Bumbu cinta efek sampingnya BAPER

1 0 0
                                    


Hari sudah sore ketika Duya duduk menyendiri di bawah pohon murbei tidak jauh di kebun belakang. Kebun yang baru akan di panen minggu depan ini terlihat sangat hijau sejauh mata memandang. Gadis itu menikmati terpaan angin sejuk sembari mengunyah beberapa wortel yang ia cabut di kebun itu. Lucu.

"Minum ini aja daripada itu." Kenzie menyodorkan botol minuman berwarna kuning lemon.

"Ini apa?" Ucapnya datar.

"Masa gak tau. Ini namanya jamu." Duya memperhatikan bagaimana pria itu meneguknya hingga habis. Terlihat menyegarkan.

Duya yang penasaran cepat-cepat meneguknya, rasanya aneh ada rasa kencur yang manis dan segar. Gadis itu takjub saat menikmatinya. Sensasi rasa manis yang sedikit asam menambah kesegarannya.

"Enak?" Pria di sampingnya tak kalah takjub,  memperhatikan gadis itu meneguk habis jamu yang tak biasa ia minum.

Duya hanya mengangguk.

Mereka terdiam bersamaan seolah menimbang obrolan selanjutnya. Setelah pertengkaran konyol seminggu lalu, tak sekalipun mereka saling berkomunikasi.

"Jadi udah mutusin mau bikin apa?" Kenzie memulai obrolan basa-basi.

"Hah?" Duya menggaruk  pelipisnya yang tak gatal. "Belum sih. Masih milah-milih, apa yang enak ya?"

"Baby Tiger kan suka masakan rumahan, jadi fokus masak itu dulu."

"Eh, iya ya." Duya ingin memukul kepalanya sendiri. Tak biasanya ia kikuk dan canggung berhadapan dengan pemuda ini. Entah apa yang merasukinya.

Detik berikutnya, mereka kembali terdiam. Hanya suara angin yang mendesau berat.

"Kayaknya mau hujan" Duya mendongak, menatap wajah tampan yang dirindukannya. Pemuda itu membalas tatapannya lama mereka seolah berbicara dengan mata dalam diam.

"Maaf" Ia berkaca-kaca dengan suara bergetar.

Tanpa aba-aba air matanya mengalir deras hingga pipinya basah, membuat Kenzie mendekat dan membawanya di pelukannya. Pelukan seorang kakak kepada adiknya.

"Abang yang salah, maaf ya." Ucap Kenzie saat gadis itu duduk dengan tenang di sampingnya. "Abang selalu ikut campur hidup kamu."

"Enggak. Abang benar, aku harusnya tau apa yang aku mau. Tapi, aku terlalu takut dan bingung."

"Takut dan bingung akan dialami oleh setiap orang. Sebab meraih sesuatu itu tidak semudah yang dibayangkan. Untuk menemukan hal yang kita suka dan hal yang kita inginkan adalah sesuatu yang berbeda. Hal yang kita suka terkadang malah kita tak inginkan. Sebaliknya. Kita harus banyak belajar dan bersabar."
Pemuda itu tersenyum gemas "Tapi, karena kamu masih anak bayi. Di maklumi kok" Kenzie terbahak setelahnya.

Duya hanya mengulum senyum mendengar candaan Kenzie.

Entah sudah berapa mereka duduk di sana, ketika matahari perlahan bergulir. Gerimis mengguyur akhirnya membuat keduanya berlari masuk ke kemp. Di sana sudah duduk beberapa petani yang membantu kebun Kenzie, mereka sedang menikmati kopi sore disertai tawa renyah.

"Mbak Duya, masak di sini saja!" Ucap salah satu petani.

"Iya, bu Asih sering pulang kalau siang jadi gak ada yang masakin di dapur. Jadilah Pak Kenzie yang masak." Yang lain menimpali.

Duya melirik pria itu menaik turunkan bahunya. "Abang gak ikut campur ya."

"Emangnya menu di sini apa?"

"Menu biasa. Masakan rumahan, seperti yang kamu suka buat."

"Oh ya?" Duya tiba-tiba antusias. "Kalau gitu aku ke dapur bantu bu Asih dulu." Gadis itu menghilang di balik pintu. Kenzie hanya bisa tersenyum sambil menyilangkan tangannya di dada.

"Itu pacar pak Kenzie ya?" Tanya salah satu petani dengan polosnya

Kenzie memutar tubuhnya terkejut "Hah," Lama ia menimbang "sepertinya begitu." Ia berlalu setelahnya.

Duya menginap di tempat Kenzie semalam. Bu Asih terpaksa menginap juga untuk menemani gadis itu. Mereka berdebat ketika  Duya meminta izin untuk pulang. Karena sudah gelap Kenzie tentu tidak mengizinkan. Akhirnya, gadis keras kepala itu menginap. Ia memasak makan malam bersama bu Asih.  Membuat hidangan rumahan yang disukai Kenzie dan para petani. Duya merasa menemukan passion-nya, ia semangat sekali belajar resep baru dan trik-trik baru tentang mengolah bahan makanan dari bu Asih. Benar, belajar tidaklah sulit. Namun, yang sulit itu adalah mengumpulkan niat untuk mencobanya.

Kenzie mengantar Duya pulang dengan mobilnya. Ia merasa tak tenang jika membiarkan gadis ceroboh itu pulang sendiri walaupun ia sudah dewasa.

Di perjalanan pemuda itu banyak bicara mengenai tempat-tempat indah di desa cempaka dan area di sana. "Di sini ada resort bagus buat bulan madu." Ucap pemuda itu santai. Duya yang sedang fokus tentu saja terperanjat.

Maksudnya apa coba?

"Abang ada rencana bulan madu ke sana?"

"Kamu udah siap?"

Duya melayangkan tepukan keras di bahu pemuda itu.

"Aw, sakit tau!" Ia meringis

"Abang sih godain aku terus." Ia hampir merajuk

"Loh emangnya kenapa?"

"Kak Flora gimana? Janda dong dia."

Kenzie tiba-tiba menginjak rem dengan kuat. Mobil berhenti mendadak. Tubuh keduanya terhuyung.

"Abang kenapa sih?" Gadis itu membenarkan kerudungnya dengan wajah pucat pasi.

"Jangan bilang selama ini, kamu ngira abang dan Flora pacaran?"

"Lah, emang bukan?" Duya melotot membalas ekspresi sama yang dibuat pemuda itu. "Kalian kan Suzy dan Lee minho."

"Siapa yang bilang?" Tuntut kenzie marah.

"Danty..."ucap gadis itu menciut.

" Dan.. Dant" Kenzie memukulkan kepalanya  ke stir. "Si Danty bikin masalah memang" Kenzie menarik nafas dalam. Ia menatap Duya yang menatapnya dengan tatapan takut. Seperti kucing yang barus saja mencuri ikan asin.

"Jadi, abang marah sama aku atau Danty?"

"Baby tiger..." Ucap Kenzie lembut. "Kalau ada orang yang ingin abang nikahi, itu..." Ia menatap gadis setengah mungil di sampingnya "itu adalah kamu."

Duta menutup wajahnya.

"Abang jahat!"

Kenzie menangkap tangannya sayang.

"Abang gak pernah pacaran sama Flora, dia itu teman. Lebih tepatnya orang yang selalu terobsesi ingin dianggap sebagai pacar abang. Tapi, abang gak pernah suka dia."

"Jang-" Kenzie menggeleng seolah mengatakan abang belum selesai.

"Kamu tau kan, dari kecil kita udah bersama. Abang udah melihat baik buruknya kamu." Ia hampir meneteskan air mata lalu cepat-cepat dihapus dengan lengan jaketnya. "Dulu abang kira hanya sebatas suka karena kamu menggemaskan, namun setelah kita dewasa abang tau." Ia menggamit tangan itu lagi. "Abang jatuh cinta sama Kamu."

Duya terdiam di kursinya.

"Abang, udah dong. Nanti aku baper."

"Nggak apa-apa. Ucapan abang yang barusan mengandung bumbu cinta yang efek samping baper." Pemuda itu tergelak.







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan Supernova (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang