BAB 9

2K 52 0
                                    



Harry segera masuk ke dalam lift kemudian melambaikan tangan pada Aleena. Aleena pun membalas lambaian tangan Harry kemudian pintu lift tertutup setelah Ethan keluar dari dalam lift.

Setelah Harry pergi, di situlah Aleena menyadari tatapan Ethan untuknya. Aleena merasa tidak nyaman dengan pandangan pria itu. Segera dia membuka pintu dan masuk ke dalamnya. Namun, belum sempat Aleena menutup, Ethan dengan segera menahan gerakannya.

"Siapa kamu? Jangan macam-macam padaku atau aku akan panggil security!" ancaman Aleena tentu saja tidak berpengaruh.

Ethan segera mendorong tubuh Aleena hingga membentur lemari sepatu yang berada di samping pintu masuk.

Tidak salah lagi! Dia adalah gadis yang malam itu tidur bersama dengannya.

"Aleena Reverie Anderson," Ethan bergumam.

Aleena membelalak, dia tidak merasa pernah mengenal pria ini tetapi malah tahu nama keluarganya.

"Ka-kamu ...."

"Dimana anakku?"

Alis Aleena berkerut, dengan tenaga yang penuh, dia segera mendorong dada Ethan dan menjauh darinya. Aleena mengambil ponselnya kemudian mengangkatnya di depan Ethan.

"Aku tidak tahu siapa kamu dan bagaimana kamu bisa mengenalku. Tapi, aku benar-benar akan merealisasikan perkataanku jika kamu tidak segera keluar dari rumahku!"

Aleena segera menekan nomor darurat kemudian memperlihatkannya pada Ethan. Dia tidak pernah takut pada siapapun terlebih pada orang asing.

Ethan menghela napas, seringai muncul di wajahnya membuat Aleena semakin kebingungan. Tetapi, Aleena tetap pada kuda-kudanya, dia sudah akan bersiap untuk masuk ke dalam kamar Ansel jika pria itu semakin bertindak jauh padanya.

Aleena merasa sangat beruntung karena saat ini putranya sudah tidur di dalam kamar. Dan dia akan memastikan bahwa Ansel tidak akan bertemu dengan pria asing yang menyeramkan.

"Enam tahun lalu, club malam Ritz-Carlton kamar 303, apakah kamu lupa apa yang sudah kamu lakukan pada malam itu dengan pria asing?"

Aleena membelalakkan kedua matanya, mengenai kejadian pada malam itu hanya dia yang mengetahuinya. Keluarganya pun hanya tahu bahwa dirinya hamil lelaki asing. Bahkan sampai saat ini, dia tidak pernah tahu laki-laki mana yang tidur bersama dengannya.

"Siapa kamu?" Pandangan Aleena kini berubah, dia yang tadinya dipenuhi dengan rasa takut menjadi lebih berani dan menatap tajam ke arah Ethan.

"Aku adalah pria itu."

Kedua tangan Aleena terkepal sisi kanan dan kirinya. Selama bertahun-tahun dia memendam amarah sebab masa depannya hancur oleh pria asing. Sekarang pria itu dengan tanpa tahu malu mengakui bahwa dialah yang merenggut kebahagiaannya.

"Jadi, kamu adalah si brengsek itu."

Senyuman di wajah Ethan langsung memudar ketika mendengar kalimat tajam Aleena untuknya. "Apa?"

Napas Aleena berubah cepat seiring dengan amarahnya yang mulai naik. Sejak dulu dia selalu membenci pria yang sudah merenggut mahkotanya. Selain karena mantan tunangan dan juga adik tirinya, pria ini juga menjadi penyebab dirinya hidup menderita. Sampai kapanpun Aleena akan membenci semua orang yang sudah berbuat jahat padanya.

Aleena membuka pintu apartemennya kemudian berkata dengan marah, "Pergi keluar dari rumahku! Jangan pernah muncul dihadapanku lagi! Jika kamu berani, aku akan segera memasukkanmu dalam penjara!"

Ethan menggerakkan giginya, seumur hidup tidak pernah ada satu orang pun yang berani terhadapnya. Sekarang, di depannya ada satu orang wanita, berani sekali mengusirnya bagai sampah yang harus segera dibuang. Ethan berjalan mendekati Aleena, otomatis membuat tubuh Aleena melangkah mundur, dia menyadari itu tapi saat ini fokusnya pada wajah Aleena. Dia berkata dengan menahan amarah, "Kamu, berani padaku?"

Aleena memalingkan wajah, kedua matanya terpejam, dia berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan dirinya. Dulu Aleena berjanji akan menghajar habis pria pada malam itu. Sekarang ketika sudah bertemu, ternyata dirinya tidak sanggup. Bukan karena Aleena tidak ingin menyakitinya, tetapi luka sebab diusir oleh sang ayah kembali hadir dan itu sangat menyiksanya.

Perlahan air mata Aleena keluar membasahi wajahnya. Aleena menangis tanpa suara, hal itu pun disadari oleh Ethan. Seketika hati pria itu tergerak, cengkraman tangannya mulai melonggar.

"Hari ini aku akan membiarkanmu beristirahat. Besok kita bicara lagi." Ethan segera berjalan keluar dari apartemen Aleena.

Tepat ketika tubuh pria itu berada di luar, Aleena langsung menutup pintu apartemennya dengan kencang. Membuat bunyi suara yang lumayan keras, Aleena tidak peduli jika nantinya dia akan mendapatkan komplain dari pihak keamanan.

Bagaimana bisa setelah enam tahun berlalu dia masih bertemu dengan pria itu? Hari itu tidak begitu jelas sebab Aleena sudah dipenuhi oleh nafsu. Keesokan paginya Aleena juga tidak bertemu dengannya, hingga beberapa hari bahkan enam tahun berlalu dia malah kembali dipertemukan.

Aleena berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya. Sekarang bukan waktunya untuk membalas dendam pada pria yang sudah merenggut kebahagiaannya. Ada hal yang lebih penting dan merupakan menjadi tujuan utama Aleena kembali ke negara asalnya.

Aleena menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia harus berusaha supaya pria itu tidak bertemu dengan Ansel.

***

Keesokan paginya, Aleena sudah sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapannya dan juga Ansel. Setelah semua tersaji di atas meja makan, Aleena segera sarapan bersama dengan putranya.

"Hari ini mama akan pergi ke perusahaan untuk interview pekerjaan. Setelahnya mama akan pergi ke sekolah untuk mendaftarkan mu. Hari ini Ansel di rumah saja sampai mama kembali. Jangan bukakan pintu untuk orang asing masuk ke dalam rumah, mengerti?" Aleena memberikan beberapa pesan seperti biasa sebelum dia pergi meninggalkan Ansel sendirian.

Ansel menghembuskan napas panjang kemudian mengganggu lemah. Seperti biasa dan dia tidak akan pernah bersemangat ketika ditinggal sendirian oleh ibunya.

Meskipun Ansel selalu bersikap lebih daripada usianya, tetapi dia tetaplah bocah berusia lima tahun yang masih membutuhkan sosok seorang ibu di sampingnya. Aleena bukannya tidak mau menemani Ansel, hanya saja kenyataan hidupmu mengharuskannya pergi keluar dan bekerja mencari uang untuk mereka.

Aleena tersenyum kemudian duduk di samping Ansel, dia mengusap kepala dan juga wajah putranya dengan hangat kemudian memberikan pelukan.

"Jangan bersedih, mama berjanji di akhir pekan ini, kita akan pergi berdua bersama-sama, bagaimana?"

Janji yang Aleena ucapkan langsung membuat wajah Ansel menjadi cerah. Di aura yang tadinya mendung kini mulai menghangat.

Pagi itu mereka sarapan seperti biasa dan juga sedikit bercerita tentang apa-apa saja yang akan dilakukan oleh Ansel selama harian tanpa Aleena. Meskipun ada sedikit perasaan sedih, tetapi Aleena berusaha untuk menguatkan hati bahwa memang inilah yang terbaik untuk keduanya.

Setelah selesai sarapan, Aleena segera keluar dari apartemen dan menyuruh Ansel untuk kembali bermain saja. Dia menekan tombol lift kemudian menunggu dengan sabar.

Ketika pintu lift terbuka, Aleena sama sekali tidak menyangka bahwa hal itulah yang mengubah suasana hatinya yang cerah menjadi suram.

***

Bermalam dengan CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang