang dipeluk justru mendengus.

"Kau bisa bangun dari ranjangmu, mengambil kunci mobilmu, lalu menyetir ke rumahku, buka pintunya dan kita bisa melakukannya," jawab Lisa, sambil bergerak melepaskan pelukan Jiyong. Meminta pria itu melepaskannya agar ia bisa kembali duduk.

"Terlalu lama, terlalu jauh," kata laki-laki itu, memilih untuk duduk di meja kerja Lisa, masih membujuk gadis itu agar membatalkan rencananya. Agar tidak jadi pindah dari rumahnya.

"Kau akan jadi lebih bergairah karena tidak sabar, percayalah, sekarang pergi dari sini," usir Lisa, sambil menepuk-nepuk paha Jiyong.

"Kau mengusirku sekarang?"

"Hm... Aku mengusirmu, pergi, aku mau bekerja," angguk Lisa, tanpa sedikit pun rasa bersalah. "Bawa juga bunganya, untukmu, aku tahu kau menyukainya, pergi," katanya sekali lagi.

"Perempuan jahat," gerutu Jiyong, tapi tetap berdiri untuk beranjak pergi.

Lisa terkekeh melihatnya. Sedang Jiyong melangkah kembali ke sofa, mengambil bunga itu kemudian menggoyang-goyangkannya. Ia buat Lisa kembali bersin karena serbuk sarinya. Menjahilinya karena tahu gadis itu hanya akan bersin beberapa kali. Jiyong tahu bunga tidak akan membunuh gadis itu.

"I love you," kata Lisa, ketika Jiyong berhasil meraih pintu. Tapi untuk menunjukan keseriusan penolakannya, Jiyong hanya mendengus, memamerkan jari tengahnya lalu sekali lagi berhasil membuat Lisa tertawa. Meski shift pagi sudah dimulai, dokter Kwon dari bedah saraf belum datang bekerja, laki-laki itu masih merajuk seperti yang dilakukannya di rumah tadi.

Lisa kembali ke E.R setelah mengerjakan beberapa paperwork-nya. Kali ini gadis itu tidak memakai pakaian serba birunya. Ia tidak akan masuk ke ruang operasi sampai kakinya berfungsi dengan baik. Mengobati beberapa pasien di E.R dan paperwork, hanya itu yang akan dilakukannya. Hanya itu yang boleh ia lakukan, Yoo Teo mengizinkannya kembali bekerja, tapi belum boleh kembali ke ruang operasi.

Jadi dengan kemeja hitam dan rok selututnya, Lisa memakai jas dokternya, melangkah ke E.R masih dengan susah payah. Sudah seminggu ia berlatih dengan tongkat kayunya itu, tapi masih belum terbiasa berjalan dengannya. Ia tidak bisa melaju secepat dengan kursi rodanya.

"Dokter residen tidak akan kembali ke E.R kan?" tanya Lisa, setelah gadis itu akhirnya berhasil sampai di nurse station.

"Mereka sudah di rotasi ke bagian lain," kata Youngji. "Tapi dokter Moon tetap di sini, dia ingin spesialis bedah trauma," katanya kemudian.

"Oh kalau itu aku tahu, dia sering menemuiku di lantai fisioterapi. Hari ini dia shift malam, dia sudah menghubungiku," santai Lisa.

"Dan dua bulan lagi akan ada residen baru, tahun pertama lagi," susul Youngji, langsung membuat Lisa membulatkan matanya.

"Aku sudah satu tahun di sini? Maksudku hanya satu tahun?" tanya Lisa lalu Youngji menganggukan kepalanya. "Tidak sampai satu tahun dan aku sudah kembali berkencan dengan mantan pacarku? Cepat sekali, payah," gumamnya kemudian.

"Hm... Payah," angguk Youngji, menanggapinya. "Bagaimana kalau dia selingkuh lagi?" susulnya, masih mempercayai rumor yang beredar. "Apa kau tahu dia punya pasien yang selalu mendatanginya? Perawat di poli saraf bilang pasien itu baik-baik saja, tapi hampir setiap minggu dia datang untuk pemeriksaan."

"Poli saraf?"

"Di gedung sebelah. Kau tidak pernah ke sana?" katanya, balas bertanya. "Kau harus hati-hati, dia mungkin berselingkuh lagi di sana," susulnya pelan.

"Tsk... Kwon Jiyong itu pengecut. Dia tidak akan berani melakukannya. Justru Lee Soohyuk lah yang harus diwaspadai," bisik Lisa, kemudian terkekeh melihat reaksi lawan bicaranya— terkejut juga penasaran, ingin mendengar lebih banyak.

***

friendly fireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang