Tidak Ada Sebab

0 0 0
                                    

Cinta tidak harus ada sebab. Tidak ada alasan yang pasti jika sudah menetapkan diri dalam lingkaran mencintai.

SalahJatuh

~•••~

Sebelum menjelang tengah hari, Mawa merasakan sakit di area perut bawahnya. Saat Mawa melihat tanggal di ponselnya, ia melenguh. Ini sudah saatnya ia datang bulan.

Kelas Mawa sudah berakhir, ia memilih keluar dengan wajah yang kentara menahan sakit. Kampus terlihat luas kalau saat-saat seperti ini. Seakan-akan jarak kelas dengan pintu gerbang bisa menelan waktu seharian.

Akhirnya Mawa hanya duduk di bawah pohon mangga tua di depan kelasnya. Di bawanya terdapat bangku kayu dengan cat putih yang sudah usang tapi masih layak untuk diduduki.

Mawa mencoba menghubungi Gadia, apakah gadis itu memiliki pembalut cadangan di tas atau lokernya? Jika ada, Mawa ingin meminjamnya. Sebenarnya dengan pembalut tidak akan mengobati rasa sakit di perutnya, tapi dapat menjaga kepercayaan diri Mawa. Tidak tahu saja nanti bisa-bisa ia dibuat malu.

"Mawa?" suara yang sudah lama tidak terdengar tiba-tiba mengagetkan Mawa.

Di belakangnya, telah berdiri tubuh Xavir dengan tas ranselnya yang disandang menggunakan satu bahu saja.

"Kenapa?" tanyanya dan duduk di samping Mawa.

Mawa seketika dibuat canggung. Xavir orang baru yang ia kenal beberapa hari ini. Jarang bertemu karena jam mereka yang tidak pernah sama.

"Perut aku sakit," lenguh Mawa yang memegang perutnya.

Menyadari ke mana tangan Mawa, ia yakin jika Mawa tengah menahan rasa sakit. Tanpa banyak gaya, Xavir berdiri dari duduknya. "Tunggu di sini bentar, ya?"

Mawa sempat bingung apa yang akan pemuda itu lakukan, tapi melihat Xavir berlari ke arah parkiran, ia malah dibuat tambah bingung. Apa yang akan pemuda itu lakukan? Tidak mungkin ia membelikan Mawa sebotol sirup maag, ataupun promag dengan jumlah yang banyak.

Mawa meraih ponselnya, mencoba menghubungi Xavir untuk memastikan apa yang pemuda itu lakukan. Akan tetapi, nomor yang ia hubungi malah tidak aktif.

Lima menit berlalu, bunyi langkah kaki berlari kembali Mawa dengar. Saat dilihat, itu adalah Xavir yang berkeringat dengan nafas tidak teratur. Rambutnya berantakan dengan tangan yang menenteng kantong plastik berlogo Indomaret.

"Nih," katanya menyodorkan kantong tersebut.

Mawa meraihnya, tanpa bertanya ia membukanya untuk melihat apa isinya. Kecurigaan Mawa terhadap Xavir yang membeli obat maag pun salah. Di dalam kantong berligo tersebut terdapat tiga macam produk; pembalut dengan panjang 160 centi, kiranti rasa kunyit, dan salonpas ukuran kecil.

Satu hal yang ada di dalam hati Mawa; Tidak menyangka. Tidak menyangka Xavir bisa sepeka ini. Tahu apa yang ia butuhkan saat ini.

"Vir, kamu nggak harus repot gini." Mawa merasa tidak enak.

"Nggak papa, kok. Aku tahu yang dibutuhin cewek pas dalam keadaan gini." Xavir kembali duduk di samping Mawa.

"Ini semua berapa." tentu saja Mawa bertanya. Dia dan Xavir baru kenal, tidak memiliki hubungan selain teman kenalan.

"Kok kamu nanya gitu?" Xavir mengerutkan dahinya menatap Mawa.

"Vir, aku nggak enak kalau gini. Kita baru aja kenal. Aku nggak mau kalau ada yang salah paham nantinya."

Xavir terkekeh. "Tenang aja, aku nggak ada siapa-siapa. Dan jika itu cowok kamu, bilangin aja cuman simpati teman cowok ke teman ceweknya."

Ini hanya serangan, agar mengetahui bahwa apakah Mawa sendiri atau punya kekasih.

Salah Jatuh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang