08

33 13 3
                                    

Kim menatap keheningan malam dibawah bulan yang malam itu tidak bersinar terlalu terang. suasana rumah sakit sangat tenang, tidak terasa horor, setidaknya sampai dia melihat sosok besar yang memakai kemeja putih dan korduroi berjalan dengan cepat-cepat ke arah sini.

“Latte?!”

Latte tersenyum pada Kim, dia menyadari tatapan Kim terhadap dia. Aku juga rindu kamu, Kim. Nestapa. Setiap hari.

“Kamu melupakan jam tanganmu, sayang.”

Latte menyodorkan benda itu, Kim tidak langsung mengambil, dia masih heran bagaimana Latte bisa ada di sini.

“Kamu menghilang seminggu, kamu tidak berpikir aku akan diam saja tanpa mencari tahu kamu dimana, Kim?”

“Latte…”

Latte memasukkan tangan ke dalam saku celananya, mencoba mengabaikan nada suara Kim, dia menunjuk dengan dagunya ke dalam gedung yang ada di belakang mereka. “Bagaimana dengan istrimu?”

Kim merasa tidak enak dalam hatinya. Dia beristri? Ya, sedikit lagi dia akan beristri. Lelucon macam apa ini, Kim... Dan Latte sangat terlihat biasa saja dengan keadaan mereka itu.

“Dia... dia sudah hamil, Te.”

“Aku tahu, Kim.” Latte mengangguk dengan tegar.

Kim merasa patah hati. Dia punya segudang beban dalam hatinya, tapi tidak ada satupun yang bisa keluar lewat tenggorokannya. “Maafkan aku, Te.”

Latte melihat padanya, mendekat dan memegang pundak Kim, “jangan minta maaf, sayang.”

Kim diam menunduk. Mereka membisu untuk beberapa saat, membiarkan suara serangga mengisi malam yang sunyi.

Latte menarik nafas panjang.

“Apa kamu menjaganya sepanjang waktu, Kim? Kamu tidak punya waktu?” Latte melirik bangku yang ada di samping Kim, “laptop itu, kamu mulai menulis lagi?”

Kim melirik laptop yang dimaksud dan mengangguk, “aku tidak bisa berpikir sama sekali.” Bisiknya.

“Mau mencari inspirasi?”

“Dimana?”

“Mau ke Saravan?”

Peristiwa penculikan-dengan-sukarela itu terjadi dengan cepat, Kim yang begitu diraih tangannya oleh pria yang mengisi hatinya langsung saja mau dan rela dibawa kemanapun oleh Latte. Dan malam itu juga mereka melarikan diri ke Laos. Mereka melakukan pemberhentian beberapa kali, untuk tidur dan untuk bercerita.

Kim menatap bintang dilangit, sedang Latte menatap kepada Kim, bintang hatinya.

“Aku harap bulan depan kita diberi hujan.”

Kim duduk mengusap kedua telapak tangannya, mencoba mendapatkan rasa hangat dari api unggun yang dibuat oleh Latte yang selalu bisa menyesuaikan keadaan. Dia bisa jadi lelaki gua dan bertahan hidup di gua, dia juga bisa jadi enterpreneur dan terlihat keren dengan dasi yang melilit lehernya, atau juga bisa terlihat seperti jembel di usia 20 tahun.

“Angin di perbatasan Thailand dan Laos saja sudah membuatmu kedinginan begini, bagaimana kalau setiap hari hujan?” Kata Latte sembari memperbaiki selimut yang menutupi punggung Kim.

“Aku ingin kamu memeluk aku sepanjang hari saat hujan, tapi itu cuma bisa jadi harapan-harapan aku saja.”

“Apa itu maksudnya.”

Kim mengerjapkan matanya, bibirnya yang tebal ditekan menjadi garis lurus.

“Setelah pulang dari sini, aku mungkin akan dikawinkan.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

to love somebodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang