Jika ada yang lebih indah dari karangan bunga mawar, mungkin itu adalah Nayanikamu.
SalahJatuh
~•••~
Dulu, Mawanda Lisa paling membenci pertanyaan orang-orang tentang bagamana ia setelah ini. Pernah saat akan tamat SMA ia ditanya tetangganya seperti ini, 'Habis ini mau ngapain?'
Padahal, saat itu Mawa tidak dalam keadaan PMS. Akan tetapi seketika mood-nya hancur setelah pertanyaan itu keluar dari mulut tetangga julid terbangsatnya. Pada akhirnya ia hanya tersenyum dan menyiram tetangganya itu dengan es cekek yang ia beli dari penjual depan gang kompleksnya dengan alasan tidak sengaja.
Saat ini, saat ia telah berkuliah semester empat di universitas impiannya ia berharap hal itu tidak terjadi lagi saat hari menjelang wisudanya.
Kadang Mawa juga heran, kenapa semua orang selalu suka mencampuri urusan orang lain. Contohnya sekarang. Ia malah dihadapkan dengan mahasiswa dari fakultas seni yang mewawancarainya kenapa ambil jurusan bahasa Korea.
"Aneh nggak sih? Lebih baik ambil bahasa Indonesia aja, atau nggak bahasa Inggris yang lebih banyak lowongan kerjanya." Gadia, perempuan satu ini sepertinya kurang malu. Rasanya Mawa ingin mengambil alat musik dari tempat praktek Gadia lalu berteriak, 'Nih alat musik yang lo pelajari selama ini itu apa enaknya anjir?'
Padahal Mawa baru saja kenal dengan Gadia lewat insiden bertukar sandal sehabis sholat dzuhur berjamaah. Lalu mereka bercerita tentang jurusan yang mereka geluti saat ini. Dan di sanalah Mawa emosi kenapa jurusannya begitu disepelekan.
"Gue, kan, lebih suka bahasa Korea. Kok lo yang sewot, sih?"
"Bukan gitu Mawa. Aku bukan sewot tapi merasa aneh aja. Aku tahu gimana tulisan Korea dan kamu dengan se-effort itu buat hafalinnya. Kalau bahasa Inggris, kan, hurufnya ada miripnya sama bahasa Indonesia." Gadia kembali mengajukan rasa penasarannya.
"Sebenarnya itu bukan tentang susah senangnya, tapi suka nggak sukanya. Lo nggak usah nanya gue kayak gitu, tapi lo lihat perbandingannya sama orang lain. Orang yang suka main bola nggak bakal mau dibawa main cewek."
Gadia mengerutkan dahinya. "Kok perbandingannya bisa sampai ke mauroke gitu sih?"
"Misal loh, Gadia."
"Oh, iya-iya." pada akhirnya perempuan itu hanya mengangguk sambil mendengarkan walau hati begitu sangatlah keheranan.
"Sekarang gue tanya. Lo kenapa ambil fakultas seni yang banyak mempelajari hal yang nggak semua orang ngerti." mungkin Mawa sedang mengambil serangan pada Gadia.
"Justru itu. Orang-orang hanya tahu kita bermain dengan berbagai hal yang tidak mereka mengerti. Padahal, jika mereka membuka mata, seni itu sebenarnya indah. Mereka memang tidak mengerti, tapi mereka menikmati. Alat musik contohnya, mereka nggak tahu cara mainnya tapi mereka menikmati ketika yang ahli memainkannya. Nggak ubah juga sama karangan, lagu, ataupun gambar."
Mawa menatap sangsi pada wajah ayu Gadia. Jika dilihat-lihat, Gadia itu seperti gadis Jawa, tapi logat bicaranya seperti tidak ada ikatan antara ia dengan suku tersebut.
Alih-alih membahas tentang Gadia lebih dalam, Mawa menatap kampusnya yang bertingkat itu dengan dalam. Jangan bilang kampus ini juga salah satu dari seni dalam pikiran Gadia.
"Kayaknya kamu kehabisan kata, deh. Kamu nggak bisa, kan, jawab pernyataan aku?" terdengar seperti menyombongkan diri, Gadia melangkahkan kaki menuju dalam kampus.
Mawa memutar matanya malas. Di sini dirinya seakan diragukan setelah mengambil jurusan bahasa Korea. Padahal, jika ia pandai bahasa Korea, ia akan terbang dari negara berpenduduk tersewot ini dan menikmati hidup di korea dengan gaji yang lebih besar jumlahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salah Jatuh
General FictionKesalahan terbesarku adalah, menjadi penerang pada seseorang yang mencintai kegelapan.