3. Pengkhianatan Berdarah.

571 65 0
                                        

Author POV

Di malam yang sama, Marzhan duduk di kantornya yang tersembunyi, jauh dari gedung utama keluarga Qiandra. Suara ketukan halus di pintu membuatnya tersadar dari pikirannya.

"Masuk," ujarnya dingin. Pintu terbuka perlahan, menampakkan seorang pria berperawakan kurus dengan tatapan yang penuh rahasia—Ilham, orang kepercayaan Marzhan yang telah lama menjadi mata-mata di balik bayang-bayang kekuasaan Zee.

"Semua sudah diatur sesuai rencana, Tuan Marzhan. Orang-orang kita di pelabuhan siap bergerak kapan saja. Zee akan lengah," bisik Ilham, suaranya terdengar hampir penuh keyakinan.

Marzhan tersenyum tipis. "Bagus. Lanjutkan seperti biasa, jangan sampai ada yang curiga." Dia bangkit dari kursinya, berjalan pelan menuju jendela yang menghadap bagian paling gelap dari kota.

Dari tempatnya berdiri, Marzhan bisa merasakan ketegangan yang mulai mengalir dalam darahnya. Ini bukan sekadar perebutan kekuasaan. Ini adalah balas dendam pribadi.

"Dia terlalu lama berdiri di atas nama keluarga ini. Zee percaya dia tidak terkalahkan, tapi dia lupa bahwa setiap dinasti, sekuat apa pun, bisa runtuh dari dalam."

Marzhan berbalik, menatap Ilham dengan mata yang dingin dan penuh tekad. "Aku tidak akan berhenti sampai dia takluk di kakiku."

Sementara itu, di sisi lain kota, Zee merasakan angin malam yang dingin menerpa wajahnya saat dia keluar dari ruang pertemuan. Kelima pria yang tadi menantangnya kini tergeletak tak bernyawa di lantai, wajah mereka masih membeku dalam ketakutan terakhir yang mereka rasakan.

Zee menghela napas panjang, lalu menatap ke arah jendela yang memantulkan cahaya bulan purnama.

"Kemenangan kecil hari ini," pikir Zee, "tapi bukan berarti ancaman sudah berakhir." Firasatnya berkata bahwa sesuatu yang jauh lebih besar sedang mendekat, tapi dia tidak bisa menempatkan jari tepat pada apa.

Mungkin hanya paranoia, atau mungkin insting tajamnya sebagai pemimpin sindikat mulai memberikan peringatan. Saat itu, ponsel Zee bergetar. Sebuah pesan dari kontak anonim muncul di layar: "Hati-hati dengan darahmu sendiri. Tidak semua di keluargamu mendukungmu."

Zee menatap pesan itu dengan mata menyipit. Siapa pun yang mengirim pesan ini tahu sesuatu yang sangat rahasia. "Siapa?" gumamnya perlahan, sebelum memasukkan ponsel ke dalam saku.

Dia tahu satu hal pasti—di dunia seperti ini, pengkhianatan adalah bagian dari permainan, dan siapapun yang meremehkannya, pasti akan jatuh.

Namun, Zee tidak akan membiarkan dirinya menjadi korban dari permainan yang dia kuasai sejak lahir. "Aku akan menemukanmu, siapa pun kau," bisiknya. Sebuah senyum tipis mulai terbentuk di bibirnya, dan di dalam hatinya, Zee bersiap untuk pertempuran yang akan datang—pertempuran yang tak akan hanya menentukan nasibnya, tapi nasib seluruh dinasti Qiandra.

Shael Qiandra duduk di ruang kerjanya yang mewah, ditemani hanya oleh bayang-bayang masa lalu dan penyakit yang perlahan-lahan menggerogoti tubuhnya. Dia menatap foto keluarganya yang tergantung di dinding, sorot matanya lelah namun penuh tekad.

Sekalipun tubuhnya tak lagi sekuat dulu, pikirannya tetap tajam. Dia tahu banyak hal telah berubah sejak Zee mengambil alih operasional, dan dia bangga pada putrinya. Namun, sesuatu mengganggunya belakangan ini—sesuatu yang dia tak bisa abaikan.

Shakhara: Legacy of the Shadow KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang